JAKARTA — Dewan Perwakilan Rakyat (DPR) RI meminta Badan Pengelola Investasi Daya Anagata Nusantara (BPI Danantara) dan Kementerian BUMN segera melakukan sinkronisasi kebijakan pendanaan perusahaan pelat merah. Hal ini menyusul kewenangan baru yang diemban Danantara untuk mengelola dan menyalurkan modal ke BUMN, menggantikan mekanisme Penyertaan Modal Negara (PMN) yang selama ini digunakan.
Permintaan ini disampaikan Anggota Komisi VI DPR RI, Mulyadi, dalam rapat kerja bersama Kementerian BUMN, Rabu, 25 Juni 2025. Ia menyoroti dana dividen BUMN yang sudah disetorkan ke Danantara hampir mencapai Rp80 triliun, namun belum jelas pemanfaatannya.
“Penting melakukan sinkronisasi kebijakan antara Danantara, Kementerian BUMN, dan para direksi BUMN agar tidak terjadi kekosongan pembiayaan terhadap proyek-proyek strategis nasional. Saat ini setoran dividen BUMN yang masuk ke rekening Danantara sudah hampir Rp80 triliun. Ini harus dipertanyakan, karena dana tersebut bisa menjadi idle fund yang tidak bergerak secara optimal,” ujar Mulyadi di Jakarta.
Ia menegaskan, jika sinkronisasi tidak segera dilakukan, negara berisiko mengalami kerugian peluang (opportunity loss) akibat dana yang hanya mengendap tanpa mendukung penguatan ekonomi nasional.
DPR Desak Kementerian BUMN Lebih Proaktif
Mulyadi juga menekankan perlunya peran aktif Kementerian BUMN sebagai regulator untuk memastikan alur pendanaan bagi perusahaan-perusahaan BUMN berjalan efektif dan sesuai kebutuhan riil di lapangan. Menurutnya, Kementerian harus mengambil inisiatif membangun komunikasi intensif dengan Danantara dan para direksi BUMN.
“Kementerian BUMN sebagai mitra kerja Komisi VI harus proaktif melakukan sinkronisasi kebijakan pembiayaan perusahaan BUMN. Jangan hanya mengandalkan mekanisme lama, padahal sudah ada lembaga baru seperti Danantara yang memiliki mandat strategis,” paparnya.
Ajak Direksi BUMN Kerja Konkret, Bukan Seremonial
Lebih lanjut, Mulyadi meminta para direksi BUMN untuk bekerja lebih fokus dan menghindari aktivitas seremonial yang tidak berdampak langsung pada kinerja perusahaan.
“BUMN adalah pilar fiskal dan ekonomi, jika mereka tidak punya ruang fiskal atau akses pendanaan memadai, maka kemampuan mereka menjaga ketahanan ekonomi juga terganggu. Direksi BUMN juga ini saatnya kerja konkret, jangan hanya sibuk pencitraan, tapi harus ada improvisasi dan inovasi yang benar-benar berdampak pada kekuatan ekonomi nasional,” tegasnya.
Ia mengingatkan bahwa sebagai agen pembangunan, BUMN harus mampu mengoptimalkan sumber daya yang dimiliki untuk mendukung pembangunan dan memperkuat perekonomian, terutama melalui proyek strategis nasional.
Penjelasan COO Danantara: Penyaluran Modal Tak Sembarangan
Menanggapi hal itu, Chief Operating Officer (COO) Danantara Indonesia, Dony Oskaria, menegaskan pihaknya sudah memiliki mekanisme ketat dalam menyalurkan dana dividen BUMN. Setiap perusahaan BUMN yang mengajukan permohonan modal akan melalui proses kajian menyeluruh dan berlapis, termasuk penilaian kelayakan bisnis serta keselarasan dengan roadmap investasi nasional.
“Dalam pemberian suntikan modal kepada perusahaan BUMN kita memiliki parameternya. Di roadmap Danantara ke depan ada (perusahaan BUMN) sektor mana saja, seberapa besar suntikan modalnya, dan semua itu melalui proses berlapis dan ketat,” kata Dony dalam keterangannya.
Menurut Dony, langkah tersebut penting untuk memastikan dana yang disalurkan tepat sasaran dan benar-benar mendukung pengembangan bisnis BUMN serta mendongkrak kontribusinya pada perekonomian nasional.
Dividen BUMN Tembus Rp80 Triliun, Harus Cepat Digunakan
Hingga Juni 2025, setoran dividen dari berbagai BUMN yang masuk ke rekening Danantara tercatat mendekati Rp80 triliun. Jumlah ini menunjukkan potensi besar untuk mendanai berbagai proyek strategis nasional. Namun tanpa sinkronisasi yang baik antara Danantara, Kementerian BUMN, dan BUMN sendiri, potensi ini bisa terbuang percuma.
“Kalau dibiarkan, dana ini akan menjadi idle fund yang tidak memberikan manfaat optimal bagi negara. Ini jelas merugikan, karena negara bisa kehilangan peluang untuk memperkuat daya saing ekonomi,” ungkap Mulyadi.
Sinkronisasi untuk Akselerasi Proyek Strategis Nasional
Mulyadi menambahkan, sinkronisasi diperlukan agar proses pencairan pendanaan tidak tersendat. Apalagi pemerintah saat ini sedang mendorong percepatan penyelesaian berbagai proyek strategis nasional, mulai dari infrastruktur transportasi, energi, hingga digitalisasi.
“Kalau sinkronisasi tidak segera dilakukan, maka proyek strategis nasional bisa terhambat. Padahal, proyek-proyek ini sangat penting untuk mendorong pemerataan ekonomi dan meningkatkan kesejahteraan masyarakat,” katanya.
Dorongan DPR: Jangan Sampai Danantara Hanya Jadi Tempat Parkir Dana
Anggota DPR dari Fraksi Partai Demokrat itu menekankan, Danantara harus menjalankan fungsinya sesuai mandat dan tidak hanya menjadi tempat parkir dana. Ia menilai, sinkronisasi kebijakan dan komunikasi lintas instansi adalah kunci agar Danantara bisa menjadi akselerator pembangunan.
“Danantara harus segera menyalurkan dana dividen yang ada. Jika terus mengendap, maka sama saja kita menyia-nyiakan momentum pemulihan dan pertumbuhan ekonomi,” pungkas Mulyadi.