Harga Batu Bara Menyebabkan Kekhawatiran Pasokan Listrik

Jumat, 11 Juli 2025 | 09:13:53 WIB
Harga Batu Bara Menyebabkan Kekhawatiran Pasokan Listrik

JAKARTA - Harga batu bara Newcastle melejit sejak tanggal 10 Juli 2025, mencerminkan dinamika ketat antara pasokan yang stabil dan permintaan listrik global yang kian membara. Harga untuk Juli naik US$ 0,75 mencapai US$ 111 per ton, kontrak Agustus naik US$ 0,6 jadi US$ 113,5, serta kontrak September merangkak naik US$ 0,5 menjadi US$ 114,6 per ton. Lonjakan ini bukan sekadar angka—melainkan cerminan tekanan nyata dari sektor energi dunia.

Lead Baru: Harga Batu Bara Tak Lagi Isolasi Statistik

Harga Newcastle menggambarkan lebih dari sekadar nilai indeks—itu adalah respons pasar terhadap lonjakan permintaan listrik global dan ketidakseimbangan pasokan. Permintaan dari negara seperti China, India, serta kawasan Asia Tenggara terus meningkat seiring pertumbuhan ekonomi, penggunaan pendingin udara, dan ekspansi data center skala besar.

Dalam konteks global, sektor pembangkit listrik menjadi pendorong utama kenaikan harga batu bara. Menurut laporan IEA, lebih dari dua pertiga konsumsi batu bara global digunakan untuk kelistrikan. Pada tahun 2024, konsumsi global mencapai rekor tertinggi—8,77 miliar ton—dengan pertumbuhan sekitar 1,2% (atau 123 juta ton) dibandingkan tahun sebelumnya

Asia Menjadi Pusat Gejolak Harga dan Permintaan

Pengguna utama batu bara adalah negara-negara Asia berkembang. China menyumbang hampir 60% total konsumsi global dan meningkat sekitar 1,2% pada 2024. Di India, konsumsi meningkat 5,5% karena dorongan industri dan pemenuhan kebutuhan daya pendingin saat gelombang panas—menambahkan konsumsi 40 Mtce pada tahun itu

Sementara itu, permintaan dari ASEAN, termasuk Indonesia, Filipina, dan Vietnam, tumbuh hampir 8% pada 2024, terutama untuk pembangkit listrik berbasis batu bara. Tren ini memperkuat tekanan kenaikan harga global, bahkan ketika produksi bersamaan meningkat.

Pasokan Stabil, Harga Tetap Menguat

Kondisi pasokan global tergolong kuat—produksi China, India dan Indonesia terus bertambah, menciptakan ketersediaan stok yang tinggi. Namun meskipun pasokan relatif stabil, harga batu bara tetap tinggi akibat permintaan elektrikal yang terus bertambah, terlebih di tengah cuaca ekstrem dan kebutuhan energi tak terdugaI

Menurut analisis World Bank, tren harga mungkin akan menurun sebesar 12–27% selama dua tahun ke depan jika pasokan tetap tinggi dan pertumbuhan permintaan melambat. Namun, risiko kenaikan tetap terbuka jika konsumsi di Tiongkok dan India tak terkendali.

Mengapa Newcastle Turun ke US$114,6 Itu Berarti

Kontrak Newcastle bukan hanya spekulasi: harganya mencerminkan tekanan nyata di pasar. Saat ini berada di kisaran US$ 111‑114 per ton untuk pengiriman Juli hingga September, naik secara konsisten dibanding hari sebelumnya. Meskipun demikian, patokan Newcastle masih relatif lebih rendah dibanding harga puncak US$ 457,80 pada September 2022.

Namun kenaikan harian US$ 0,75 atau US$ 0,6 menjadi sinyal bahwa pasar masih menuntut batu bara dengan agresif. Ini terjadi meski stok global tidak menipis, terutama karena kebutuhan listrik meningkat mendadak di Asia, diiringi perlambatan energi bersih yang belum sepenuhnya mengimbangi lonjakan konsumsi.

Faktor Listrik: Gelombang Panas, AI, dan Pusat Data

Lonjakan konsumsi listrik tidak hanya karena kebutuhan rumah tangga. Pertumbuhan sektor teknologi—terutama pusat data yang melibatkan kecerdasan buatan dan cloud computing—menambah tekanan permintaan energi. Diperkirakan kebutuhan listrik global dari data center bisa melebihi 35 GW pada 2030, hampir dua kali lipat dari 2022.

Selain itu, cuaca ekstrem seperti gelombang panas di China dan India memaksa penggunaan AC masif, sementara output energi terbarukan seperti hidropower sempat menurun saat kekeringanI. Dalam kondisi tersebut, batu bara menjadi “penyelamat energi”—meski harganya kini meningkat.

Proyeksi ke Depan: Apakah Masih Bisa Turun?

Laporan IEA menyebutkan bahwa konsumsi batu bara global kemungkinan stabil hingga 2025 dan mulai menurun setelah puncaknya tercapai, terutama seiring energi terbarukan berkembang. Namun Asia tetap menjadi variabel dominan: jika ekonomi di Tiongkok atau India tumbuh lebih kuat dari prediksi, harga mungkin tetap tinggi.

Menurut World Bank, penurunan harga mungkin terjadi 2025–2026, tapi dengan prospek saldo risiko yang seimbang—kejadian ekstrem atau permintaan tak terduga bisa menahan harga tetap tinggi.

Ketegangan Pasokan dan Energi Menopang Harga

Kenaikan harga batu bara Newcastle ke level US$ 111‑114 per ton bukan kebetulan: itu hasil dari ketegangan nyata antara pasokan global yang masih mencukupi dan permintaan listrik yang meningkat drastis. Asia—dengan China dan India sebagai motor utama—menjadi pusat konflik antara kebutuhan energi dan tekanan inflasi harga komoditas.

Kenaikan harga ini memberi sinyal bahwa dunia masih tergantung pada batu bara dalam jangka menengah, meski transformasi energi berlangsung. Dan besarnya tekanan di sektor kelistrikan global kemungkinan akan terus menekan harga batu bara, menjaga tren yang mengarah pada stabilitas sampai pertengahan dekade ini.

Terkini

Mutasi Kendaraan ke Banten Kini Gratis

Jumat, 11 Juli 2025 | 16:11:33 WIB

Aceh Kembangkan Arun Jadi Pusat Transisi Energi

Jumat, 11 Juli 2025 | 16:15:09 WIB

Batam Dilirik Korea untuk Industri Daur Ulang Oli

Jumat, 11 Juli 2025 | 16:22:01 WIB

Promo Pelni Dongkrak Wisata Laut Semarang

Jumat, 11 Juli 2025 | 16:24:53 WIB