JAKARTA - Dalam percaturan dunia yang bergerak cepat, penuh perubahan dan tidak pasti, gagasan mengenai transformasi bangsa tidak lagi hanya berkutat pada industrialisasi atau pembangunan fisik semata. Justru, elemen fundamental yang perlu ditanamkan adalah sikap mental sebagai bangsa pembelajar. Itulah pemikiran yang digaungkan oleh Anies Baswedan dalam sebuah wawancara yang ditayangkan di kanal YouTube Cania Citta, seperti dikutip dari KBA News.
Dalam diskusi yang sarat pemikiran tersebut, Anies menekankan bahwa kunci kemajuan suatu negara di era global saat ini adalah kemampuannya untuk terus belajar, beradaptasi, dan berinovasi. Menurutnya, Indonesia tidak cukup hanya mengandalkan sumber daya alam atau populasi besar. Yang lebih penting adalah menjadikan learning nation sebagai identitas baru bangsa.
“Banyak negara meninggalkan label less industrialized countries dan bertransformasi menjadi bangsa pembelajar. Singapura, misalnya, menyebut dirinya a learning nation,” ujar Anies, mantan Gubernur DKI Jakarta itu.
Pernyataan ini mencerminkan pemikiran jangka panjang yang berpijak pada kebutuhan untuk membangun masyarakat yang aktif dalam menyerap, mengembangkan, dan mendistribusikan pengetahuan. Sebuah bangsa pembelajar bukan sekadar memiliki banyak sekolah atau universitas, melainkan masyarakat yang menjadikan belajar sebagai kultur kolektif.
Kebangkitan Bangsa Pembelajar di Tengah Gejolak Global
Konsep learning nation bukan hal baru di dunia internasional. Negara-negara seperti Singapura, Finlandia, Korea Selatan, dan bahkan Rwanda telah memposisikan pendidikan dan pembelajaran sebagai mesin penggerak utama pembangunan mereka. Dalam hal ini, Anies mendorong agar Indonesia tidak tertinggal dan berani mengambil langkah serupa.
Di tengah kompleksitas tantangan global—mulai dari perubahan iklim, digitalisasi, transformasi pasar tenaga kerja, hingga ancaman disinformasi—kemampuan untuk belajar secara cepat dan akurat menjadi kebutuhan mutlak. Indonesia, sebagai negara dengan populasi lebih dari 270 juta jiwa dan keberagaman budaya, memiliki potensi besar untuk menjadi pusat pembelajaran dunia, asalkan dikelola dengan visi yang kuat.
Menurut Anies, pendekatan lama yang mengandalkan pengulangan, hafalan, dan ketertiban administratif sudah tidak lagi cukup. Sistem pendidikan dan ekosistem pengetahuan harus dirancang ulang agar lebih mendorong eksplorasi, pemikiran kritis, dan kreativitas.
“Transformasi ini bukan hanya urusan sekolah atau guru. Ini adalah gerakan budaya, bahwa masyarakat Indonesia harus melihat belajar sebagai bagian dari hidup, bukan hanya kewajiban akademik,” ujar Anies dalam wawancara tersebut.
Dari Retorika Menuju Kebijakan Nyata
Gagasan menjadikan Indonesia sebagai bangsa pembelajar tentunya tidak bisa berhenti di tataran ide atau retorika. Harus ada kebijakan publik yang dirancang untuk mendukung visi tersebut. Salah satunya adalah membangun akses pengetahuan yang merata, memperkuat pelatihan vokasi dan literasi digital, serta memperluas partisipasi masyarakat dalam proses pembelajaran sepanjang hayat (lifelong learning).
Anies, yang juga dikenal sebagai mantan Menteri Pendidikan dan pendiri gerakan Indonesia Mengajar, memiliki rekam jejak panjang dalam isu pendidikan dan transformasi sosial. Dalam berbagai kesempatan, ia konsisten menyuarakan pentingnya pendidikan sebagai instrumen keadilan sosial dan kemajuan bangsa.
Mendorong Indonesia menjadi learning nation juga berarti membentuk ekosistem kolaboratif antara pemerintah, sektor swasta, institusi pendidikan, komunitas, hingga media. Dalam konteks ini, peran teknologi digital menjadi strategis untuk mempercepat pemerataan pengetahuan, terutama di wilayah-wilayah terpencil.
Belajar sebagai Identitas Bangsa
Menjadikan Indonesia sebagai bangsa pembelajar berarti menanamkan keyakinan bahwa belajar bukan hanya untuk mendapatkan pekerjaan atau gelar, tetapi sebagai proses memanusiakan manusia dan membangun martabat kolektif bangsa.
Dalam wawancaranya, Anies mencontohkan bagaimana negara-negara kecil seperti Singapura mampu menjadi pusat ekonomi dan teknologi karena keberhasilannya menjadikan belajar sebagai kebiasaan sosial. Mereka tidak hanya mengejar angka pertumbuhan, tetapi juga kualitas manusia yang terus berkembang.
“Singapura itu kecil, sumber daya alamnya terbatas. Tapi karena menjadikan dirinya a learning nation, mereka bisa melompat jauh,” kata Anies.
Jika Indonesia ingin menjadi pemain global yang disegani, maka perubahan besar harus dimulai dari cara berpikir. Pendidikan bukan hanya tanggung jawab negara, tetapi juga tanggung jawab warga negara. Dalam pengertian ini, orang tua, komunitas, hingga pengambil kebijakan harus berani menjadi bagian dari gerakan belajar nasional.
Menciptakan Ekosistem Pembelajar dari Desa hingga Kota
Transformasi menuju bangsa pembelajar tidak akan terjadi tanpa intervensi nyata pada struktur sosial yang ada. Pemerataan kualitas sekolah, pelatihan guru, pembaruan kurikulum, dan penguatan literasi di tingkat komunitas harus menjadi prioritas.
Dalam konteks ini, teknologi menjadi jembatan utama. Namun, Anies mengingatkan bahwa digitalisasi harus selalu dibarengi dengan pendampingan sosial dan penguatan karakter. “Kalau kita hanya fokus pada infrastruktur tanpa perubahan paradigma, maka hasilnya akan tetap timpang,” ucapnya.
Selain itu, pembelajaran juga harus kontekstual dengan kebutuhan lokal. Masyarakat desa, misalnya, bisa menjadi pusat inovasi pertanian jika dibekali dengan akses informasi dan teknologi tepat guna. Sementara kota-kota besar bisa diarahkan menjadi pusat riset, industri kreatif, dan inovasi digital.
Dari Gagasan Menuju Gerakan Nasional
Pernyataan Anies Baswedan mengenai Indonesia sebagai learning nation adalah ajakan reflektif sekaligus seruan untuk bertindak. Dunia tidak menunggu. Bangsa-bangsa yang tidak belajar akan tertinggal.
Transformasi menuju bangsa pembelajar bukan proyek jangka pendek, melainkan sebuah gerakan kebudayaan yang membutuhkan kesadaran, keberanian, dan konsistensi. Dari ruang kelas hingga ruang rapat, dari desa hingga ibu kota, semua harus terlibat dalam menciptakan Indonesia yang adaptif, kritis, dan haus akan ilmu.
Seperti kata Anies dalam wawancara itu, “Banyak negara telah membuktikan bahwa bangsa pembelajar adalah bangsa pemenang. Pertanyaannya, kapan Indonesia menyusul?”