JAKARTA - Jalur Pantura yang menghubungkan sejumlah kota pesisir di Pulau Jawa tidak hanya menjadi tulang punggung lalu lintas darat, tetapi juga menyimpan kekayaan rasa yang jarang dijumpai di tempat lain. Di tengah riuhnya kendaraan yang melintas, para pelancong kerap menemukan kejutan kuliner yang tak disangka dan salah satunya adalah ikan bakar Etong.
Di sepanjang Kecamatan Kandanghaur, Kabupaten Indramayu, aroma ikan bakar yang mengepul dari warung-warung pinggir jalan menjadi penanda bahwa Anda sedang berada di wilayah yang menjadikan laut sebagai dapur utama. Ikan Etong, yang juga dikenal sebagai ikan Baronang, kini naik daun dan menjadi buruan para pencinta seafood.
Kelezatan sajian ini tak lepas dari karakteristik alami ikan Etong itu sendiri. Dagingnya yang tebal dan empuk, ditambah dengan rasa gurih alami, membuatnya menjadi bahan yang sempurna untuk dibakar. Terlebih, pembakaran dengan bumbu rempah khas membuat aromanya makin menggugah selera bahkan sebelum disajikan di meja.
Sebagai jenis ikan laut yang hidup di kedalaman 10 hingga 50 meter, Etong banyak ditemukan di wilayah perairan dangkal dengan ekosistem terumbu karang dan vegetasi laut yang subur. Habitat ini membuat populasinya melimpah di sekitar perairan Indramayu. Ciri tubuhnya yang pipih dengan warna keperakan dan sirip mencolok membuatnya mudah dikenali, bahkan bagi konsumen awam.
Mukidin, salah satu penjual ikan bakar yang membuka lapaknya di jalur Pantura, mengungkapkan bahwa Etong kini menjadi primadona di antara berbagai jenis ikan laut yang ditawarkan.
“Kebanyakan para pembeli memilih ikan bakar Etong dibandingkan dengan yang lainnya. Untuk harga ikan bakar Etong dibanderol Rp75.000, sudah termasuk nasi, lalapan, dan sambal,” ujarnya.
Harga ini tentu cukup bersahabat jika dibandingkan dengan pengalaman kuliner yang ditawarkan. Proses pembakaran yang dilakukan dengan sabar dan penuh perhatian, ditambah bumbu yang dioleskan secara berulang agar meresap hingga ke serat daging, menjadi daya tarik tersendiri. Saat disajikan, paduan rasa gurih, sedikit manis, dan rempah yang kompleks langsung memanjakan lidah.
Popularitas ikan Etong tidak hanya terbatas pada warga lokal. Para pelancong dari luar daerah juga mulai menjadikannya sebagai kuliner wajib coba ketika melewati jalur Pantura. Salah satunya adalah Jery, warga Jakarta yang mengaku baru pertama kali mencicipi ikan ini saat sedang dalam perjalanan lintas kota.
“Baru pertama kali makan ikan bakar Etong, ternyata enak juga ya. Apalagi bumbu rempah yang dioleskan di ikannya sangat meresap sekali. Soal harga nomer dua, yang penting rasanya sangat menggugah selera,” ujar Jery, puas.
Daya tarik kuliner lokal seperti ikan Etong tidak hanya memperkaya pengalaman perjalanan, tetapi juga memperkuat identitas gastronomi pesisir yang selama ini kurang terekspos. Indramayu, selama ini dikenal dengan mangga dan sentra perikanannya, kini mulai memperlihatkan kekayaan kuliner laut yang potensial menjadi daya tarik wisata kuliner.
Sebagaimana yang dikatakan banyak pakar pariwisata, destinasi bukan hanya soal tempat yang dikunjungi, tetapi juga tentang pengalaman yang dibawa pulang. Dalam konteks itu, kuliner memiliki peran strategis sebagai pintu masuk yang efektif bagi wisatawan untuk mengenal budaya dan kehidupan lokal secara lebih dekat. Ikan bakar Etong pun menjadi contoh konkret bagaimana rasa bisa menjadi jembatan antara identitas lokal dan pelancong yang datang dari jauh.
Fenomena kuliner ini juga membawa dampak positif bagi pelaku usaha kecil dan menengah (UMKM) di sepanjang jalur Pantura. Dengan meningkatnya minat masyarakat terhadap ikan Etong, banyak pedagang yang mampu meningkatkan pendapatan mereka secara signifikan, terutama di musim libur dan akhir pekan.
Tak hanya itu, kehadiran sajian khas seperti ikan Etong turut mendorong kesadaran masyarakat akan pentingnya menjaga kelestarian ekosistem laut. Dengan suplai ikan yang stabil, para pelaku usaha menjadi lebih terdorong untuk menjaga praktik penangkapan ikan yang berkelanjutan.
Bagi masyarakat Indramayu sendiri, ikan bakar Etong bukan hanya sekadar makanan, tetapi bagian dari warisan kuliner yang mewakili keseharian dan hubungan erat mereka dengan laut. Sajian ini hadir bukan dari dapur mewah, melainkan dari tangan-tangan terampil yang terbiasa bekerja dengan hasil laut setiap hari.
Jika Anda kebetulan melintas di jalur Pantura, sempatkanlah untuk berhenti sejenak di Kandanghaur atau sekitarnya. Duduklah di warung-warung sederhana yang berjejer di pinggir jalan, pesanlah seporsi ikan Etong bakar, dan nikmati sensasi rasa yang tak mudah ditemukan di tempat lain.
Sebab dalam setiap gigitan, Anda akan merasakan bukan hanya cita rasa rempah, tetapi juga semangat masyarakat pesisir yang hidup berdampingan dengan laut. Sebuah cerita kelezatan yang lahir dari kedalaman laut dan berakhir hangat di atas piring Anda.