Bisnis Sewa Mainan, Gaya Hidup Baru Keluarga Urban

Selasa, 15 Juli 2025 | 09:58:28 WIB
Bisnis Sewa Mainan, Gaya Hidup Baru Keluarga Urban

JAKARTA - Di tengah tekanan ekonomi yang kian kompleks, para orang tua di perkotaan kini menemukan cara baru yang lebih bijak dalam memenuhi kebutuhan anak-anak mereka, khususnya dalam hal hiburan dan edukasi. Daripada terus-menerus membeli mainan yang hanya digunakan sebentar, tren menyewa mainan kini kian menguat dan menjadi solusi yang rasional, hemat, serta sesuai dengan gaya hidup urban.

Tak sekadar tren musiman, kebiasaan menyewa mainan mencerminkan perubahan sikap konsumen terutama keluarga muda yang kini lebih peduli pada efisiensi ruang, keberlanjutan ekonomi rumah tangga, serta fleksibilitas dalam mengikuti perkembangan anak. Menyewa mainan memungkinkan orang tua untuk menyesuaikan jenis permainan dengan tahap pertumbuhan si kecil, tanpa harus mengeluarkan biaya besar setiap kali anak kehilangan minat.

Fenomena ini semakin menjamur di kota-kota besar seperti Jakarta, Surabaya, dan Bandung. Bukan tanpa alasan, harga mainan edukatif berkualitas bisa mencapai jutaan rupiah, namun masa pakainya relatif singkat karena anak-anak cenderung cepat bosan. Di sinilah jasa penyewaan mainan mengambil peran.

“Anak-anak biasanya hanya tertarik pada mainan baru selama dua hingga empat minggu. Setelah itu, mereka mulai kehilangan minat. Maka daripada menumpuk mainan yang jarang digunakan, menyewa jadi pilihan yang jauh lebih ekonomis dan praktis,” ujar Lidya Susanti, pemilik Emily Toys Rental yang berbasis di Jakarta.

Lidya memulai bisnis ini sejak 2018, berangkat dari kegemarannya dan suami terhadap dunia anak. Namun, seiring waktu, ia menyadari bahwa kebiasaan menyewa mainan bisa menjadi ceruk bisnis yang menjanjikan. Saat ini, Emily Toys Rental telah menjadi salah satu penyedia utama jasa sewa mainan di wilayah Jabodetabek, dengan pelanggan mulai dari orang tua individu, perusahaan, hingga penyelenggara acara anak.

Dalam sebulan, Lidya mampu menyewakan hingga 300 unit mainan dengan cakupan layanan ke Jakarta, Depok, Tangerang, dan Bekasi. Mayoritas koleksinya terdiri dari mainan edukatif, seperti Montessori tools, sensory play kits, ride-on toys, dan wahana indoor yang dirancang untuk menunjang tumbuh kembang anak. “Kami mengategorikan mainan berdasarkan usia dan fungsi stimulasinya. Jadi orang tua bisa lebih mudah memilih sesuai kebutuhan perkembangan anak mereka,” jelasnya.

Harga sewa yang ditawarkan pun variatif, tergantung jenis mainan. Misalnya, Lego Bouncy dihargai mulai dari Rp500.000 hingga Rp5 juta, sementara mainan sensory atau Montessori berkisar antara Rp1 juta hingga Rp4 juta. Dengan sistem deposit dan jadwal penyewaan yang fleksibel, orang tua merasa lebih leluasa dan nyaman.

Yang menarik, lonjakan permintaan sempat terjadi saat pandemi Covid-19. Aktivitas anak-anak yang dibatasi di rumah mendorong orang tua untuk menyediakan sarana bermain yang mendidik. Namun kini, permintaan mulai stabil dengan porsi yang terbagi rata antara kebutuhan rumah dan event.

Tak hanya Emily Toys, pelaku usaha lain seperti Ryuga Toys Rental di Jakarta Barat juga melihat peluang serupa. Meski mengakui tren sewa mainan kini sedikit menurun, Ririn selaku pengelola Ryuga tetap optimistis. “Kami masih fokus pada layanan daring. Potensinya tetap besar, asalkan pemasaran digital dan edukasi ke orang tua terus dijalankan,” katanya.

Keduanya sepakat bahwa bisnis ini punya masa depan cerah karena kebutuhan bermain anak tidak pernah berhenti. Dari bayi hingga anak usia sekolah, kebutuhan stimulasi terus berkembang, yang berarti permintaan akan jenis mainan juga terus berganti.

Di balik geliat bisnis ini, para ahli pun memberikan catatan penting. Psikolog Klinis Rolla Apnoza menekankan bahwa hakikat bermain bukan pada jumlah atau mahalnya mainan, melainkan pada proses bermain itu sendiri. Aktivitas bermain adalah sarana utama bagi anak untuk mengembangkan aspek motorik, emosional, sosial, hingga kognitif.

“Orang tua sering salah kaprah, mengira makin banyak mainan makin baik. Padahal, yang lebih penting adalah keterlibatan mereka dalam proses bermain,” tegas Rolla. Ia menyarankan agar anak diberi satu mainan dalam satu waktu, agar fokus dan stimulasi tetap optimal. “Dan yang terpenting, dampingi mereka. Itulah jembatan komunikasi yang sesungguhnya,” tambahnya.

Rolla juga menyebut bahwa benda sehari-hari pun bisa jadi media bermain yang efektif mulai dari panci di dapur hingga permainan pura-pura dengan barang bekas. Intinya, orang tua aktif berperan.

Melalui pendekatan inilah, bisnis sewa mainan mendapat tempat di hati keluarga urban. Tak hanya soal hemat, tapi juga karena fleksibilitas dan kesadaran untuk mendukung tumbuh kembang anak tanpa menimbulkan penumpukan barang yang mubazir.

Kehadiran pelaku usaha seperti Lidya dan Ririn membuktikan bahwa dengan pendekatan yang tepat dan nilai edukatif yang kuat, sektor ini bisa berkembang menjadi ekosistem yang tak hanya menguntungkan secara ekonomi, tetapi juga mendidik secara sosial.

Bagi keluarga urban yang makin selektif dalam belanja dan gaya hidup, menyewa mainan bukan lagi alternatif melainkan pilihan cerdas dalam mendampingi tumbuh kembang anak secara lebih bijak dan bertanggung jawab.

Terkini