JAKARTA - Otoritas Jasa Keuangan (OJK) kembali menunjukkan komitmennya dalam menjaga integritas industri pasar modal dengan menerbitkan aturan baru yang menyoroti pengendalian internal dan tata perilaku perusahaan efek. Kebijakan ini diharapkan mampu memberikan perlindungan lebih kuat kepada investor seiring dengan meningkatnya kompleksitas kegiatan usaha di sektor pasar modal.
Melalui Peraturan Otoritas Jasa Keuangan (POJK) Nomor 13 Tahun 2025 tentang Pengendalian Internal dan Perilaku Perusahaan Efek, OJK memperbarui standar pengawasan bagi perusahaan yang beroperasi sebagai Penjamin Emisi Efek (PEE) dan Perantara Pedagang Efek (PPE), termasuk Perusahaan Efek Daerah (PED) maupun PPE yang bermitra sebagai pemasaran efek.
POJK ini menjadi respons OJK terhadap perubahan signifikan yang terjadi di industri sekuritas. Tidak hanya dari sisi pertumbuhan volume transaksi, tetapi juga dari pesatnya perkembangan produk, proses bisnis, budaya kerja, dan tata kelola layanan yang melibatkan teknologi informasi.
Lahirnya POJK 13/2025 tidak hanya ditujukan untuk menyempurnakan pengendalian internal perusahaan efek, tetapi juga menyasar pembentukan budaya perusahaan yang sehat dan berorientasi pada kepentingan investor. Salah satunya adalah dengan memperkuat peran uji tuntas yang wajib dilakukan PEE sebelum membantu calon emiten melakukan penawaran umum. Langkah ini dianggap krusial untuk memastikan kualitas emiten yang hadir di pasar modal semakin baik.
“POJK ini mengatur pengendalian internal dan perilaku PEE, termasuk kewajiban melakukan uji tuntas terhadap calon Emiten yang akan melakukan penawaran umum serta pengelolaan potensi benturan kepentingan,” terang OJK dalam keterangannya.
Aspek manajemen risiko juga mendapatkan perhatian serius dalam beleid terbaru ini. Terlebih, pesatnya penggunaan teknologi informasi membuat perusahaan efek kini lebih rentan terhadap potensi gangguan operasional maupun risiko keamanan data. Oleh sebab itu, POJK ini menetapkan adanya kewajiban bagi perusahaan efek dalam pengelolaan risiko TI, termasuk pengaturan dalam penggunaan jasa pihak ketiga sebagai penyedia layanan teknologi.
Selain pengendalian internal secara konvensional, POJK 13/2025 juga mengatur praktik baru yang kini mulai banyak ditemui di pasar modal, seperti keterlibatan pegiat media sosial. Perusahaan efek yang menjalin kerja sama promosi dengan influencer atau konten kreator diwajibkan memenuhi ketentuan izin dan standar perilaku tertentu agar tidak menyesatkan publik.
Seluruh pengaturan ini diarahkan untuk memperkuat perlindungan investor dari berbagai sisi. Baik dari peningkatan kualitas emiten, pengelolaan konflik kepentingan, penguatan fungsi internal perusahaan efek, hingga tata kelola kerja sama pemasaran melalui media sosial.
OJK menyebutkan secara rinci ruang lingkup pengaturan POJK 13/2025 yang antara lain meliputi:
Fungsi wajib yang harus dimiliki oleh Penjamin Emisi Efek (PEE),
Perilaku PEE terkait kewajiban serta larangan dan penanganan benturan kepentingan,
Fungsi wajib yang harus dimiliki oleh Perantara Pedagang Efek (PPE), termasuk fungsi pengelolaan teknologi informasi,
Pengaturan tata kelola dan manajemen risiko Teknologi Informasi,
Fungsi wajib yang harus ada pada mitra pemasaran PPE,
Fungsi wajib Perusahaan Efek Daerah (PED),
Pengaturan pembatasan akses terhadap fungsi PEE dan PPE,
Alih daya fungsi PPE,
Perilaku PPE dan PED, termasuk ketentuan kerja sama dengan pegiat media sosial.
Aturan ini diundangkan pada 11 Juni 2025 dan akan resmi berlaku enam bulan kemudian, yakni mulai 11 Desember 2025. Dengan masa transisi tersebut, perusahaan efek diharapkan memiliki waktu yang cukup untuk melakukan penyesuaian internal agar sesuai dengan ketentuan terbaru.
OJK menegaskan, implementasi POJK 13/2025 akan diawasi secara ketat. Lembaga pengawas sektor keuangan ini berkomitmen melakukan evaluasi rutin guna memastikan seluruh perusahaan efek melaksanakan ketentuan tersebut dengan baik.
“Pengaturan terkait pengendalian internal dan perilaku Perusahaan Efek dalam POJK ini diharapkan dapat meningkatkan dan memperkuat aspek pelindungan investor di Pasar Modal dari aspek peningkatan kualitas Emiten, mitigasi benturan kepentingan dalam penawaran umum, penguatan fungsi-fungsi pada PEE maupun PPE, maupun penggunaan media sosial dalam pelaksanaan kegiatan Perusahaan Efek,” jelas OJK.
OJK juga menegaskan bahwa perbaikan kualitas tata kelola dan pengendalian internal menjadi salah satu kunci utama dalam mendorong pertumbuhan pasar modal yang berkelanjutan. Lewat pengaturan yang lebih rinci ini, regulator berharap pelanggaran yang berpotensi merugikan investor bisa diminimalisasi sedini mungkin.
Selain itu, OJK menyatakan akan terus melakukan pengawasan aktif dan terbuka terhadap dinamika industri, khususnya terhadap dampak implementasi POJK baru ini. Semua ini ditujukan agar aturan tersebut memberikan manfaat optimal tidak hanya bagi perusahaan efek, tetapi juga untuk meningkatkan kepercayaan publik terhadap pasar modal Indonesia secara menyeluruh.
Dengan langkah penguatan pengawasan ini, OJK ingin memastikan bahwa pertumbuhan pasar modal tidak hanya mengutamakan kuantitas, namun juga kualitas yang menjamin kenyamanan dan keamanan investor dalam bertransaksi.