Pertarungan Mahadahsyat di UFC 319: Du Plessis Hadapi Tembok Bernama Chimaev

Selasa, 15 Juli 2025 | 14:09:23 WIB
Pertarungan Mahadahsyat di UFC 319: Du Plessis Hadapi Tembok Bernama Chimaev

JAKARTA - Pertarungan kelas menengah antara Khamzat Chimaev dan Dricus du Plessis di UFC 319 menjadi sorotan utama para pecinta mixed martial arts (MMA). Dua nama besar yang masing-masing membawa keunggulan berbeda akan bentrok dalam laga perebutan gelar juara dunia pada 16 Agustus 2025. Namun, menjelang duel panas ini, nama Chimaev mencuat sebagai unggulan kuat, dengan dominasi statistik dan gaya bertarung yang dianggap lebih eksplosif dibanding lawannya.

Meski belum pernah bertemu di oktagon sebelumnya, kontras gaya bertarung keduanya sudah menciptakan banyak perbincangan. Chimaev, yang berjuluk “Borz”, membawa aura menakutkan dengan rekor tak terkalahkan dan performa agresif sejak debutnya di UFC. Ia bukan hanya menang, tapi menang dengan meyakinkan, sering kali menyelesaikan laga sebelum bel berbunyi panjang.

Di atas kanvas oktagon, gaya Chimaev memadukan kekuatan gulat khas Dagestan dengan ground and pound mematikan. Ia juga lihai melakukan transisi antara striking dan grappling secara cepat, yang membuat banyak lawan kehilangan momentum dan kesulitan menemukan ritme serangan. Ini bukan semata soal kekuatan, tetapi tentang bagaimana seorang petarung mampu mendikte jalannya pertandingan.

Salah satu momen yang memperkuat statusnya sebagai penantang serius adalah kemenangan atas Robert Whittaker. Dalam laga tersebut, Chimaev tak hanya memperlihatkan daya tahan fisik dan kekuatan pukulan, tetapi juga kecerdasan taktis sebagai petarung. Banyak analis mencatat, IQ bertarung Chimaev terus berkembang dan menjadi modal utama dalam setiap pertarungan krusialnya.

“Dia membuat lawan bermain di dunianya. Saat dia menekan, lawan tak punya pilihan selain bertahan. Du Plessis harus benar-benar siap mental untuk tidak panik,” ujar Javier Mendez, pelatih legendaris MMA dan mantan juara dunia, mengenai gaya dominasi Chimaev.

Secara statistik, dominasi Chimaev juga terkonfirmasi. Ia memiliki rata-rata 6 takedown per pertarungan dengan tingkat akurasi lebih dari 50 persen. Untuk divisi kelas menengah, angka tersebut sangat tinggi dan mengindikasikan bahwa Chimaev bukan hanya agresif, tapi juga efisien. Keterampilan ini memberinya kendali atas ritme dan arah pertarungan, dan menjadi senjata utama dalam menghadapi striker seperti du Plessis.

Namun demikian, Dricus du Plessis juga bukan lawan sembarangan. Petarung asal Afrika Selatan itu punya gaya menyerang yang frontal dan agresif. Ia dikenal memiliki volume pukulan tinggi, daya tahan luar biasa, serta kemampuan menyudutkan lawan dengan tekanan konstan. Meski sebagian pengamat menyebut ia belum teruji melawan petarung bergaya wrestling seperti Chimaev, kecepatan tangan dan power-nya tak bisa diabaikan begitu saja.

Du Plessis mampu mengimbangi tekanan selama lima ronde dan memiliki pukulan yang dapat mengakhiri laga dalam sekejap. Gaya bertarungnya yang selalu ingin berada di depan membuat laga melawan Chimaev ini dipastikan berlangsung sengit. Ia tak takut adu jotos, dan justru semakin panas ketika lawan mengajaknya bertarung terbuka.

Namun pertanyaan terbesar adalah: bisakah du Plessis menghentikan alur permainan Chimaev yang penuh tekanan sejak awal? Beberapa analis meragukan. Jika Chimaev mampu mengambil alih kendali sejak ronde pertama dengan takedown dan kontrol di bawah, maka peluang du Plessis akan semakin kecil untuk mengembangkan ritmenya sendiri.

Persiapan Chimaev untuk laga ini juga menjadi perhatian. Ia menjalani kamp pelatihan intensif di Amerika Serikat dan dikabarkan membawa sparring partner dari berbagai disiplin, termasuk mantan juara UFC. Tidak tanggung-tanggung, beberapa laporan menyebut Chimaev berlatih hingga lima kali sehari, dengan fokus utama pada penguatan stamina dan eksplosivitas teknik gulat.

Ini menunjukkan bahwa meski diunggulkan, Chimaev tetap mengambil duel ini dengan sangat serius. Ia tahu betul bahwa laga ini bukan sekadar pertarungan biasa, melainkan kesempatan untuk mengukuhkan posisinya sebagai penguasa baru kelas menengah UFC. Dalam banyak wawancara, ia menekankan misi utamanya: merebut sabuk juara dan mempertahankannya dalam waktu lama.

Dengan semua persiapan tersebut, Chimaev memang tampil sebagai favorit. Namun MMA selalu penuh kejutan. Sebuah pukulan bersih dari du Plessis bisa saja mengubah jalannya laga. Justru karena itu, pertarungan ini begitu dinanti dua pendekar dengan gaya dan latar belakang berbeda, dipertemukan dalam laga yang bisa menjadi salah satu yang terbaik di 2025.

Para penggemar menunggu jawaban: apakah Chimaev akan benar-benar menjelma menjadi raja baru UFC, atau justru du Plessis yang mampu membalikkan prediksi dan mempermalukan sang unggulan di depan jutaan penonton. Yang jelas, UFC 319 sudah sah menjadi momen penentu arah baru di divisi kelas menengah.

Terkini