JAKARTA - Penerapan aturan pemungutan Pajak Penghasilan (PPh) Pasal 22 terhadap merchant e-commerce kembali jadi perbincangan hangat di tengah masyarakat. Namun, otoritas perpajakan memastikan langkah ini tidak akan membebani masyarakat sebagai konsumen.
Direktur Jenderal Pajak Bimo Wijayanto menegaskan, kebijakan yang tertuang dalam Peraturan Menteri Keuangan (PMK) Nomor 37 Tahun 2025 sejatinya tidak menimbulkan kewajiban pajak baru bagi penjual maupun konsumen. Menurutnya, merchant sudah sewajarnya menghitung kewajiban pajak mereka dalam aktivitas usahanya.
“Enggak ada (kenaikan harga), ini bukan pajak baru, tidak akan menaikkan harga,” ujar Bimo saat ditemui di Gedung DPR RI.
- Baca Juga Bisnis Rumahan Untung Besar, Modal Minim
Bimo menambahkan, selama ini merchant e-commerce telah memperhitungkan aspek pajak secara internal. Adanya skema pemungutan oleh platform hanyalah perubahan tata cara penyetoran pajak, bukan menambah beban baru.
“Platform kan sudah jelas harganya, mereka sudah menghitung kewajiban perpajakan. Tanpa melalui pemungutan platform pun mereka juga harus comply,” jelasnya.
Penegasan Prinsip Keadilan Perpajakan
Bimo menegaskan bahwa aturan baru tersebut merupakan bagian dari upaya pemerintah menjalankan prinsip keadilan pajak. Seluruh pelaku usaha, termasuk yang bergerak di platform digital, diharapkan memiliki tanggung jawab perpajakan yang setara sebagaimana wajib pajak lainnya.
“Policy itu sudah sangat fair sesuai dengan apa yang selama ini sebenarnya diimplementasikan,” pungkasnya.
Pelaku Industri Masih Berharap Masa Transisi
Di sisi lain, penerapan PMK 37/2025 mendapat perhatian khusus dari Asosiasi E-Commerce Indonesia (idEA). Melalui Sekretaris Jenderalnya, Budi Primawan, idEA menilai aturan ini memang tidak menciptakan jenis pajak baru. Hanya saja, perpindahan mekanisme pemungutan dari penjual ke platform digital diprediksi akan menimbulkan tantangan administratif, khususnya bagi pelaku usaha kecil.
“Marketplace memang tidak diwajibkan memverifikasi surat pernyataan omzet dari penjual. Namun, marketplace harus menyediakan sistem yang memungkinkan seller mengunggah dokumen tersebut ke sistem DJP. Surat tersebut wajib dicetak, ditandatangani, dan bermeterai,” kata Budi.
Menurut Budi, perubahan sistem ini membutuhkan persiapan dari sisi teknis platform serta edukasi menyeluruh kepada merchant.
UMKM Didorong Beradaptasi, idEA Usulkan Masa Transisi
idEA juga menilai bahwa pelaku UMKM, terutama yang masih belum familiar dengan administrasi digital, membutuhkan masa transisi yang memadai. Konsensus di kalangan marketplace menunjukkan bahwa proses adaptasi sistem serta edukasi bagi penjual membutuhkan waktu yang cukup panjang.
“Setidaknya dibutuhkan waktu transisi sekitar 1 tahun untuk persiapan platform agar benar-benar siap menjalankan peran sebagai pemungut pajak,” jelas Budi.
Walaupun aturan ini membebankan pemungutan pajak pada penjual, idEA mengingatkan adanya kemungkinan dalam praktik bisnis di lapangan, sebagian beban perpajakan ini bisa dialihkan oleh penjual kepada konsumen, bergantung pada strategi penjualan masing-masing.
Dinamika Pajak Digital: Fokus pada Transparansi
Implementasi PMK 37/2025 menjadi bagian dari dinamika pengawasan sektor digital yang kini semakin besar kontribusinya terhadap perekonomian. Pemerintah meyakinkan bahwa kebijakan ini akan memperluas basis pajak tanpa menghambat pertumbuhan industri digital.
Namun, idEA juga mengingatkan pemerintah untuk memastikan proses sosialisasi berjalan optimal agar pelaku usaha tidak mengalami kebingungan saat kebijakan mulai diterapkan. Terlebih bagi UMKM, tantangan administratif menjadi poin utama yang harus diantisipasi.
Pemerintah telah memastikan bahwa sektor-sektor tertentu seperti ojek online (ojol) dan penjual pulsa dikecualikan dari aturan ini. Fokus utama pengenaan PPh Pasal 22 menyasar merchant yang berjualan barang di platform e-commerce.
Dengan regulasi baru ini, Otoritas Jasa Keuangan (OJK) dan Direktorat Jenderal Pajak diharapkan bisa lebih optimal mengawasi praktik perpajakan di sektor digital sekaligus menjaga keadilan pajak tanpa menekan daya beli masyarakat.