JAKARTA - Kemudahan akses permodalan kembali diperluas pemerintah, kali ini menyasar sektor pengembang perumahan skala kecil yang tergolong dalam kategori Usaha Mikro, Kecil, dan Menengah (UMKM). Para pelaku usaha ini kini dapat memanfaatkan fasilitas Kredit Usaha Rakyat (KUR) dengan bunga ringan untuk mendukung aktivitas pembangunan rumah berskala menengah ke bawah.
Langkah ini merupakan bagian dari strategi besar pemerintah dalam mempercepat pertumbuhan sektor perumahan, sekaligus memperkuat daya saing pelaku usaha kecil. Dalam prosesnya, Kementerian Perumahan dan Kawasan Permukiman (PKP) tengah merumuskan regulasi teknis agar penyaluran KUR sektor perumahan bisa berjalan optimal dan tepat sasaran. Nilai KUR yang akan dialokasikan untuk sektor ini mencapai Rp 130 triliun.
Menteri PKP Maruarar Sirait (Ara) menyatakan bahwa regulasi tersebut dirancang dalam bentuk Keputusan Menteri (Kepmen), yang ditargetkan terbit sebelum akhir Juli 2025. “Kami berusaha untuk bisa akhir Juli ini bisa selesai. Artinya udah dikeluarkan peraturannya ya,” katanya di Kementerian BUMN.
Ara menambahkan, isi dari Kepmen tersebut akan mencakup ketentuan lengkap mengenai siapa saja yang berhak menerima manfaat KUR, termasuk besaran plafon yang bisa diajukan masing-masing pihak. Penyusunan ini dilakukan secara hati-hati karena KUR Perumahan merupakan skema baru yang belum memiliki acuan atau pengalaman sebelumnya.
“Ini kan baru pertama kali ada KUR Perumahan. Jadi tidak ada benchmark-nya gitu nggak ada yang punya pengalaman, karena belum pernah ada. Jadi kita harus hati-hati betul, waktunya cepat, hati-hati, tata kelola benar, ya mesti banyak ngobrol lah sama semua stakeholder yang ada,” tegasnya.
Peningkatan plafon KUR ini telah disampaikan secara resmi oleh Menteri Koordinator Bidang Perekonomian, Airlangga Hartarto. Dalam keterangannya, Airlangga mengungkapkan bahwa plafon maksimal pinjaman dinaikkan menjadi Rp 5 miliar, khusus untuk pengembang UMKM di sektor konstruksi perumahan.
“Plafonnya dinaikkan sampai dengan Rp 5 miliar dan itu diberikan untuk UMKM yang berupa kontraktor usaha menengah dan kecil dengan kriteria sesuai dengan UMKM yaitu modal sampai Rp 5 miliar dan turnover ataupun penjualan Rp 50 miliar,” jelas Airlangga dalam konferensi pers.
Ia menyebut, pinjaman sebesar Rp 5 miliar tersebut cukup untuk membangun sekitar 38 sampai 40 unit rumah tipe 36, dengan tenor pinjaman yang dapat berlangsung antara 4 hingga 5 tahun. Lebih lanjut, fasilitas ini tidak hanya untuk pelaku usaha, tetapi juga dapat diakses oleh masyarakat perorangan.
“Untuk demand side ini bisa juga untuk renovasi rumah yang digunakan untuk usaha ataupun renovasi rumah. Dengan demikian kita akan mempersiapkan plafonnya kira-kira Rp 13 triliun. Sedangkan untuk perumahan tadi tambahan plafon sebanyak Rp 117 triliun,” lanjutnya.
Sejalan dengan kebijakan tersebut, PT Bank Rakyat Indonesia (Persero) Tbk atau BRI menjadi salah satu bank yang aktif menyalurkan KUR. Selama periode Januari hingga Mei 2025, BRI telah menyalurkan Rp 69,8 triliun KUR kepada sekitar 8,29 juta debitur UMKM. Capaian tersebut setara dengan 39,89% dari total alokasi tahunan senilai Rp 175 triliun.
Sebagian besar penyaluran BRI difokuskan ke sektor produksi seperti pertanian, perikanan, dan industri pengolahan, dengan sektor pertanian mendominasi sebesar Rp 30,63 triliun atau 43,88% dari total penyaluran. Hal ini menunjukkan komitmen BRI dalam mendukung sektor produktif nasional.
Secara kumulatif, sejak 2015 hingga Mei 2025, total penyaluran KUR BRI telah mencapai Rp 1.327 triliun, mencakup lebih dari 44,26 juta debitur. Dengan konsistensinya, BRI terus memperkuat peran sebagai penopang pertumbuhan UMKM, yang merupakan tulang punggung ekonomi Indonesia.
BRI sendiri memiliki tiga jenis KUR yang disalurkan tahun ini, yaitu KUR Mikro (maksimal Rp 50 juta), KUR Kecil (Rp 50 juta – Rp 500 juta), dan KUR TKI (maksimal Rp 25 juta) yang khusus diperuntukkan bagi calon tenaga kerja Indonesia yang akan bekerja di luar negeri seperti Singapura, Jepang, Korea Selatan, dan lainnya.
Suku bunga untuk ketiga jenis KUR BRI tetap rendah, yakni sebesar 6% per tahun. Calon debitur yang belum pernah mendapatkan pinjaman dari bank diprioritaskan untuk mengakses pembiayaan ini.
Pengajuan KUR BRI bisa dilakukan dengan dua metode, yakni langsung datang ke kantor BRI atau melalui laman resmi di https://kur.bri.co.id. Bagi yang datang langsung, cukup membawa KTP, Nomor Induk Berusaha (NIB), dan surat pernyataan usaha aktif minimal 6 bulan.
Untuk pendaftaran online, calon debitur diminta membuat akun, mengisi data diri dan data usaha, mengunggah dokumen pendukung, serta memilih jumlah dan tenor pinjaman yang diinginkan. Setelah proses verifikasi awal, akan dilakukan survei fisik, dan debitur wajib datang ke kantor BRI untuk finalisasi pinjaman.
Agar lebih memahami beban angsuran, calon peminjam disarankan mempelajari simulasi cicilan berdasarkan plafon dan tenor. Berikut contoh tabel angsuran KUR BRI 2025:
Plafon Rp 1.000.000: Rp 88.333 per bulan (12 bulan)
Plafon Rp 10.000.000: Rp 466.667 per bulan (24 bulan)
Plafon Rp 25.000.000: Rp 645.833 per bulan (48 bulan)
Plafon Rp 50.000.000: Rp 1.083.333 per bulan (60 bulan)
Dan masih banyak variasi plafon serta tenor lainnya, mulai dari Rp 1 juta hingga Rp 50 juta. Dengan rincian tabel ini, calon debitur dapat lebih mudah menyesuaikan cicilan bulanan dengan kemampuan finansial masing-masing.
Peluang ini memberikan harapan baru bagi UMKM di sektor perumahan untuk tumbuh lebih cepat, sekaligus mendorong pemerataan pembangunan hunian layak di berbagai wilayah Indonesia.