Harga Minyak Mulai Menguat di Tengah Dinamika Global

Senin, 21 Juli 2025 | 08:14:26 WIB
Harga Minyak Mulai Menguat di Tengah Dinamika Global

JAKARTA - Ketidakpastian geopolitik kembali menjadi penentu utama dalam dinamika pasar minyak mentah global. Di tengah situasi global yang terus berkembang, harga minyak mencatatkan kenaikan tipis pada awal pekan, mempertahankan posisi stabil di kisaran US$ 67 per barel.

Harga minyak West Texas Intermediate (WTI) untuk pengiriman Agustus 2025 di New York Mercantile Exchange terpantau berada di level US$ 67,40 per barel. Kenaikan ini mencerminkan pergerakan positif sebesar 0,09% dibandingkan penutupan perdagangan akhir pekan sebelumnya yang berada di US$ 67,34 per barel.

Meski pergerakan harga terbilang kecil, tetapi tetap memberi sinyal bahwa pasar energi masih sensitif terhadap berbagai manuver politik global, terutama yang berkaitan dengan ekspor energi Rusia dan hubungan dagang antara Uni Eropa dan Amerika Serikat.

Harga minyak memang belum sepenuhnya pulih dari tekanan sebelumnya. Pekan lalu, harga sempat melemah akibat kekhawatiran investor atas ketegangan perdagangan dan langkah-langkah produksi yang diambil oleh negara-negara OPEC+. Namun, awal pekan ini, harga menunjukkan stabilitas, meskipun berada dalam level yang cukup konservatif dibandingkan beberapa bulan terakhir.

Salah satu faktor yang memengaruhi sentimen pasar adalah langkah lanjutan Uni Eropa dalam merumuskan rencana menghadapi potensi krisis energi. Menurut laporan dari Bloomberg, Uni Eropa dijadwalkan menggelar pertemuan penting guna membahas respons terhadap kemungkinan gagalnya kesepakatan dagang dengan Presiden AS Donald Trump.

Isu geopolitik ini menjadi pusat perhatian pelaku pasar, mengingat berbagai kebijakan yang dikeluarkan oleh blok Eropa cenderung memiliki dampak signifikan terhadap rantai pasokan energi global. Terlebih lagi, ketegangan antara negara Barat dan Rusia yang masih belum mereda turut membayangi fluktuasi harga komoditas ini.

Sebagai bagian dari respons terhadap situasi geopolitik yang berkembang, Uni Eropa telah menyepakati penurunan batas harga untuk minyak mentah asal Rusia. Keputusan tersebut merupakan bagian dari sanksi ekonomi yang lebih luas terhadap Moskow, mencakup larangan ekspor produk olahan minyak dan pembatasan tambahan terhadap sektor keuangan Rusia.

Selain itu, paket sanksi yang diumumkan Uni Eropa juga memasukkan larangan pembangunan kilang minyak berskala besar di India, sebuah langkah yang dinilai sebagai bentuk tekanan tidak langsung terhadap negara-negara yang masih bermitra dengan Rusia dalam perdagangan energi.

Kebijakan ini diprediksi akan mengubah peta distribusi minyak global, dan memperketat akses Rusia terhadap pasar ekspor utama, yang pada gilirannya turut memicu kenaikan harga minyak di pasar internasional. Di sisi lain, investor tetap mencermati kebijakan lanjutan dari negara-negara anggota OPEC+ yang sejauh ini mulai melonggarkan pembatasan produksi.

Harga minyak secara keseluruhan memang mengalami tren kenaikan sejak awal Mei lalu. Namun, tren ini belum cukup kuat untuk menutup penurunan harga sekitar 7% yang tercatat sejak awal tahun. Salah satu penyebab utama adalah kekhawatiran akan meluasnya perang dagang yang dipicu oleh kebijakan Presiden Trump.

Kebijakan proteksionis dari AS dinilai memperburuk ketidakpastian global dan membebani pertumbuhan ekonomi dunia. Dalam jangka menengah, hal ini dapat berdampak pada penurunan permintaan energi, sekalipun pasokan cenderung diperketat melalui kebijakan OPEC+ atau sanksi terhadap negara-negara produsen utama.

Meskipun pasar menunjukkan tanda-tanda stabilitas, analis tetap memperingatkan bahwa volatilitas masih tinggi dan harga bisa berfluktuasi sewaktu-waktu tergantung pada keputusan politik atau kejadian tak terduga lainnya. Kebijakan makroekonomi yang diambil oleh negara-negara besar akan terus menjadi faktor krusial dalam mengarahkan pergerakan harga.

Adanya kombinasi antara ancaman geopolitik, kebijakan dagang, dan sanksi internasional menjadikan pasar minyak berada dalam posisi yang cukup rentan. Sementara itu, permintaan energi yang belum sepenuhnya pulih turut memberikan tekanan pada harga, meskipun pasokan global cenderung lebih terkendali.

Sebagian analis bahkan memprediksi bahwa harga WTI bisa mengalami kenaikan bertahap hingga akhir tahun, tergantung pada bagaimana dinamika geopolitik dan langkah koordinatif antara OPEC+ dan negara-negara konsumen energi besar berjalan. Jika tensi politik mereda dan pertumbuhan ekonomi membaik, harga minyak dapat menemukan pijakan yang lebih kokoh di atas US$ 70 per barel.

Sebaliknya, apabila ketegangan internasional terus bereskalasi dan gangguan terhadap rantai pasok energi semakin sering terjadi, maka bukan tidak mungkin harga minyak akan bergerak lebih volatil dengan risiko tekanan naik yang lebih besar.

Secara keseluruhan, pergerakan harga minyak pada awal pekan ini mencerminkan sentimen hati-hati investor terhadap situasi global yang masih tidak menentu. Kenaikan tipis menjadi indikator bahwa pasar tengah menunggu arah kebijakan lebih lanjut, baik dari sisi geopolitik maupun produksi, sebelum mengambil langkah signifikan.

Dengan latar belakang ketegangan dagang, sanksi baru Uni Eropa terhadap Rusia, serta dinamika internal OPEC+, para pelaku pasar tampaknya akan terus mencermati perkembangan terkini dengan cermat, karena setiap kebijakan bisa menjadi pemicu fluktuasi baru di pasar energi global.

Terkini

Tablet Samsung Murah Mulai Rp1 Jutaan

Senin, 21 Juli 2025 | 15:49:36 WIB

Xiaomi 15, Flagship Terjangkau 2025

Senin, 21 Juli 2025 | 15:52:52 WIB