JAKARTA - Gejolak politik domestik kembali menjadi pemicu utama pergerakan pasar di Jepang, ketika mata uang yen menunjukkan penguatan signifikan di tengah ketidakpastian arah kebijakan pemerintah. Dalam kondisi pasar keuangan Jepang yang tengah libur, yen tampil sebagai indikator utama sentimen kehati-hatian investor global terhadap stabilitas politik dan ekonomi Negeri Sakura.
Mata uang Jepang itu menguat terhadap dolar Amerika Serikat, menyentuh posisi 148,32 per dolar AS. Kenaikan ini mendekati level tertinggi dalam tiga setengah bulan terakhir dan terjadi bersamaan dengan hasil pemilu yang menunjukkan koalisi partai berkuasa kehilangan mayoritas di majelis tinggi parlemen. Yen juga mencatat penguatan terhadap euro ke level 172,64.
Ketidakpastian ini berakar dari hasil pemilu majelis tinggi yang berlangsung baru-baru ini, di mana Partai Demokrat Liberal (LDP) pimpinan Perdana Menteri Shigeru Ishiba gagal mengamankan setidaknya 50 kursi untuk mempertahankan kendali mayoritas. LDP hanya berhasil meraih 47 kursi dari total 248 kursi yang diperebutkan dalam pemilihan paruh waktu ini.
Meski pemilu majelis tinggi tidak menentukan langsung posisi seorang perdana menteri, hasil ini dianggap sebagai pukulan politik besar bagi Ishiba. Terlebih, sebelumnya pemerintahannya juga telah kehilangan kendali atas majelis rendah badan legislatif yang memiliki kekuatan lebih besar pada pemilu Oktober lalu.
Kepala Riset Pepperstone, Chris Weston, menilai bahwa kendati posisi LDP goyah, peluang untuk membentuk aliansi strategis masih terbuka. “Koalisi LDP masih berpeluang menggandeng Partai Demokrat untuk Rakyat (DPP) guna mencapai ambang batas 50 kursi. Itu menjadi angin segar bagi yen,” ungkapnya.
Namun demikian, tekanan terhadap PM Ishiba tak dapat diabaikan. Ia bersikukuh mempertahankan posisinya, walaupun tekanan politik semakin berat. Ketidakpastian ini, dalam pandangan pasar, bisa berdampak lebih luas jika berujung pada pergantian kepemimpinan atau ketidakjelasan kebijakan ekonomi dan perdagangan.
Salah satu kekhawatiran utama adalah negosiasi tarif antara Jepang dan Amerika Serikat yang sedang berjalan menuju tenggat waktu penting. Kesepakatan dagang yang tengah dijajaki dengan Presiden AS Donald Trump dianggap krusial, mengingat tekanan global terhadap perdagangan internasional yang meningkat. Kegagalan Jepang mengamankan posisi politik domestik dapat merusak daya tawarnya dalam perundingan tersebut.
Pasar obligasi pun sempat terguncang, dengan imbal hasil obligasi pemerintah Jepang (JGB) tenor 30 tahun melonjak ke rekor tertinggi pekan sebelumnya. Lonjakan tersebut diikuti dengan pelemahan yen terhadap dolar AS dan euro. Kini, tren itu mulai berbalik seiring kepastian hasil pemilu dan ekspektasi investor terhadap langkah koalisi.
Kondisi ini tidak hanya berdampak pada Jepang, tetapi juga memengaruhi dinamika pasar global yang tengah sensitif terhadap ketegangan geopolitik dan kebijakan proteksionisme. Di Eropa, euro stabil di angka US$1,1632, dan pound sterling Inggris berada di US$1,1342, mencerminkan pasar yang berhati-hati menyambut kabar dari Asia dan Amerika.
Laporan Financial Times turut menambah ketegangan global, dengan menyebutkan bahwa Presiden Trump tengah mempertimbangkan penerapan tarif tinggi terhadap produk-produk dari Uni Eropa. Kebijakan ini, bila diterapkan, dapat memperburuk tensi perdagangan dunia dan menambah volatilitas mata uang serta komoditas.
Indeks dolar AS, yang mengukur kekuatan dolar terhadap enam mata uang utama dunia, berada di 98,352. Pergerakan ini mencerminkan penguatan relatif dolar meski investor mulai merapat pada aset safe haven seperti yen di tengah ketidakpastian geopolitik.
Sementara itu, dari Selandia Baru, kondisi ekonomi juga menunjukkan sinyal pelemahan. Dolar Negeri Kiwi melemah 0,18% ke US$0,5951 setelah laporan inflasi kuartal kedua menunjukkan kenaikan, tetapi tetap di bawah ekspektasi ekonom. Hal ini memperkuat asumsi bahwa bank sentral kemungkinan akan menurunkan suku bunga dalam waktu dekat demi mendongkrak pertumbuhan ekonomi yang lesu.
Di sisi lain, pasar kripto mengalami tekanan. Harga bitcoin tercatat turun 1% ke level US$116.939, masih tertahan di bawah rekor US$123.153 yang dicapai pekan sebelumnya. Penurunan ini mencerminkan kian berhati-hatinya investor dalam menghadapi lingkungan global yang penuh ketidakpastian, baik dari sisi kebijakan moneter, kondisi fiskal, maupun ketegangan politik lintas negara.
Penguatan yen dan dinamika pasar ini menjadi sinyal bahwa para pelaku keuangan tengah mencermati dengan seksama stabilitas politik Jepang, terutama menjelang masa-masa krusial dalam hubungan dagang internasional. Jepang, sebagai ekonomi terbesar keempat dunia, memegang peranan penting dalam stabilitas kawasan dan global, sehingga setiap perkembangan politik domestiknya akan selalu memiliki dampak yang meluas.
Dalam kondisi seperti ini, investor akan terus menjadikan yen sebagai salah satu instrumen utama untuk mengukur risiko geopolitik dan ketidakpastian ekonomi dunia. Apalagi, ketika pasar Jepang libur, sentimen global terhadap yen cenderung menjadi cerminan kecemasan yang lebih luas dari pasar internasional.