LCT Jadi Strategi Jitu Bank Indonesia Kurangi Ketergantungan Dolar AS

Sabtu, 26 Juli 2025 | 11:05:15 WIB
LCT Jadi Strategi Jitu Bank Indonesia Kurangi Ketergantungan Dolar AS

JAKARTA -  Di tengah ketidakpastian ekonomi global yang memicu fluktuasi nilai tukar mata uang asing, Bank Indonesia (BI) semakin serius memperkuat ketahanan ekonomi nasional melalui pendekatan inovatif yakni sistem transaksi mata uang lokal atau Local Currency Transaction (LCT). Strategi ini tak hanya bertujuan untuk mendorong efisiensi biaya transaksi perdagangan lintas negara, tetapi juga sebagai tameng dari gejolak nilai tukar dolar AS yang sering kali membebani pelaku usaha dalam negeri.

Terbukti, sistem LCT telah menunjukkan hasil yang signifikan. Hingga pertengahan 2025, nilai transaksi LCT tercatat menembus angka USD 11,7 miliar atau sekitar Rp 191,04 triliun dengan asumsi kurs Rp 16.328 per dolar AS. Angka tersebut melonjak tajam dibandingkan semester pertama 2024, yang hanya mencapai USD 4,07 miliar atau Rp 66,48 triliun.

Menurut Direktur Eksekutif Departemen Komunikasi Bank Indonesia, Ramdan Denny Prakoso, kenaikan ini mencerminkan semakin luasnya adopsi LCT oleh pelaku ekonomi. “Bukan hanya nilai transaksinya, tetapi rata-rata jumlah nasabah LCT juga tumbuh signifikan, atau meningkat sekitar 45 persen dibandingkan tahun sebelumnya,” ujar Denny.

Perluasan Akses dan Partisipan Jadi Kunci

Capaian tersebut bukan datang secara kebetulan. BI bersama Satgasnas LCT terus mendorong pemanfaatan sistem ini secara masif melalui perluasan mitra dagang dan partisipan lembaga keuangan. Salah satu tonggak penting adalah bergabungnya Korea Selatan dan Uni Emirat Arab (UEA) sebagai negara mitra Indonesia dalam pemanfaatan LCT. Korea Selatan mulai terlibat sejak September 2024, sedangkan UEA bergabung.

Selain menjaring mitra baru, BI juga memperluas cakupan transaksi dengan mitra lama. Misalnya, Indonesia mulai mengimplementasikan penggunaan LCT untuk mendukung investasi portofolio bersama Malaysia dan Thailand . Tak hanya itu, BI juga menandatangani nota kesepahaman atau Memorandum of Understanding (MoU) dengan Tiongkok sebagai bentuk komitmen terhadap penguatan kerja sama penggunaan mata uang lokal.

Menurut Deputi Gubernur BI, Filianingsih Hendarta, strategi ini merupakan bagian dari langkah komprehensif untuk membangun sistem keuangan yang lebih resilien terhadap dinamika global. “Perluasan penggunaan mata uang lokal dalam transaksi lintas negara diharapkan dapat semakin berkontribusi nyata terhadap penguatan stabilitas makroekonomi nasional, sekaligus memitigasi risiko volatilitas nilai tukar yang bersumber dari dinamika global,” jelas Filianingsih.

Sinergi Satgasnas LCT dan Strategi Kebijakan Terpadu

Keberhasilan sistem LCT juga tidak lepas dari peran aktif Satuan Tugas Nasional LCT (Satgasnas LCT) yang secara konsisten mengawal implementasi kebijakan ini. Dengan pendekatan lintas sektor, Satgasnas LCT membangun sinergi antara pemerintah, otoritas keuangan, serta mitra dagang strategis.

Komitmen ini kembali ditegaskan dalam Pertemuan Komite Kerja Tingkat Deputi Satgasnas LCT yang digelar di kantor pusat Bank Indonesia, Jakarta. Dalam forum tersebut, Deputi Bidang Koordinasi Pengelolaan dan Pengembangan Usaha Badan Usaha Milik Negara, Kementerian Koordinator Bidang Perekonomian, Ferry Irawan, menyampaikan pentingnya peran LCT dalam memperkuat daya tahan ekonomi nasional.

“Penggunaan mata uang lokal untuk transaksi internasional menjadi bagian dari strategi penting dalam menjaga stabilitas ekonomi, terutama dalam menghadapi tekanan eksternal baik dari sisi perdagangan global maupun geopolitik,” tutur Ferry.

Satgasnas juga memperkuat langkah kebijakan dengan pendekatan yang targeted, terintegrated, dan terencana. Sosialisasi kepada pelaku usaha ekspor-impor semakin digiatkan, sembari mendorong partisipasi bank sebagai Appointed Cross Currency Dealer (ACCD) untuk memfasilitasi transaksi.

Dorong Efisiensi dan Daya Saing Ekspor

LCT bukan hanya alat stabilisasi makro, tetapi juga instrumen strategis untuk meningkatkan efisiensi dan daya saing ekspor Indonesia. Dengan mengurangi ketergantungan pada dolar AS, pelaku usaha tidak lagi terbebani fluktuasi kurs yang tidak terprediksi.

Selain itu, transaksi dalam mata uang lokal memungkinkan penghematan biaya konversi yang kerap menjadi kendala dalam perdagangan internasional. Hal ini tentu memberikan ruang lebih bagi pelaku usaha, khususnya pelaku UMKM, untuk memperluas jangkauan pasar tanpa dibatasi persoalan mata uang.

Lebih jauh lagi, penerapan LCT yang agresif juga selaras dengan visi Indonesia dalam memperkuat kerja sama ekonomi regional di kawasan Asia. Negara-negara seperti Malaysia, Thailand, hingga Tiongkok telah membuktikan bahwa skema ini dapat diimplementasikan secara efektif sebagai alternatif sistem pembayaran internasional.

Menuju Sistem Keuangan Regional yang Mandiri

Kesuksesan LCT menunjukkan bahwa Indonesia mampu menjadi pionir dalam transformasi sistem pembayaran lintas negara berbasis mata uang lokal. Dengan makin luasnya pemanfaatan LCT, Indonesia tidak hanya memperkuat stabilitas keuangan domestik, tapi juga turut berkontribusi pada pembentukan sistem keuangan regional yang lebih mandiri dan berdaulat.

Peningkatan transaksi hingga Rp 191,04 triliun merupakan bukti bahwa pelaku ekonomi merespons positif inisiatif ini. Jika tren ini berlanjut, bukan tidak mungkin LCT akan menjadi standar baru dalam transaksi internasional Indonesia yang bebas dari dominasi satu mata uang tertentu dan lebih berpihak pada kepentingan nasional.

Dengan langkah strategis, perluasan kerja sama, serta penguatan sinergi lintas otoritas, Bank Indonesia dan Satgasnas LCT tampak tidak sekadar menjawab tantangan global, tetapi juga menciptakan peluang pertumbuhan yang inklusif, berkelanjutan, dan berdaulat di sektor keuangan.

Terkini