Diaspora Pulang, Buru Menit Bermain di Liga Indonesia

Minggu, 27 Juli 2025 | 10:07:08 WIB
Diaspora Pulang, Buru Menit Bermain di Liga Indonesia

JAKARTA - Keputusan sejumlah pemain diaspora untuk berkarier di Liga Indonesia menjelang musim 2025/2026 kembali memantik perhatian, tidak hanya dari publik sepak bola nasional tetapi juga dari kalangan pengamat. Nama-nama seperti Jordi Amat, Rafael Struick, dan Jens Raven kini memperkuat klub-klub besar di Tanah Air, sementara dua pemain lainnya Justin Hubner dan Thom Haye dirumorkan akan menyusul. Langkah ini mendapat respon terbuka dari pelatih Timnas Indonesia, Patrick Kluivert, yang melihat pentingnya menit bermain sebagai aspek krusial dalam pengembangan performa para pemain.

Kluivert menegaskan bahwa mendapatkan kesempatan bermain secara reguler jauh lebih penting dibandingkan sekadar mempertahankan status bermain di luar negeri. Baginya, bermain secara konsisten di klub domestik tetap memberi kontribusi positif terhadap tim nasional.

Pernyataan tersebut disambut oleh pengamat sepak bola nasional, Binder Singh. Dalam tayangan YouTube Bola Bung Binder, ia menilai bahwa pendapat Kluivert cukup realistis, terlebih mengingat konteks pemanggilan pemain oleh sang pelatih dalam laga-laga terakhir Timnas.

"Kalau menurut saya ini adalah pernyataan yang wajar saja, karena Kluivert juga tidak ingin ada semacam diskriminasi antara pemain yang bermain di luar negeri dan juga para pemain yang bermain di Liga Indonesia," jelas Binder.

Binder menambahkan bahwa dalam laga uji coba sebelumnya, Kluivert bahkan menurunkan banyak pemain lokal. “Bahkan melawan China dia menurunkan banyak pemain yang bermain di Liga Indonesia. Ada juga yang melakukan debutnya seperti Beckham Putra yang bermain sangat baik. Jadi saya pikir ini adalah pernyataan yang wajar,” imbuhnya.

Di Balik Pilihan Karier Pemain Diaspora

Langkah pemain diaspora untuk pulang kampung memang bukan tanpa alasan. Selain membuka ruang lebih besar untuk menit bermain, mereka juga dapat membaur lebih intens dalam atmosfer sepak bola lokal. Adaptasi budaya, komunikasi dalam bahasa Indonesia, dan eksposur terhadap suporter nasional bisa menjadi nilai tambah dalam membentuk mental bertanding.

Namun demikian, Binder Singh memberikan catatan penting. Ia menilai bahwa menit bermain saja tidak cukup jika tidak didapatkan dalam atmosfer kompetitif. Menurutnya, bermain dalam tekanan, persaingan, dan ritme tinggi adalah elemen yang mendukung kematangan pemain muda, terlebih jika targetnya adalah untuk menjadi pemain utama di Timnas Indonesia.

“Tapi bagi saya agak membingungkan juga pada saat dia menyatakan bahwa pemain diaspora boleh saja atau yang akan bermain di Super League sah-sah saja. Karena mereka perlu mendapatkan menit bermain," ujarnya.

"Sebenarnya menit bermain itu sangat penting. Tapi menit bermain yang kompetitif. Apalagi bagi para pemain muda. Karena para pemain muda itu perlu mendapatkan apa yang namanya tantangan dan perlu juga berjuang untuk bisa mendapatkan tempat di tim utama," tegasnya.

Binder menyiratkan kekhawatiran bahwa jika pemain langsung diberi tempat utama tanpa persaingan ketat, mereka berisiko terjebak dalam zona nyaman. Ini bisa menghambat perkembangan dan gagal memenuhi ekspektasi tinggi yang disematkan pada mereka.

"Jika mereka langsung mendapatkan tempat kemudian mereka masuk dalam zona nyaman. Jadi ini kan yang dikhawatirkan. Jadi bukan pasti. Yang dikhawatirkan progres mereka tidak sesuai dengan ekspektasi kita semua agar mereka bermain dengan teknik tinggi," lanjutnya.

Realitas Minut Main di Luar Negeri

Kendati banyak pemain diaspora memiliki pengalaman bermain di luar negeri, faktanya tidak semua mendapat kesempatan tampil reguler. Beberapa di antaranya justru hanya menjadi cadangan atau bahkan jarang dimainkan. Kondisi ini membuat mereka kesulitan berkembang, meskipun dari sisi kualitas latihan dan fasilitas, negara-negara Eropa jelas lebih unggul.

"Di Eropa cara berlatihnya saja berbeda. Namun kita juga harus paham, ada beberapa pemain diaspora Indonesia yang walaupun gabung ke klub Eropa atau juga di negara lainnya tapi sulit untuk bisa mendapatkan menit bermain," jelas Binder.

Ia mencontohkan Nathan Tjoe-A-On yang sempat dimainkan penuh saat Indonesia melawan Australia, meskipun sebelumnya tak banyak mendapat kesempatan bermain di klub.

"Ini juga akan mengganggu progres mereka, walaupun mereka tetap akan berlatih. Contohnya Nathan Tjoe-A-On yang dipertandingan melawan Australia, pada saat itu bermain di Australia dimainkan dari awal," tuturnya.

Menit Bermain sebagai Kunci Progres

Baik Kluivert maupun Binder sepakat bahwa satu hal yang tak boleh diabaikan adalah pentingnya menit bermain bagi para pemain muda. Apakah itu di liga lokal atau internasional, kesempatan tampil secara konsisten akan membantu mereka membangun ritme permainan, memperbaiki pengambilan keputusan, serta memperkuat mental bertanding.

Hal ini terutama penting menjelang turnamen besar, di mana kesiapan fisik dan mental menjadi penentu. Indonesia sendiri tengah menatap agenda-agenda besar di level Asia, dan pelatih membutuhkan pemain yang siap secara penuh, bukan hanya dari sisi bakat, tetapi juga pengalaman bertanding.

Meski langkah pemain diaspora ke Liga Indonesia masih memicu perdebatan, pada akhirnya hal tersebut menjadi strategi realistis yang disesuaikan dengan kebutuhan karier dan kontribusi mereka untuk tim nasional.

Bagi pelatih, pengamat, dan publik sepak bola, harapannya tetap satu: pemain berkembang secara optimal dan membawa dampak positif bagi prestasi Garuda di kancah internasional.

Terkini