JAKARTA - Pemerintah Provinsi Jawa Tengah (Pemprov Jateng) mengambil langkah strategis dalam upaya mempersempit kesenjangan tempat tinggal, khususnya di kalangan masyarakat berpenghasilan rendah. Melalui rencana penyediaan 17.510 unit rumah baru, pemerintah daerah menargetkan percepatan penanganan masalah backlog perumahan yang selama ini menjadi beban sosial dan ekonomi di berbagai wilayahnya.
Persoalan kekurangan rumah bukanlah isu baru bagi provinsi ini. Data terakhir menunjukkan bahwa kebutuhan tempat tinggal yang belum terpenuhi di Jawa Tengah tergolong tinggi. Wakil Gubernur Jateng, Taj Yasin, menyatakan bahwa hingga akhir 2024, angka backlog kepemilikan rumah tercatat mencapai 310.855 unit, sementara backlog kelayakan atau jumlah rumah tidak layak huni (RTLH) menyentuh angka 1.132.968 unit. Kondisi ini menjadi cerminan betapa mendesaknya solusi jangka panjang dan menyeluruh dalam sektor perumahan.
Menjawab tantangan tersebut, Pemprov Jateng menetapkan target ambisius pada tahun 2025. “Kami akan menangani 17.510 unit rumah,” ungkap Taj Yasin dalam sebuah kegiatan sosialisasi peraturan perumahan yang digelar di kompleks Kantor Gubernur Jawa Tengah. Dari jumlah tersebut, sebanyak 17.000 unit rumah akan diperbaiki melalui bantuan keuangan desa, terutama untuk memperbaiki RTLH. Adapun 510 unit lainnya akan direalisasikan melalui bantuan sosial sebagai bagian dari relokasi pascabencana maupun kebutuhan mendesak lainnya.
Pendekatan yang dilakukan Pemprov Jateng tidak hanya berfokus pada pembangunan fisik rumah, tetapi juga menyentuh aspek kolaboratif. Dalam forum tersebut, Taj Yasin secara terbuka mengajak seluruh pemerintah kabupaten dan kota untuk bersinergi mengurangi beban backlog. Menurutnya, penanganan krisis perumahan harus dilakukan secara gotong royong dan lintas sektor, melibatkan seluruh pemangku kepentingan di daerah.
Tak hanya menjadi proyek lokal, inisiatif Pemprov Jateng ini sejalan dengan kebijakan pemerintah pusat dalam program nasional 3 juta rumah. Taj Yasin menilai, program tersebut memiliki nilai lebih karena menyasar perbaikan kualitas hidup masyarakat dari berbagai sisi. “Kami yakin dengan semangat gotong royong dan sinergi lintas sektoral, mimpi rumah layak dan terjangkau bagi rakyat Indonesia benar-benar menjadi kenyataan,” ujar Taj Yasin.
Pernyataan tersebut mendapat dukungan dari pemerintah pusat. Dirjen Tata Kelola dan Pengendalian Risiko Kementerian Perumahan dan Kawasan Permukiman (PKP), Aziz Andriansyah, yang turut hadir dalam kegiatan tersebut, mengungkapkan bahwa persoalan backlog merupakan salah satu tantangan terbesar dalam pembangunan perumahan nasional. Menurutnya, saat ini backlog rumah secara nasional masih berada di angka 9,9 juta unit, dan Presiden Prabowo Subianto telah menetapkan isu ini sebagai bagian dari prioritas nasional.
“Presiden telah menjadikan isu backlog sebagai prioritas nasional, dan kami bertanggung jawab untuk memastikan program 3 juta rumah bisa berjalan efektif,” jelas Aziz. Ia menyebutkan bahwa target pembangunan rumah akan didistribusikan secara merata, masing-masing 1 juta unit untuk kawasan perkotaan, perdesaan, dan wilayah pesisir.
Aziz juga menegaskan pentingnya kolaborasi antara pusat dan daerah dalam pelaksanaan program ini. Ia menyoroti tiga aspek penting dalam penyediaan hunian layak bagi masyarakat, yakni ketersediaan pembiayaan yang terjangkau dengan jangka panjang, pemberian subsidi uang muka, serta bentuk bantuan lain yang memungkinkan masyarakat dapat mengakses rumah secara lebih mudah dan manusiawi.
“Kami mengajak stakeholder untuk memperkuat koordinasi dan kolaborasi lintas sektoral serta menyelesaikan PR backlog, dalam hal penyediaan dan kebutuhan tempat tinggal,” tegasnya.
Pendekatan komprehensif ini menunjukkan bahwa pembangunan perumahan tidak sekadar menghadirkan atap di atas kepala, melainkan bagian dari upaya besar negara dalam menciptakan kehidupan yang lebih layak dan adil. Pemprov Jateng pun menaruh perhatian besar pada aspek kualitas rumah, mengingat bahwa rumah yang layak tidak hanya memenuhi standar fisik, tetapi juga mendukung kesehatan, pendidikan, dan kesejahteraan penghuninya.
Langkah yang dilakukan pemerintah provinsi dan pusat ini menjadi harapan baru bagi jutaan masyarakat yang selama ini belum memiliki rumah yang layak. Terlebih, dengan kebijakan yang terintegrasi dan pendekatan kolaboratif, penyelesaian krisis perumahan bukanlah mimpi yang mustahil.
Dengan prioritas kepada masyarakat rentan dan keterlibatan langsung pemerintah desa, program pembangunan dan perbaikan rumah ini diharapkan tidak hanya menyentuh angka statistik, tetapi juga memberi dampak nyata bagi kehidupan masyarakat di Jawa Tengah. Komitmen tersebut menjadi bukti bahwa pemerintah tidak tinggal diam dalam menjawab kebutuhan dasar warganya dan rumah layak huni adalah salah satunya.