JAKARTA - Meski harga batubara menunjukkan gejala rebound dari posisi terendahnya beberapa bulan lalu, peluang penguatan lanjutan diprediksi masih terbatas. Para analis menekankan, meskipun emiten batubara memiliki peluang untuk meraih peningkatan kinerja, ketidakpastian permintaan global dan kondisi kelebihan pasokan menjadi faktor yang menahan kenaikan harga komoditas ini.
Mengutip data Trading Economics, harga batubara berjangka saat ini berada di level US$ 111,55 per ton. Dalam sebulan terakhir, harga komoditas ini terkoreksi sekitar 3,42 persen. Namun, dibandingkan posisi terendah pada 23 April lalu di level US$ 93 per ton, harga batubara sudah tumbuh hampir 20 persen, dipicu oleh isu tarif impor Amerika Serikat yang memanas saat itu.
Investment Analyst Infovesta Utama, Ekky Topan, menilai harga batubara sejatinya relatif stabil dalam beberapa bulan terakhir. Meski ada potensi kenaikan, peluangnya terbatas tanpa adanya katalis tambahan dari sisi permintaan global. “Dengan kondisi sekarang, potensi kenaikan memang ada, tetapi kemungkinannya masih terbatas,” ujarnya.
Tantangan dari Permintaan Global
Chief Executive Officer Edvisor Provina Visindo, Praska Putrantyo, menambahkan, penguatan harga batubara cenderung terbatas karena kondisi oversupply serta ketidakpastian permintaan dari negara konsumen besar seperti China dan India. Kelebihan pasokan global membuat tekanan pada harga tetap ada, sehingga emiten batubara perlu berhati-hati dalam memproyeksikan kinerja keuangan.
Kondisi ini membuat beberapa emiten rentan terhadap penurunan margin profitabilitas. “Emiten batubara masih cukup rentan mengalami perlambatan kinerja keuangan seiring harga batubara yang belum sepenuhnya pulih. Hal ini bisa berpengaruh ke penurunan margin secara profitabilitas,” jelas Praska.
Strategi Emiten Batubara
Untuk menjaga kinerja di tengah volatilitas harga, emiten batubara diharapkan dapat memaksimalkan kapasitas produksi sekaligus melakukan efisiensi operasional. Namun, langkah ini tidak mudah karena tren produksi batubara nasional juga mengalami penurunan.
Volume produksi batubara nasional tercatat turun 11,93 persen year on year menjadi 357,6 juta ton pada semester I-2025. Realisasi ekspor juga menurun 6,33 persen menjadi 184,19 juta ton, sejalan dengan koreksi harga rata-rata ekspor sebesar 15,86 persen menjadi US$ 64,99 per ton. Penurunan produksi dan ekspor ini memberikan tekanan tambahan bagi emiten dalam menjaga kinerja keuangan.
Dampak Stabilitas Harga bagi Produksi
Praska menekankan, jika harga batubara tetap stabil atau menguat, produksi batubara diprediksi kembali meningkat. Hal ini tentunya menguntungkan emiten, namun tetap harus memantau permintaan dari pasar utama seperti China dan India, yang saat ini telah mengurangi impor komoditas ini.
Selain itu, faktor domestik juga berpengaruh. Misalnya, melandainya harga nikel berpotensi membuat smelter pengolahan nikel mengurangi produksi, sehingga permintaan batubara dari sektor tersebut menurun. “Beberapa smelter mulai mengurangi produksi, sehingga permintaan batubara domestik bisa tertekan,” imbuh Praska.
Emiten yang Berpotensi Tangguh
Di tengah ketidakpastian, beberapa emiten diperkirakan lebih tangguh. Ekky menilai PT Indo Tambangraya Megah Tbk (ITMG) berpotensi tampil baik karena fokus pada batubara kalori tinggi, yang permintaannya meningkat terutama dari China dan India.
Selain ITMG, PT Bukit Asam Tbk (PTBA) juga memiliki daya tahan yang kuat karena porsi besar produksinya untuk kebutuhan domestik, membuat kinerjanya lebih stabil dibanding pemain lain. Saham PTBA disebut menarik bagi investor dengan target jangka panjang di kisaran Rp 2.900–3.000 per saham. Saham ITMG diproyeksikan di kisaran Rp 25.000 per saham.
Opsi lain adalah PT Alamtri Resources Indonesia Tbk (ADRO), yang memiliki potensi dividen menarik tahun depan, dengan target harga sekitar Rp 8.500 per saham. Sementara Praska menekankan saham ITMG menarik karena adanya sentimen dividen jumbo serta valuasi yang relatif murah, dengan potensi harga jangka panjang Rp 24.500–25.500 per saham.
Secara keseluruhan, harga batubara menunjukkan gejala rebound setelah penurunan beberapa bulan lalu, namun penguatan lebih lanjut masih terbatas. Faktor utama yang memengaruhi kondisi ini antara lain kelebihan pasokan global, ketidakpastian permintaan dari konsumen besar, dan dinamika produksi domestik.
Emiten batubara tetap memiliki peluang untuk mempertahankan kinerja dengan strategi efisiensi dan fokus pada segmen yang memiliki permintaan stabil, seperti batubara kalori tinggi dan kebutuhan domestik. Investor disarankan cermat memilih saham dengan potensi dividen dan daya tahan operasional yang kuat, sambil tetap memantau perkembangan harga dan permintaan global.
Dengan pendekatan hati-hati dan strategi yang tepat, sektor batubara masih menawarkan peluang bagi perusahaan dan investor, meski harus siap menghadapi volatilitas pasar dan tekanan harga.