LISTRIK

Evaluasi Diskon Tarif Listrik 50 Persen Dinilai Krusial, Pakar: Perlu Transparansi dan Efektivitas Program

Evaluasi Diskon Tarif Listrik 50 Persen Dinilai Krusial, Pakar: Perlu Transparansi dan Efektivitas Program
Evaluasi Diskon Tarif Listrik 50 Persen Dinilai Krusial, Pakar: Perlu Transparansi dan Efektivitas Program

JAKARTA - Pemerintah Indonesia melalui Program Stimulus Ekonomi Nasional telah memberikan berbagai insentif untuk meringankan beban masyarakat dan pelaku usaha akibat dampak pandemi dan perlambatan ekonomi global. Salah satu insentif tersebut adalah kebijakan diskon tarif listrik sebesar 50 persen yang diberikan kepada kelompok masyarakat tertentu. Namun, kebijakan ini kini menuai sorotan dan dinilai perlu dievaluasi ulang demi memastikan efektivitas dan keberlanjutannya.

Direktur Eksekutif Center for Energy Security Studies (CESS), Ali Ahmudi Achyak, menegaskan pentingnya evaluasi terhadap kebijakan diskon tarif listrik tersebut. Dalam pernyataannya, Ali menyebut bahwa evaluasi menjadi langkah krusial agar program tidak hanya bersifat populis, namun benar-benar memberikan manfaat nyata bagi sasaran yang tepat.

“Diskon tarif listrik 50 persen tersebut adalah bagian dari Program Stimulus Ekonomi Nasional. Evaluasi kebijakan ini penting untuk memastikan bahwa program benar-benar menyentuh golongan masyarakat yang membutuhkan dan tidak justru dimanfaatkan oleh kelompok yang tidak berhak,” ujar Ali Ahmudi Achyak.

Latar Belakang Kebijakan

Diskon tarif listrik 50 persen pertama kali diperkenalkan sebagai bagian dari respons pemerintah terhadap pandemi COVID-19 yang menyebabkan penurunan daya beli dan menurunnya aktivitas ekonomi. Melalui Perusahaan Listrik Negara (PLN), pemerintah memberikan potongan harga kepada pelanggan rumah tangga dengan daya 450 VA dan 900 VA subsidi, serta pelaku UMKM dan bisnis kecil lainnya.

Kebijakan ini dirancang untuk memberikan ruang fiskal kepada masyarakat agar bisa tetap menjalankan kegiatan ekonomi tanpa terbebani biaya energi yang tinggi. Namun, seiring berjalannya waktu, muncul berbagai kritik terkait sasaran kebijakan dan dampaknya terhadap keuangan negara dan PLN sendiri.

Pentingnya Evaluasi Menyeluruh

Ali Ahmudi menyebut bahwa meskipun niat awal kebijakan ini positif, keberlanjutan dan dampak jangka panjangnya perlu diperhitungkan secara matang.

“Subsidi yang tidak tepat sasaran justru akan menciptakan distorsi di pasar energi dan membebani keuangan negara. Diskon listrik memang membantu di masa sulit, tetapi jika terus berlanjut tanpa arah yang jelas, hal ini berisiko menjadi beban fiskal yang tidak produktif,” paparnya.

Ia menambahkan bahwa pemerintah dan otoritas terkait, termasuk Kementerian Energi dan Sumber Daya Mineral (ESDM) serta Badan Pengatur Hilir Minyak dan Gas Bumi (BPH Migas), perlu memperkuat sistem verifikasi penerima subsidi agar insentif listrik hanya diterima oleh mereka yang benar-benar membutuhkan.

Dampak Terhadap Keuangan PLN

Kebijakan diskon tarif listrik dalam skala besar tentu memiliki dampak terhadap kondisi keuangan PLN sebagai penyedia utama layanan kelistrikan nasional. Dalam beberapa laporan keuangan tahunan PLN, tercatat bahwa subsidi dan kompensasi yang diberikan pemerintah tidak selalu dibayarkan secara penuh dan tepat waktu. Ini menyebabkan ketimpangan kas dan menurunkan kapasitas investasi perusahaan untuk pengembangan jaringan dan infrastruktur energi.

Jika kebijakan diskon ini diteruskan tanpa ada evaluasi menyeluruh, maka dikhawatirkan akan menurunkan daya saing PLN di tengah upaya transisi energi menuju sumber daya baru dan terbarukan (EBT).

“Kita harus melihat subsidi bukan hanya sebagai bantuan, tetapi juga sebagai investasi jangka panjang yang harus dikelola secara cerdas,” tegas Ali.

Pemerataan Akses dan Keadilan Sosial

Aspek lain yang menjadi sorotan dalam evaluasi ini adalah dimensi keadilan sosial dan pemerataan akses. Dalam praktiknya, masih terdapat sejumlah pelanggan rumah tangga yang tidak menikmati subsidi listrik meski secara ekonomi tergolong miskin. Hal ini bisa terjadi karena data penerima subsidi belum diperbarui atau tidak sinkron dengan data terpadu kesejahteraan sosial (DTKS).

Ali Ahmudi menilai bahwa pemerintah harus melibatkan lembaga statistik nasional dan kementerian sosial dalam memperkuat akurasi data penerima subsidi.

“Data yang akurat adalah kunci. Tanpa basis data yang baik, program sebesar apapun akan sulit mencapai tujuannya,” katanya.

Langkah Rekomendatif

Untuk meningkatkan efektivitas kebijakan diskon tarif listrik dan stimulus kelistrikan lainnya, Ali Ahmudi menyarankan sejumlah langkah strategis:

-Audit Program Secara Berkala
Pemerintah dan PLN disarankan untuk melakukan audit berkala terhadap program diskon listrik untuk mengevaluasi penerima manfaat dan distribusi dana subsidi.

-Digitalisasi dan Integrasi Data
Mengintegrasikan sistem pembayaran listrik dengan data kependudukan dan kesejahteraan sosial agar penerima manfaat bisa diverifikasi secara otomatis dan akurat.

-Transparansi dan Pelibatan Publik
Publik harus mendapatkan informasi yang transparan mengenai siapa saja yang menerima subsidi dan bagaimana dampaknya terhadap biaya energi nasional.

-Peningkatan Literasi Energi
Masyarakat perlu diberikan edukasi mengenai penggunaan energi yang efisien dan pentingnya subsidi yang tepat sasaran untuk mendukung program transisi energi berkelanjutan.

-Penguatan Investasi di Sektor Energi
Dana yang tidak tepat sasaran dalam bentuk subsidi bisa dialihkan untuk investasi di sektor energi bersih seperti solar panel untuk masyarakat berpenghasilan rendah.

Menuju Sistem Subsidi yang Adil dan Berkelanjutan

Dengan potensi energi baru terbarukan yang besar, Indonesia tengah menuju transformasi sektor energi nasional. Namun, tanpa pengelolaan subsidi yang baik, langkah menuju transisi energi bisa terhambat. Diskon tarif listrik, sebagaimana kebijakan fiskal lainnya, haruslah berpihak pada keadilan sosial dan efisiensi ekonomi.

Ali Ahmudi menutup pernyataannya dengan menekankan bahwa evaluasi bukan berarti menghentikan program yang ada, tetapi mengarahkan kembali agar lebih tepat guna.

“Pemerintah harus mampu menyeimbangkan antara kebijakan populis dan keberlanjutan fiskal. Evaluasi kebijakan bukan untuk menghapus, tapi untuk memperbaiki,” pungkasnya.

Dengan demikian, ke depan, program diskon listrik diharapkan tidak hanya menjadi respons terhadap krisis sesaat, tetapi bagian dari strategi jangka panjang dalam menciptakan sistem energi nasional yang adil, berdaya saing, dan berkelanjutan.

Rekomendasi

Index

Berita Lainnya

Index