GAS

Pengusaha Tersangka Penyuntikan Gas LPG Subsidi ke Non Subsidi Divonis 9 Bulan Penjara

Pengusaha Tersangka Penyuntikan Gas LPG Subsidi ke Non Subsidi Divonis 9 Bulan Penjara
Pengusaha Tersangka Penyuntikan Gas LPG Subsidi ke Non Subsidi Divonis 9 Bulan Penjara

JAKARTA - Astra Winata, seorang pengusaha yang terbukti melakukan penyuntikan gas LPG subsidi ukuran 3 kilogram (kg) ke dalam tabung gas non-subsidi ukuran 12 kg, divonis oleh Majelis Hakim Pengadilan Negeri (PN) Jakarta Selatan dengan pidana penjara selama 9 bulan. Vonis ini lebih ringan dibandingkan dengan tuntutan Jaksa Penuntut Umum (JPU) Kejaksaan Tinggi Sumatera Selatan (Kejati Sumsel), Ursula Dewi SH MH, yang sebelumnya menuntut terdakwa dengan pidana penjara selama 1 tahun 3 bulan dan denda sebesar Rp7,5 miliar subsider 3 bulan kurungan.

Modus Operandi dan Penangkapan

Astra Winata melakukan praktik ilegal dengan cara membeli tabung gas LPG subsidi 3 kg dari berbagai pengecer dan agen di sekitar lokasi penyuntikan. Setelah tabung-tabung tersebut terkumpul, ia memindahkan isi gas dari tabung 3 kg ke dalam tabung gas LPG non-subsidi ukuran 12 kg menggunakan alat modifikasi dan batu es. Setiap tabung 12 kg diisi dengan gas dari empat tabung 3 kg. Praktik ini dilakukan di beberapa lokasi di wilayah Jakarta Selatan dan sekitarnya.

Kegiatan ilegal ini terungkap setelah aparat kepolisian melakukan penyelidikan dan penggerebekan di lokasi-lokasi yang diduga menjadi tempat penyuntikan gas. Dari hasil penggerebekan, polisi berhasil menyita ribuan tabung gas berbagai ukuran, regulator modifikasi, dan peralatan lainnya yang digunakan dalam proses penyuntikan. Selain itu, ditemukan juga dokumen-dokumen yang menunjukkan transaksi jual beli gas hasil oplosan tersebut.

Dampak Sosial dan Ekonomi

Praktik penyuntikan gas LPG subsidi ke dalam tabung non-subsidi ini menimbulkan dampak negatif yang signifikan. Pertama, hal ini merugikan negara karena gas bersubsidi yang seharusnya diperuntukkan bagi masyarakat miskin dan usaha mikro, kecil, dan menengah (UMKM) justru disalahgunakan untuk kepentingan pribadi. Kedua, masyarakat yang membeli gas oplosan ini berisiko mendapatkan gas dengan kualitas yang tidak terjamin, yang dapat membahayakan keselamatan saat digunakan.

Selain itu, praktik ini juga menyebabkan kerugian ekonomi bagi konsumen karena harga jual gas oplosan biasanya lebih tinggi dibandingkan dengan harga subsidi yang ditetapkan pemerintah. Sebagai contoh, harga jual tabung gas 12 kg yang berisi gas dari tabung 3 kg dapat mencapai Rp70.000 per tabung, jauh di atas harga subsidi yang hanya sekitar Rp18.000 per tabung.

Tindak Lanjut dan Sanksi

Setelah vonis dijatuhkan, Astra Winata menyatakan menerima keputusan tersebut dan tidak mengajukan banding. Namun, ia mengungkapkan penyesalan atas perbuatannya dan berjanji tidak akan mengulangi kesalahan serupa di masa depan.

Pihak Kejati Sumsel melalui JPU Ursula Dewi SH MH menyatakan bahwa meskipun vonis yang dijatuhkan lebih ringan dari tuntutan, hal ini tetap menjadi pelajaran bagi pelaku usaha lainnya untuk tidak menyalahgunakan bahan bakar bersubsidi. "Kami berharap kasus ini menjadi peringatan bagi semua pihak agar tidak melakukan tindakan serupa yang merugikan negara dan masyarakat," ujar Ursula Dewi.

Selain itu, aparat kepolisian juga terus melakukan pengawasan terhadap distribusi gas LPG bersubsidi untuk memastikan tidak ada lagi penyalahgunaan yang merugikan konsumen. "Kami akan terus berkoordinasi dengan Pertamina dan instansi terkait lainnya untuk menindak tegas pelaku penyalahgunaan gas bersubsidi," tegas seorang pejabat kepolisian yang enggan disebutkan namanya.

Upaya Pemerintah dalam Menanggulangi Penyalahgunaan LPG

Pemerintah melalui PT Pertamina (Persero) telah melakukan berbagai langkah untuk mencegah dan menanggulangi penyalahgunaan gas LPG bersubsidi. Salah satunya adalah dengan menerapkan sistem penyaluran berbasis data Nomor Induk Kependudukan (NIK) melalui aplikasi MyPertamina. Dengan sistem ini, diharapkan hanya konsumen yang berhak yang dapat membeli gas LPG bersubsidi, sehingga dapat mengurangi potensi penyalahgunaan.

Selain itu, Pertamina juga melakukan pemantauan dan pengawasan terhadap pangkalan-pangkalan gas LPG untuk memastikan tidak ada praktik ilegal seperti penyuntikan gas. Bagi pangkalan yang terbukti terlibat dalam penyalahgunaan, Pertamina tidak segan-segan memberikan sanksi tegas berupa pencabutan izin usaha.

Kasus penyuntikan gas LPG subsidi ke dalam tabung non-subsidi yang melibatkan Astra Winata menjadi contoh nyata dari penyalahgunaan bahan bakar bersubsidi yang merugikan negara dan masyarakat. Meskipun vonis yang dijatuhkan lebih ringan dari tuntutan, hal ini tetap menunjukkan bahwa aparat penegak hukum serius dalam memberantas praktik ilegal tersebut. Diharapkan dengan adanya sistem penyaluran berbasis data dan pengawasan yang ketat, penyalahgunaan gas LPG bersubsidi dapat diminimalisir, sehingga masyarakat yang berhak dapat menikmati manfaat subsidi dengan tepat.

Rekomendasi

Index

Berita Lainnya

Index