JAKARTA - Pemerintah Indonesia menunjukkan komitmen politik yang kuat dalam mempercepat transisi energi menuju masa depan yang lebih mandiri dan berkelanjutan. Fokus utama diarahkan pada pemanfaatan Energi Baru Terbarukan (EBT) sebagai kunci untuk mencapai kedaulatan energi nasional.
Langkah Strategis Menuju Net Zero Emission 2060
Indonesia memiliki potensi sumber daya EBT yang melimpah, dengan estimasi kapasitas lebih dari 3.600 Gigawatt (GW). Namun, hingga saat ini, pemanfaatannya baru mencapai sekitar 12,7 GW atau sekitar 12,2% dari total potensi tersebut. Untuk itu, pemerintah menargetkan peningkatan kapasitas pembangkit EBT menjadi 13,6 GW pada tahun 2024 dan 20,9 GW pada tahun 2030. Langkah konkret yang dilakukan antara lain melalui pemasangan Pembangkit Listrik Tenaga Surya (PLTS) atap, implementasi mandatori Biodiesel 35%, dan program co-firing pada Pembangkit Listrik Tenaga Uap (PLTU) .
Kebijakan dan Regulasi Mendukung Transisi Energi
Pemerintah juga tengah menyusun peraturan presiden (Perpres) yang akan mendorong pemanfaatan EBT dan meningkatkan investasi dalam negeri. Direktur Jenderal Ketenagalistrikan Kementerian Energi dan Sumber Daya Mineral (ESDM), Rida Mulyana, menjelaskan bahwa kebijakan ini bertujuan untuk mempercepat transisi energi dengan melibatkan sektor swasta dan lembaga internasional dalam penyediaan pendanaan hijau. "Pemerintah tidak bisa berjalan sendiri dalam transisi energi ini. Semua sangat bergantung pada investasi karena dana yang dimiliki pemerintah terbatas," ujar Rida .
Target Bauran EBT dan Tantangan Infrastruktur
Dalam revisi Rencana Umum Penyediaan Tenaga Listrik (RUPTL) 2024–2034, pemerintah menargetkan sebagian besar tambahan kapasitas pembangkit berasal dari EBT. Dari total 71 GW kapasitas baru yang direncanakan hingga 2034, mayoritasnya akan dipenuhi oleh EBT. Namun, tantangan geografis dan keterbatasan infrastruktur menjadi hambatan utama dalam distribusi energi terbarukan ke seluruh wilayah Indonesia .
Peran Hidrogen dalam Dekarbonisasi
Selain itu, hidrogen juga menjadi fokus utama dalam strategi transisi energi. Direktur Jenderal Ketenagalistrikan, Jisman P. Hutajulu, menyatakan bahwa hidrogen memiliki potensi besar dalam mendukung dekarbonisasi sektor-sektor sulit, seperti transportasi jarak jauh, pelayaran, penerbangan, dan industri berat. "Hidrogen diharapkan menjadi salah satu kontributor utama dalam transisi energi dan pengurangan emisi karbon secara signifikan," ujar Jisman .
Kolaborasi Internasional dan Pendanaan Hijau
Dalam upaya mencapai target 75 GW pembangkit EBT pada tahun 2040, PT PLN (Persero) mengajak semua pihak untuk berkolaborasi dalam penyediaan pendanaan hijau. Dalam sesi diskusi panel di COP29, Dementrios Papathanasiou, Global Director of Energy & Extractives World Bank, menekankan pentingnya kolaborasi global dalam mendukung transisi energi Indonesia. "Utilitas listrik seperti PLN merupakan kunci sukses dari transisi energi di Indonesia. Perlu adanya penguat kinerja keuangan dan operasional sehingga investasi energi bersih bisa terus ditingkatkan dan bisa berkelanjutan," kata Dementrios .
Pemerintah Indonesia menunjukkan tekad politik yang tinggi dalam mempercepat transisi energi menuju masa depan yang lebih mandiri dan berkelanjutan. Melalui kebijakan strategis, regulasi yang mendukung, dan kolaborasi dengan berbagai pihak, Indonesia berupaya mencapai kedaulatan energi nasional melalui pemanfaatan EBT. Meskipun tantangan infrastruktur dan pendanaan masih menjadi hambatan, komitmen pemerintah untuk mencapai target Net Zero Emission pada tahun 2060 menunjukkan arah yang jelas menuju masa depan energi yang lebih hijau dan berkelanjutan.