JAKARTA - Sejumlah penggiat anti korupsi yang tergabung dalam Forum Transparansi (Fortrans) kembali melakukan audiensi dengan Kepolisian Resor (Polres) Kabupaten Pasuruan, Rabu 25 JUNI 2025. Audiensi ini dilakukan sebagai tindak lanjut dari kunjungan mereka sebelumnya ke Kejaksaan Negeri Kabupaten Pasuruan, terkait penegakan hukum di sektor pertambangan yang dianggap bermasalah di wilayah tersebut.
Koordinator Fortrans Pasuruan Timur, Ismail Makky, menegaskan bahwa fokus utama audiensi kali ini adalah mengawal penegakan hukum terhadap perusahaan pertambangan yang beroperasi di wilayah Kawasan Khusus Resapan Air (KKRA). “Berdasarkan Peraturan Menteri Agraria dan Tata Ruang (ATR) No. 11 Tahun 2024, perusahaan pertambangan yang berada di kawasan khusus resapan tidak diperbolehkan melakukan aktivitas penambangan. Ada 57 perusahaan tambang yang diduga masuk kawasan tersebut dan sejak 1 Januari 2025 wajib menghentikan operasi mereka,” ujarnya.
Krisis Penegakan Hukum di Sektor Pertambangan
Persoalan tambang ilegal dan beroperasi di luar ketentuan di Kabupaten Pasuruan menjadi perhatian serius publik dan kelompok anti korupsi. Kawasan khusus resapan merupakan wilayah yang memiliki peran vital dalam menyerap air hujan dan menjaga keseimbangan lingkungan. Penambangan di kawasan ini tidak hanya melanggar aturan, tetapi juga berpotensi menyebabkan kerusakan lingkungan yang parah seperti banjir dan penurunan kualitas sumber air.
Menurut Ismail Makky, meski peraturan sudah jelas, praktik penegakan hukum di lapangan masih berjalan lambat dan minim tindakan tegas terhadap perusahaan tambang yang melanggar aturan. “Kami datang ke Polres hari ini untuk meminta kepastian dan komitmen penegakan hukum agar 57 perusahaan tambang yang beroperasi di kawasan resapan segera ditindak,” tegasnya.
Permasalahan Tambang di Kawasan Resapan Air
Kawasan resapan air berfungsi sebagai wilayah penyerapan air hujan yang sangat penting untuk menjaga ketersediaan air tanah dan menghindari bencana hidrometeorologi seperti banjir dan longsor. Namun, aktivitas penambangan yang tidak terkendali di kawasan ini telah mengganggu fungsi resapan air, mengakibatkan risiko lingkungan yang semakin meningkat.
Pemerintah melalui Kementerian ATR/BPN sudah mengeluarkan Peraturan Menteri No. 11 Tahun 2024 untuk menegaskan pelarangan aktivitas pertambangan di Kawasan Khusus Resapan. Peraturan ini menegaskan bahwa sejak 1 Januari 2025, seluruh perusahaan pertambangan yang beroperasi di kawasan tersebut wajib menghentikan aktivitasnya.
Ismail menambahkan, “Penambangan di kawasan resapan berpotensi merusak ekosistem dan membahayakan masyarakat sekitar. Oleh karena itu, regulasi ini harus dijalankan dengan tegas agar fungsi lingkungan tetap terjaga.”
Tuntutan Transparansi dan Akuntabilitas
Fortrans menuntut agar aparat penegak hukum, khususnya Polres Pasuruan, bersikap transparan dan akuntabel dalam menindak pelanggaran pertambangan di kawasan resapan. Mereka mendesak agar tidak ada lagi pembiaran yang bisa menguntungkan oknum tertentu sehingga merugikan lingkungan dan masyarakat.
“Kami meminta kepolisian untuk bekerja secara profesional, tanpa intervensi, dan memastikan proses penegakan hukum berjalan sesuai aturan. Jangan sampai ada perlindungan bagi perusahaan nakal yang merusak lingkungan,” kata Ismail.
Peran Aparat Penegak Hukum
Polres Pasuruan sebagai lembaga yang memiliki kewenangan untuk menjaga ketertiban dan menegakkan hukum di daerah memiliki peran kunci dalam menyelesaikan persoalan ini. Audiensi ini sekaligus menjadi pengingat bagi aparat kepolisian untuk lebih serius mengawal ketentuan yang sudah diatur oleh pemerintah.
Salah satu perwira Polres yang menerima audiensi menyatakan bahwa mereka akan menindaklanjuti aspirasi Fortrans dan melakukan investigasi menyeluruh terhadap perusahaan-perusahaan tambang yang diduga beroperasi ilegal di kawasan resapan.
“Kami berkomitmen untuk melakukan langkah-langkah hukum yang diperlukan demi penegakan peraturan dan perlindungan lingkungan. Namun, proses hukum harus berjalan sesuai prosedur,” ujarnya.
Dampak Negatif Penambangan Ilegal di Pasuruan
Aktivitas tambang yang beroperasi tanpa izin dan melanggar batas kawasan kritis tidak hanya merusak lingkungan, tetapi juga membawa dampak sosial ekonomi. Kerusakan kawasan resapan berpotensi menyebabkan penurunan kualitas air tanah yang digunakan oleh masyarakat untuk kebutuhan sehari-hari, serta meningkatkan risiko bencana alam.
Menurut laporan warga setempat, sejak aktivitas tambang ilegal meningkat, frekuensi banjir dan kerusakan jalan juga makin sering terjadi. “Kami berharap aparat segera bertindak agar kerusakan ini tidak semakin parah dan lingkungan kembali terjaga,” kata salah seorang warga.
Langkah Pencegahan dan Rehabilitasi
Selain menuntut penegakan hukum, Fortrans juga mengusulkan agar pemerintah daerah dan aparat terkait melakukan langkah rehabilitasi dan konservasi kawasan resapan yang telah rusak akibat penambangan. Langkah-langkah ini penting untuk mengembalikan fungsi ekologis kawasan dan meminimalisir risiko bencana di masa depan.
“Kita harus berpikir jangka panjang. Selain menghentikan aktivitas tambang ilegal, perlu ada program rehabilitasi dan edukasi kepada masyarakat agar kawasan resapan air tetap lestari,” jelas Ismail.
Harapan Masyarakat dan Pemerintah
Masyarakat Kabupaten Pasuruan berharap agar penegakan hukum terhadap perusahaan tambang yang melanggar kawasan resapan dapat dilakukan dengan tegas dan transparan. Mereka ingin lingkungan tetap terjaga, sehingga kehidupan sosial dan ekonomi masyarakat tidak terganggu oleh aktivitas tambang ilegal.
Sementara itu, Pemerintah Daerah juga tengah mengkaji langkah-langkah yang dapat memperkuat pengawasan tambang serta meningkatkan koordinasi lintas sektoral agar tata kelola sumber daya alam di Pasuruan lebih baik dan berkelanjutan.
Audiensi yang dilakukan Forum Transparansi dengan Polres Pasuruan menandai langkah nyata masyarakat sipil dalam mengawal penegakan hukum di sektor pertambangan, khususnya yang berkaitan dengan kawasan resapan air yang sangat vital bagi kelestarian lingkungan dan kehidupan masyarakat. Dengan mengacu pada Peraturan Menteri ATR No. 11 Tahun 2024, diharapkan seluruh perusahaan tambang ilegal di kawasan tersebut segera ditindak dan aktivitas mereka dihentikan sejak awal tahun 2025.
Penegakan hukum yang kuat dan transparan menjadi kunci keberhasilan upaya perlindungan lingkungan sekaligus meningkatkan kualitas hidup masyarakat di Kabupaten Pasuruan. Sinergi antara aparat hukum, pemerintah daerah, dan masyarakat diharapkan mampu mengatasi persoalan ini demi masa depan yang lebih berkelanjutan.