JAKARTA — Kementerian Kesehatan Republik Indonesia (Kemenkes RI) merilis tiga poin penting hasil keikutsertaan Indonesia pada Global Cervical Cancer Elimination Forum 2025 yang digelar di Bali pada 17–19 Juni 2025. Forum internasional ini menegaskan komitmen global untuk mempercepat eliminasi kanker serviks sebagai penyebab kematian kanker kedua terbanyak pada perempuan, terutama di negara berkembang.
Forum ini merupakan yang kedua kalinya dilaksanakan secara global, dan diselenggarakan bersama Pemerintah Indonesia, Gates Foundation, Pemerintah Spanyol dan Australia, World Health Organization (WHO), GAVI the Vaccine Alliance, Unitaid, UNICEF, World Bank, serta Global Financing Facility. Acara ini juga melibatkan lebih dari 300 peserta dari berbagai negara, mitra internasional, sektor swasta, hingga akademisi.
Kegiatan ini menjadi tonggak penting bagi Indonesia untuk memperkuat komitmen nasional mengatasi kanker serviks yang hingga saat ini masih menjadi tantangan besar dalam kesehatan perempuan. Menteri Kesehatan RI, Budi Gunadi Sadikin, menekankan urgensi tindakan bersama di level global maupun nasional.
“Kanker serviks adalah penyebab kematian akibat kanker nomor dua tertinggi pada perempuan Indonesia,” kata Budi Gunadi Sadikin, dikutip dari laman resmi Kemenkes. “Kita tidak bisa menunggu sepuluh atau lima belas tahun lagi. Dengan kemajuan vaksin, skrining, dan pengobatan saat ini, kita memiliki alat untuk menyelamatkan jutaan jiwa—jika kita bertindak sekarang,” tegasnya.
1. Komitmen Global Diperkuat
Poin pertama yang dicatat Kemenkes adalah menguatnya komitmen global dalam mempercepat penurunan angka kematian akibat kanker serviks hingga sepertiga pada 2030, sejalan dengan target Global Strategy WHO.
Target yang ditegaskan kembali dalam forum ini meliputi:
90 persen cakupan vaksinasi HPV untuk anak perempuan pada usia 15 tahun.
70 persen perempuan menjalani skrining menggunakan tes berkinerja tinggi pada usia 35 dan 45 tahun.
90 persen perempuan yang terdiagnosis penyakit serviks menerima pengobatan yang efektif.
Ketiga target tersebut diharapkan menjadi acuan negara-negara anggota forum dalam menyusun kebijakan nasional yang mendukung percepatan eliminasi kanker serviks.
2. Deklarasi Bali Diterbitkan
Hasil penting kedua adalah diterbitkannya Bali Declaration. Deklarasi ini menjadi seruan bersama untuk mempercepat upaya eliminasi kanker serviks secara merata di seluruh dunia. Bali Declaration menekankan pendekatan kolaboratif antarnegara, lembaga donor, dan mitra strategis, sehingga setiap perempuan tanpa terkecuali bisa mendapatkan akses vaksinasi, skrining, dan pengobatan kanker serviks.
Dokumen ini juga menggarisbawahi pentingnya kesetaraan akses layanan kesehatan perempuan di negara berkembang, termasuk di Asia dan Afrika yang masih memiliki tingkat cakupan vaksinasi dan skrining yang rendah.
3. Capaian dan Inovasi Baru
Poin ketiga yang menjadi sorotan adalah capaian dan inovasi baru yang dipresentasikan dalam forum ini. Salah satu capaian penting yang dibahas adalah:
Sebanyak 75 negara kini telah menerapkan jadwal vaksin HPV dosis tunggal. Langkah ini dinilai efisien secara biaya sekaligus memperluas cakupan vaksinasi.
WHO mencatat, cakupan vaksinasi HPV di Afrika meningkat dari 28 persen pada 2022 menjadi 40 persen pada 2023.
WHO juga telah memperbarui panduan skrining dan pengobatan untuk mempercepat deteksi dan penanganan kanker serviks. Beberapa negara mulai menerapkan inovasi self-sampling (pengambilan sampel mandiri) yang lebih praktis dan meningkatkan partisipasi perempuan dalam skrining.
Komitmen Indonesia dalam Eliminasi Kanker Serviks
Indonesia melalui Kemenkes menunjukkan komitmen nyata dengan berbagai langkah strategis. Salah satunya, vaksinasi HPV dosis tunggal akan mulai diterapkan secara nasional pada akhir 2025 melalui program vaksinasi di sekolah dan komunitas. Langkah ini diyakini akan mempercepat peningkatan cakupan vaksinasi dan menurunkan risiko infeksi HPV penyebab kanker serviks.
Selain vaksinasi, Indonesia juga memperluas program skrining menggunakan tes DNA HPV yang lebih akurat. Saat ini, proyek percontohan nasional skrining DNA HPV sedang berlangsung di beberapa daerah, dengan harapan dapat segera diimplementasikan secara luas.
Dalam aspek pengobatan, Kemenkes telah mengupayakan peningkatan ketersediaan alat, memperluas layanan kemoterapi dan krioterapi di rumah sakit pemerintah, serta mengadakan pelatihan untuk tenaga kesehatan agar dapat menangani kanker serviks dengan lebih efektif.
Fokus pada Pembiayaan Berkelanjutan
Bersamaan dengan pelaksanaan forum, digelar pula dialog strategis mengenai pembiayaan berkelanjutan untuk kesehatan perempuan. Dialog ini melibatkan kementerian terkait, lembaga donor, rumah sakit kanker, akademisi, hingga industri kesehatan. Diskusi menitikberatkan pada:
Strategi blended financing (pembiayaan campuran publik-swasta) untuk memperkuat program eliminasi kanker serviks.
Penguatan tenaga kerja kesehatan perempuan dan sistem informasi yang mendukung pelaporan terintegrasi.
Akses pengujian HPV yang lebih inklusif, termasuk metode self-collection untuk menjangkau perempuan di daerah terpencil.
Dukungan Yayasan Kanker Indonesia (YKI) dalam meningkatkan layanan deteksi dini dan edukasi masyarakat.
Tantangan Eliminasi Kanker Serviks
Kemenkes juga menyoroti tantangan besar dalam upaya eliminasi kanker serviks, mulai dari stigma masyarakat terhadap pemeriksaan kesehatan organ reproduksi, keterbatasan infrastruktur layanan kesehatan di daerah, hingga kesenjangan akses vaksinasi di wilayah terpencil. Oleh karena itu, kolaborasi lintas sektor dinilai mutlak diperlukan.
“Tidak ada satu negara pun yang bisa bekerja sendiri menghadapi tantangan kanker serviks ini. Kolaborasi adalah kunci,” kata Budi Gunadi Sadikin.
Dukungan Internasional untuk Indonesia
Forum ini juga menunjukkan tingginya perhatian internasional terhadap upaya Indonesia dalam menurunkan angka kematian akibat kanker serviks. Mitra global seperti Gates Foundation, WHO, GAVI, dan Unitaid memberikan komitmen dukungan teknis dan pendanaan agar target eliminasi kanker serviks di Indonesia dapat tercapai lebih cepat.
Dalam penutupannya, forum menegaskan kembali pentingnya langkah konkret di masing-masing negara, termasuk Indonesia, untuk mempercepat capaian target 90-70-90 sesuai strategi global WHO.