JAKARTA - Indonesia kembali menegaskan perannya dalam peta fesyen berkelanjutan dunia melalui gelaran Indonesia Fashion Parade (IFP) 2025 yang berlangsung pada 28–29 Juni 2025 di Hotel Manhattan, Jakarta. Ajang tahunan ini tidak hanya menampilkan keindahan busana, tetapi juga membawa misi penting untuk mendidik masyarakat dan pelaku industri fashion tentang urgensi pengurangan limbah pakaian nasional.
Dalam pernyataannya, Presiden IFP Athan menekankan bahwa karya-karya yang dipresentasikan pada IFP 2025 merupakan bagian dari upaya kolektif memerangi limbah pakaian. “Karya yang ditampilkan hari ini dipersembahkan untuk nusa dan bangsa Indonesia dalam rangka untuk mengurangi limbah pakaian di Indonesia. Harapannya, semua pelaku industri fashion di Indonesia akan menjadi penggerak upaya ini mengingat Indonesia adalah penyumbang limbah pakaian terbesar kedua di dunia setelah India,” tegas Athan.
Mengusung tema besar “Heritage & Legacy”, IFP 2025 menjadi sorotan tidak hanya di dalam negeri, namun juga di kancah regional Asia Tenggara. Ajang ini memasuki penyelenggaraan ke-5, diikuti para fashion designer, model, dan stakeholder fesyen dari berbagai negara. Tahun ini, partisipan berasal dari Indonesia, Malaysia, Vietnam, dan Timor Leste, yang menegaskan posisi IFP sebagai ajang bergengsi di kawasan.
- Baca Juga Artis Amanda Manopo Infus, Fans Khawatir
Suasana meriah langsung terasa sejak hari pertama. Sejumlah tokoh penting hadir dalam pembukaan acara, di antaranya Duta Besar Sudan untuk Indonesia Dr. Yassir Mohamed Ali, Duta Besar Suriah untuk Indonesia Abdumonem Annan, Charge d’affaires Kedutaan Besar Ukraina di Jakarta Yevhenia Shynkarenko, serta perwakilan dari Kedutaan Besar Mongolia, Belarus, dan Zimbabwe. Kehadiran mereka menjadi simbol dukungan internasional terhadap gerakan fesyen ramah lingkungan yang diinisiasi Indonesia.
Agenda pada hari pertama IFP 2025 diisi dengan presentasi karya dari 13 designer, yaitu 10 dari Indonesia, 1 dari Vietnam, dan 2 dari Malaysia. Penampilan koleksi ini kian istimewa dengan peragaan ragam busana tradisional Indonesia oleh Komunitas Perempuan Berkebaya, menambah semarak acara sekaligus mengedukasi pengunjung tentang kekayaan budaya nasional.
Tidak hanya menghadirkan designer profesional, IFP 2025 juga memberi ruang bagi desainer muda berbakat melalui kompetisi Indonesia Fashion Design Competition (IFDC) 2025. Sebanyak 25 finalis IFDC memamerkan karya yang menggabungkan kreativitas dengan nilai tradisi dan keberlanjutan. Ajang ini menjadi bukti nyata dukungan terhadap regenerasi di industri fesyen Indonesia.
Hari kedua IFP 2025 semakin menegaskan komitmen keberagaman dengan penampilan karya delapan designer, terdiri dari satu designer asal Timor Leste dan tujuh dari Indonesia. Keunikan koleksi yang menggabungkan wastra tradisional dengan konsep modern berhasil memukau para tamu undangan. Tepuk tangan meriah berulang kali menggema setiap kali para model menjejakkan kaki di atas catwalk.
Menteri Ekonomi Kreatif Indonesia Teuku Riefky Harsya dalam sambutan yang disampaikan lewat video turut mengapresiasi penyelenggaraan IFP 2025. “Indonesia Fashion Parade tidak hanya sekedar fashion show, namun juga menjadi wadah bagi para designer dan industri tekstil untuk berkolaborasi, berinovasi sekaligus berkontribusi nyata terhadap pertumbuhan ekonomi nasional,” kata Riefky. Pernyataan ini semakin menegaskan pentingnya peran sektor ekonomi kreatif, termasuk fesyen, dalam mendukung pembangunan nasional.
IFP 2025 juga menjadi ajang unjuk prestasi bagi talenta muda Tanah Air. Pada kompetisi IFDC 2025, Anisa Lutfia Rahma terpilih sebagai pemenang kategori Best Design. Adapun kategori lainnya berhasil dimenangkan oleh Dia Ayunda Afita (Best Traditional Weaving), Nur Widya Rahmawati (Best Creativity), Maliqa Aisha Agustina (Best Concept), Siti Rahmi (Best Original), Amelia Putri (Best Performance), Sheika Fajrianita (Best Art), dan Arvilia Kartika (Best Presentation). Para pemenang ini diharapkan menjadi motor penggerak pengembangan fesyen berbasis nilai budaya dan kelestarian lingkungan.
Selain kompetisi desain, IFP 2025 juga menyelenggarakan Indonesia Model Hunt 2025, kompetisi untuk model berbakat yang diikuti peserta dari berbagai daerah di Indonesia dan negara tetangga. Dalam ajang ini, Mickalen Wong Ming Fai dari Malaysia berhasil meraih gelar First Runner Up Top Model 2025, sedangkan gelar Top Model 2025 diraih Zayyanah Dzatil Izzah dari Kendari, Indonesia. Prestasi Zayyanah membuktikan besarnya potensi generasi muda Indonesia di kancah fesyen internasional.
Secara keseluruhan, IFP 2025 membuktikan bahwa industri fesyen dapat berkontribusi pada penanganan isu lingkungan melalui inovasi desain yang mengedepankan prinsip sustainability. Dukungan berbagai pihak, mulai dari desainer, model, pemerintah, hingga masyarakat luas, sangat dibutuhkan agar kampanye pengurangan limbah pakaian terus bergaung.
Sebagai salah satu negara dengan jumlah penduduk terbesar di dunia, Indonesia memiliki potensi pasar fesyen yang sangat besar. Namun di sisi lain, tantangan sampah tekstil juga tidak bisa diabaikan. Data Kementerian Lingkungan Hidup dan Kehutanan menunjukkan tren peningkatan limbah pakaian di Tanah Air dalam beberapa tahun terakhir. Oleh sebab itu, acara seperti IFP 2025 sangat penting sebagai panggung kampanye sekaligus solusi inovatif.
Melalui karya para designer yang tampil di IFP 2025, publik dapat melihat bahwa limbah pakaian tidak harus berakhir di tempat pembuangan akhir, tetapi bisa diolah kembali menjadi busana yang indah, berdaya guna, serta bernilai jual tinggi. Edukasi publik tentang upcycling fashion ini diharapkan dapat memicu kesadaran lebih luas terhadap pentingnya pola konsumsi bertanggung jawab.
Tak hanya berhenti pada dua hari acara, Athan menegaskan komitmennya untuk terus membawa semangat pengurangan limbah pakaian melalui berbagai program berkelanjutan. “Kami ingin IFP menjadi inspirasi bagi semua kalangan, bukan hanya designer dan model, tapi juga masyarakat luas agar lebih bijak dalam mengelola pakaian bekas,” ujarnya menutup.
Dengan keberhasilan IFP 2025, Indonesia tidak hanya memperkuat posisi di industri fesyen Asia Tenggara, tetapi juga menegaskan diri sebagai negara yang berkomitmen pada tren fesyen berkelanjutan yang ramah lingkungan.