JAKARTA - Transformasi sektor logistik kini menjadi prioritas strategis untuk memperkuat fondasi ekonomi nasional. Pemerintah menilai efisiensi logistik bukan hanya soal menurunkan biaya, tetapi juga kunci dalam mendorong daya saing, menjaga kestabilan inflasi, dan memperkuat ketahanan perekonomian di tengah ketidakpastian global.
Menteri Koordinator Bidang Perekonomian RI, Airlangga Hartarto, menekankan bahwa biaya logistik yang saat ini masih berada di angka 14,5 persen terhadap Produk Domestik Bruto (PDB) perlu segera ditekan agar Indonesia mampu bersaing dengan negara-negara ASEAN lain yang sudah mencapai level single digit. “Target sih dari 14,5 persen saat ini, kalau bisa turun terus ke 12,5 persen dan bahkan sampai 2030 menjadi 8 persen,” ujar Airlangga.
Penurunan biaya logistik ini diyakini Airlangga tidak hanya akan meningkatkan efisiensi, tetapi juga mempercepat pertumbuhan sektor industri, menambah surplus neraca perdagangan, serta memperkuat struktur perekonomian nasional. Terlebih, neraca perdagangan Indonesia per Mei 2025 masih mencatatkan surplus 4,6 miliar dolar AS dan telah bertahan positif selama 61 bulan berturut-turut.
Untuk mencapai target biaya logistik lebih rendah, pemerintah menyiapkan rancangan Peraturan Presiden (Perpres) tentang penguatan logistik nasional. Airlangga menyebut ada tiga fokus utama yang akan dimuat dalam regulasi tersebut. Pertama, penguatan infrastruktur konektivitas layanan backbone dan sarana penunjang logistik; kedua, penguatan integrasi dan digitalisasi logistik; serta ketiga, peningkatan daya saing sumber daya manusia (SDM) dan penyedia jasa logistik. “Kita berharap bisa mendorong pencapaian target pertumbuhan ekonomi yang dibidik,” tegasnya.
Airlangga menegaskan, pemerintah menargetkan regulasi ini bisa disiapkan pada November 2025. “Insya Allah, bulan November ini bisa dipersiapkan. Pemerintah juga akan terus berusaha termasuk deregulasi di sektor logistik mana, agar kita bisa single digit. Berbagai negara lain di ASEAN itu hampir seluruhnya single digit. Jadi, kita masih ada flat, masih ada nilai yang harus kita turunkan,” ungkapnya.
Kondisi ekonomi Indonesia saat ini memang masih terjaga positif. Inflasi per Mei 2025 tercatat di bawah target 2,5 ±1, sementara nilai ekspor pada periode yang sama mencapai 24,61 miliar dolar AS dan impor sebesar 20,31 miliar dolar AS. Namun, Airlangga tak menampik tantangan eksternal seperti perang dagang yang menyebabkan penurunan purchasing managers index (PMI) Indonesia hingga 47,4 persen.
Di sisi lain, Ketua Umum Dewan Pengurus Pusat Asosiasi Logistik dan Forwarder Indonesia (ALFI), M. Akbar Djohan, menilai transformasi sektor logistik menjadi fondasi penting untuk mendukung target Indonesia Emas 2045. Hal ini menjadi alasan utama ALFI menyelenggarakan ALFI CONVEX 2025, pameran nasional bertema “Indonesia in Motion: Transformasi Logistik Menuju Indonesia Emas 2045,” yang akan berlangsung pada 12–14 November 2025 di ICE BSD, Tangerang Selatan.
Akbar menjelaskan, ALFI CONVEX 2025 dirancang sebagai forum strategis yang mempertemukan pemangku kebijakan, pelaku industri, asosiasi, investor, serta peserta pameran dari dalam dan luar negeri. “Acara ini dirancang sebagai wadah kolaboratif untuk memperkuat daya saing logistik nasional serta mendorong arus investasi ke sektor-sektor strategis,” paparnya.
Ia menegaskan, ALFI CONVEX 2025 bukan hanya sekadar pameran, tetapi menjadi langkah konkret sektor logistik untuk mendukung transformasi ekonomi nasional secara menyeluruh. “Kami percaya sektor logistik merupakan jantung dari transformasi menuju Indonesia Emas 2045,” tegas Akbar.
Menurutnya, efisiensi dan integrasi logistik nasional harus menjadi prioritas bersama, karena logistik yang terkelola dengan baik adalah syarat mutlak bagi terciptanya pertumbuhan ekonomi yang inklusif dan berkelanjutan. Peningkatan kualitas infrastruktur dan layanan logistik juga diyakini dapat membuka akses pasar yang lebih luas bagi produk-produk Indonesia di tingkat domestik maupun internasional.
Transformasi logistik juga diharapkan memperkuat sektor industri nasional dengan menekan biaya distribusi barang, sehingga meningkatkan daya saing produk dalam negeri. Selain itu, digitalisasi logistik menjadi salah satu faktor krusial dalam mendorong efisiensi, transparansi, dan percepatan layanan yang dapat membantu pelaku usaha menyesuaikan diri dengan dinamika pasar global.
Dengan berbagai langkah strategis yang sedang dipersiapkan pemerintah, termasuk Perpres penguatan logistik nasional, Indonesia menargetkan tidak hanya mengejar efisiensi, tetapi juga membangun sistem logistik yang tangguh dan adaptif terhadap perubahan global. Jika berhasil, upaya ini akan mendukung visi Indonesia menjadi negara maju pada 2045, dengan ekonomi yang kuat, merata, dan berkelanjutan.
Kolaborasi pemerintah, asosiasi, dan pelaku industri logistik melalui momentum ALFI CONVEX 2025 menjadi langkah nyata yang menegaskan komitmen seluruh pihak untuk mempercepat transformasi sektor logistik sebagai tulang punggung pertumbuhan ekonomi nasional di masa depan.