JAKARTA - Meskipun pandemi telah mengubah lanskap kerja global, tren terbaru menunjukkan bahwa sistem kerja dari kantor (work from office/WFO) masih menjadi pilihan mayoritas bagi banyak pekerja di berbagai belahan dunia. Namun, pola baru yang tak bisa diabaikan adalah meningkatnya fleksibilitas dalam pemilihan lokasi kerja. Perusahaan kini semakin sadar bahwa produktivitas tidak hanya tergantung pada kehadiran fisik di kantor.
Dalam survei yang mencakup ribuan responden dari Asia, Eropa, Amerika Latin, Britania Raya, dan Timur Tengah, ditemukan bahwa lebih dari separuh pekerja masih menghabiskan waktu kerjanya di kantor. Tepatnya, 54,6% dari waktu kerja mingguan dialokasikan untuk bekerja dari kantor, terlepas dari usia atau negara tempat tinggal mereka.
Namun, data juga memperlihatkan bahwa preferensi terhadap lokasi kerja sangat dipengaruhi oleh kelompok usia. Kelompok pekerja senior, terutama usia 50–59 tahun, menjadi kelompok dengan dominasi kehadiran tertinggi di kantor, yakni 61% dari total waktu kerja mereka. Ini mengindikasikan bahwa generasi pekerja yang lebih berpengalaman masih menjadikan kantor sebagai pusat aktivitas kerja yang utama.
Kelompok usia 40–49 tahun mengikuti dengan 56% waktu kerja dihabiskan di kantor. Sementara itu, yang menarik adalah kelompok usia 60 tahun ke atas, meski masih aktif di dunia kerja, hanya 47% dari waktu kerja mereka dihabiskan di kantor. Sisanya, mereka lebih banyak memilih lokasi kerja alternatif seperti rumah (20%), coworking space (10%), lokasi klien (9%), perjalanan bisnis (7%), dan lokasi fleksibel lainnya seperti kafe atau perpustakaan (6%).
Angka-angka ini menunjukkan bahwa meskipun WFO tetap dominan secara umum, ada perubahan pola kerja yang signifikan terutama di kalangan generasi yang lebih tua dan lebih muda. Fleksibilitas menjadi nilai penting, baik dalam bentuk hybrid working maupun opsi kerja dari lokasi non-tradisional.
Coworking space, misalnya, meskipun penggunaannya masih terbatas secara global, memiliki angka rata-rata 8% di seluruh kelompok usia. Ini menunjukkan bahwa kehadirannya sebagai alternatif tempat kerja mulai diterima, meski belum signifikan menggantikan kantor atau rumah sebagai basis utama.
Di sisi lain, sistem kerja dari rumah (work from home/WFH) menunjukkan angka yang stabil di semua kelompok usia, yaitu sekitar 20%, dengan kelompok usia 40–49 tahun mencatatkan angka tertinggi di 21%. Stabilitas angka WFH ini mengindikasikan bahwa kerja dari rumah telah menjadi norma baru pasca-pandemi, bukan sekadar solusi darurat.
Sementara itu, lokasi kerja yang benar-benar mobile seperti saat perjalanan bisnis atau WFA (work from anywhere) hanya menyumbang 5% dari total waktu kerja mingguan, secara rata-rata. Hal ini menegaskan bahwa meskipun teknologi telah mendukung mobilitas tinggi, pekerja tetap lebih memilih tempat kerja yang stabil dan terstruktur.
Tren hybrid atau sistem kerja campuran pun semakin menjadi pilihan banyak perusahaan, sebagai respons terhadap dinamika preferensi karyawan dan kebutuhan bisnis yang terus berkembang. Model ini memungkinkan keseimbangan antara efisiensi operasional, kenyamanan karyawan, dan produktivitas kerja.
Fleksibilitas dalam memilih lokasi kerja ini secara tidak langsung memperlihatkan bahwa karyawan kini memiliki kendali lebih besar terhadap cara mereka bekerja. Mereka bisa menyesuaikan kondisi kerja dengan preferensi personal, ritme kerja, dan kebutuhan keluarga tanpa harus sepenuhnya terikat pada ruang fisik kantor.
Selain itu, pergeseran ini juga mengarah pada perubahan dalam cara organisasi memandang produktivitas. Tidak lagi semata-mata dinilai dari kehadiran fisik, namun juga dari output kerja dan kolaborasi lintas lokasi yang efektif. Hal ini tentu menuntut perusahaan untuk berinvestasi dalam infrastruktur digital dan budaya kerja yang mendukung fleksibilitas.
Jika ditinjau lebih dalam, kelompok usia senior yang lebih fleksibel dalam lokasi kerja mungkin juga disebabkan oleh pengalaman kerja yang membuat mereka mampu bekerja lebih mandiri, tanpa pengawasan langsung di kantor. Sementara itu, kelompok pekerja menengah, meskipun dominan di kantor, juga menjadi tulang punggung sistem hybrid, karena mereka berada dalam masa karier yang aktif membangun posisi dan jaringan profesional.
Secara umum, data ini menandakan bahwa dunia kerja global sedang mengalami transisi, di mana kehadiran di kantor tetap penting, tetapi bukan satu-satunya cara untuk bekerja secara optimal. Model kerja masa depan tampaknya akan ditentukan oleh kemampuan organisasi dan pekerja dalam menavigasi berbagai opsi lokasi kerja secara efisien.
Survei ini mengumpulkan opini dari lebih dari 16 ribu pekerja kantoran penuh waktu di 15 negara dengan berbagai latar belakang usia dan lokasi. Hasilnya menjadi gambaran nyata bahwa era kerja fleksibel bukan lagi tren sementara, melainkan realitas baru yang semakin diterima dan diadopsi oleh organisasi global.
Dengan meningkatnya pemahaman atas pentingnya keseimbangan hidup dan kerja, serta keberagaman gaya kerja di setiap generasi, perusahaan perlu terus mengevaluasi pendekatan manajemen karyawan mereka. Yang jelas, WFO memang masih bertahan, tapi era kerja fleksibel telah tiba, dan tampaknya tidak akan pergi dalam waktu dekat.