JAKARTA - Pemerintah kembali menyoroti pentingnya pembaruan kebijakan yang mengatur sektor energi nasional, khususnya sektor hulu minyak dan gas bumi (migas). Salah satu langkah krusial yang mulai menjadi fokus adalah evaluasi terhadap Undang-Undang Nomor 22 Tahun 2001 tentang Minyak dan Gas Bumi, yang sudah lebih dari dua dekade menjadi dasar hukum dalam pengelolaan sektor strategis ini.
Wakil Menteri Energi dan Sumber Daya Mineral (Wamen ESDM), Yuliot Tanjung, menyampaikan bahwa sudah waktunya pemerintah melakukan peninjauan menyeluruh terhadap UU tersebut. Dalam keterangannya kepada media, Rabu 09 JULI 2025, ia menekankan bahwa revisi undang-undang bukan sekadar soal regulasi, melainkan menjadi syarat penting untuk menciptakan iklim investasi yang lebih sehat dan kompetitif.
“Salah satu yang perlu dilakukan evaluasi adalah UU No. 22 Tahun 2001. Secara substansi sudah harus banyak dilakukan evaluasi, bagaimana memberikan kemudahan investasi di hulu migas,” ujar Yuliot.
Kebutuhan Mendesak Penyesuaian Regulasi
Sektor hulu migas selama ini menjadi penyumbang besar terhadap penerimaan negara, namun dalam beberapa tahun terakhir kinerjanya menghadapi tekanan yang cukup besar. Rendahnya tingkat eksplorasi dan eksploitasi, ditambah dengan fluktuasi harga minyak dunia, telah berdampak pada minat investor terhadap proyek-proyek migas nasional.
Wamen ESDM menilai bahwa salah satu akar persoalan berada pada aspek regulasi yang belum sepenuhnya adaptif terhadap perubahan zaman dan dinamika global industri energi. UU Nomor 22 Tahun 2001 yang kini menjadi pijakan utama dinilai sudah tidak relevan dengan kebutuhan zaman, terlebih jika dikaitkan dengan upaya pemerintah mendorong investasi di sektor hulu.
Menurut Yuliot, dalam situasi global yang semakin kompetitif, negara harus mampu menawarkan regulasi yang fleksibel, memberikan kepastian hukum, dan menjamin iklim investasi yang kondusif.
Evaluasi Substansial: Fokus pada Hulu
Yuliot Tanjung secara khusus menyoroti sektor hulu migas sebagai titik krusial dalam evaluasi ini. Sektor ini dianggap paling berisiko dan memerlukan investasi besar dengan masa pengembalian yang panjang. Maka, keberpihakan regulasi terhadap kemudahan dan kepastian investasi sangat menentukan keberhasilan sektor tersebut.
“Bagaimana memberikan kemudahan investasi di hulu migas, ini yang sangat perlu menjadi perhatian dalam revisi undang-undang tersebut,” ujarnya menambahkan.
Kemudahan yang dimaksud tidak semata dalam bentuk insentif fiskal, tetapi juga dalam hal perizinan, skema kontrak kerja sama, pengelolaan risiko, serta percepatan proses persetujuan eksplorasi dan produksi.
Menjawab Tantangan Transisi Energi
Upaya pembaruan regulasi migas ini juga tidak bisa dilepaskan dari konteks transisi energi yang kini menjadi agenda nasional dan global. Indonesia tengah berada pada titik penting dalam upaya mengurangi ketergantungan terhadap energi fosil, namun dalam waktu yang bersamaan tetap membutuhkan kestabilan pasokan energi dari sektor migas.
Pemerintah menyadari bahwa sektor hulu migas tetap memainkan peran vital dalam menjaga ketahanan energi nasional, terutama untuk mendukung pembangunan dan kegiatan industri. Karena itu, revisi UU migas harus dirancang secara cermat agar mampu menjawab tantangan jangka pendek dan menengah, sekaligus memberikan ruang bagi transformasi energi berkelanjutan.
Harapan Investor dan Pelaku Usaha
Pernyataan Wamen ESDM ini mendapat perhatian dari berbagai kalangan, terutama para pelaku industri migas dan investor. Sejumlah asosiasi industri selama ini telah menyuarakan perlunya perubahan kebijakan agar lebih selaras dengan kebutuhan dunia usaha.
Selama ini, ketidakpastian hukum dan panjangnya proses birokrasi sering menjadi penghambat masuknya investasi baru di sektor migas. Dengan adanya sinyal dari pemerintah untuk melakukan evaluasi terhadap UU No. 22 Tahun 2001, diharapkan ada pembaruan substansial yang bisa menjawab keluhan tersebut.
Investor berharap pemerintah mampu menghadirkan sistem regulasi yang lebih ramping, insentif yang kompetitif, serta jaminan kepastian terhadap kontrak-kontrak kerja sama jangka panjang.
Belajar dari Praktik Negara Lain
Wamen ESDM juga mengindikasikan bahwa dalam proses evaluasi UU migas, pemerintah akan banyak belajar dari praktik terbaik (best practices) di negara-negara lain yang berhasil menarik investasi besar di sektor hulu.
Negara seperti Norwegia, Brasil, dan bahkan beberapa negara tetangga di Asia Tenggara telah menunjukkan bagaimana regulasi yang ramah investor, namun tetap berpihak pada kepentingan nasional, mampu menjadi kunci keberhasilan dalam pembangunan sektor energi.
Dalam revisi UU migas, pemerintah Indonesia disebut akan mempertimbangkan pendekatan serupa, yaitu menciptakan model regulasi yang memberikan fleksibilitas kepada pelaku usaha, tetapi tetap menjaga kedaulatan negara atas sumber daya alam.
Proses Legislasi dan Keterlibatan Publik
Untuk mewujudkan revisi tersebut, pemerintah akan berkoordinasi dengan DPR RI sebagai mitra legislasi. Menurut sejumlah sumber internal, proses penyusunan draf revisi sudah masuk tahap awal dan diperkirakan akan menjadi salah satu agenda prioritas dalam program legislasi nasional (Prolegnas) tahun 2026.
Pemerintah juga berjanji akan melibatkan berbagai pihak dalam proses penyusunan, termasuk akademisi, asosiasi industri, LSM, serta masyarakat sipil agar produk hukum yang dihasilkan benar-benar komprehensif dan berdaya guna.
Momentum Reformasi Energi Nasional
Pernyataan Wamen ESDM Yuliot Tanjung menjadi pengingat bahwa momentum untuk mereformasi sektor energi tidak boleh lagi ditunda. Dengan berbagai tantangan dan peluang yang dihadapi, sektor migas nasional membutuhkan instrumen hukum yang mampu menjawab dinamika industri saat ini.
Evaluasi terhadap UU No. 22 Tahun 2001 tentang Minyak dan Gas Bumi bukan hanya langkah administratif, tetapi bagian dari strategi besar Indonesia untuk menjaga daya saing, menarik investasi, serta menjamin keberlanjutan energi nasional.
Seiring dengan semangat reformasi regulasi yang digaungkan pemerintah, publik menaruh harapan agar langkah ini segera diwujudkan dalam bentuk kebijakan konkret yang mampu mengakselerasi transformasi sektor energi nasional ke arah yang lebih progresif dan inklusif.