JAKARTA - Meski sudah lebih dari satu dekade berjalan, program Jaminan Kesehatan Nasional (JKN) melalui Badan Penyelenggara Jaminan Sosial (BPJS) Kesehatan ternyata masih menyisakan kesenjangan pemahaman di kalangan masyarakat Indonesia. Banyak warga yang mengira bahwa manfaat BPJS hanya terbatas pada pengobatan dasar atau rawat jalan, tanpa menyadari bahwa program ini juga mencakup berbagai layanan medis penting, termasuk operasi besar dan pembiayaan alat kesehatan.
Realita ini menunjukkan bahwa persoalan bukan hanya terletak pada ketersediaan layanan, tetapi juga pada literasi kesehatan publik. Banyak peserta JKN tidak mengetahui bahwa mereka sebenarnya memiliki hak atas berbagai prosedur medis yang vital, selama sesuai dengan ketentuan dan indikasi medis yang diatur. Minimnya informasi menjadi salah satu penyebab rendahnya optimalisasi manfaat dari program yang mulai berlaku secara nasional sejak 1 Januari 2014.
Padahal sejak awal, JKN dirancang sebagai sistem perlindungan sosial kesehatan yang komprehensif. Dengan membayar iuran rutin—yang nominalnya tergolong sangat terjangkau dibandingkan biaya layanan kesehatan mandiri—peserta BPJS Kesehatan sebenarnya telah dijamin tidak hanya untuk pemeriksaan rutin, tetapi juga pengobatan lanjutan, operasi besar, hingga pemanfaatan alat kesehatan seperti kursi roda, korset tulang belakang, hingga alat bantu dengar.
Edukasi Jadi Kunci Optimalisasi Manfaat
Salah satu kendala terbesar adalah kurangnya penyebarluasan informasi yang merata hingga ke daerah-daerah terpencil. Masyarakat di wilayah perdesaan atau dengan akses internet terbatas seringkali hanya mengenal BPJS sebagai sarana untuk berobat ke puskesmas atau mendapatkan obat generik. Pengetahuan bahwa BPJS dapat dimanfaatkan untuk tindakan besar seperti cuci darah rutin (hemodialisis), operasi jantung, atau bahkan kemoterapi bagi penderita kanker, masih sangat terbatas.
Lebih jauh lagi, banyak peserta juga belum paham bagaimana prosedur administratif harus dijalani untuk mendapatkan layanan tersebut. Alhasil, tidak sedikit yang akhirnya memilih membayar sendiri atau bahkan menunda tindakan medis karena takut biayanya mahal, padahal mereka berhak mendapatkannya secara gratis melalui BPJS Kesehatan.
Perlindungan Menyeluruh, Sesuai Regulasi
Berdasarkan regulasi yang berlaku, JKN yang dikelola BPJS Kesehatan mencakup hampir seluruh kebutuhan kesehatan peserta, baik promotif, preventif, kuratif, maupun rehabilitatif. Artinya, selama peserta mengikuti alur pelayanan (mulai dari faskes tingkat pertama hingga rujukan ke rumah sakit), maka biaya tindakan medis seperti operasi usus buntu, persalinan sesar, atau pemasangan alat pacu jantung akan ditanggung penuh oleh BPJS Kesehatan.
Hal ini sekaligus menjawab anggapan keliru di masyarakat bahwa tindakan medis besar atau alat kesehatan hanya bisa didapat jika seseorang membayar asuransi kesehatan swasta. Faktanya, BPJS Kesehatan telah menjamin ratusan jenis layanan berdasarkan kode INA-CBG (Indonesia Case-Based Groups) yang sudah distandarkan.
Namun demikian, tetap ada batasan yang perlu dipahami masyarakat. Tidak semua alat kesehatan atau prosedur dapat ditanggung. Ada ketentuan medis, ketersediaan fasilitas, dan indikasi dokter yang menjadi syarat utama. Misalnya, permintaan operasi plastik untuk estetika tentu tidak ditanggung, berbeda halnya jika tindakan tersebut dilakukan untuk rekonstruksi pasca-kecelakaan.
Iuran Terjangkau, Manfaat Maksimal
Salah satu kekuatan dari sistem JKN adalah skema gotong royong dalam pembiayaan. Dengan iuran bulanan mulai dari Rp35.000 untuk kelas III hingga Rp150.000 untuk kelas I (mengacu pada sistem kelas sebelum penerapan Kelas Rawat Inap Standar atau KRIS), manfaat yang diberikan setara dengan puluhan juta rupiah bila dihitung dalam biaya medis aktual.
Bayangkan, seorang pasien yang membutuhkan operasi jantung terbuka dapat menghemat biaya ratusan juta rupiah jika menggunakan BPJS. Demikian pula pasien kanker yang menjalani rangkaian kemoterapi dan radioterapi—biaya yang sangat tinggi di layanan kesehatan swasta, namun dapat ditanggung penuh oleh BPJS.
Dengan skema pembiayaan tersebut, JKN bukan hanya sekadar sistem perlindungan kesehatan, tetapi juga instrumen pengentasan kemiskinan. Tanpa jaminan kesehatan yang kuat, banyak keluarga bisa jatuh miskin akibat biaya pengobatan yang besar.
Tantangan: Sosialisasi, Transparansi, dan Pelayanan
Walau demikian, kepercayaan masyarakat terhadap layanan BPJS masih menghadapi tantangan. Di sejumlah fasilitas kesehatan, keluhan terkait antrean panjang, prosedur berbelit, atau ketersediaan kamar rawat inap memang masih ditemukan. Tantangan tersebut menuntut peningkatan pelayanan di lapangan, serta integrasi sistem informasi yang lebih baik antara rumah sakit, dokter, dan pihak BPJS.
Namun di sisi lain, masyarakat juga diimbau untuk lebih aktif menggali informasi dan memahami hak serta kewajiban mereka sebagai peserta JKN. Transparansi informasi, kedisiplinan pembayaran iuran, serta edukasi kesehatan berbasis komunitas menjadi kunci agar program JKN benar-benar bisa memberikan manfaat maksimal.
Harapan ke Depan: KRIS dan Transformasi Sistem Layanan
Dengan transformasi menuju Kelas Rawat Inap Standar (KRIS) yang mulai diujicobakan secara bertahap, BPJS Kesehatan berupaya menghadirkan layanan kesehatan yang lebih berkeadilan, terstandardisasi, dan menyeluruh. KRIS menekankan kesetaraan layanan antar peserta, tanpa membedakan kelas perawatan secara mencolok.
Jika literasi publik terhadap program ini meningkat, maka KRIS bukan hanya menyederhanakan sistem, tetapi juga menghapus stigma bahwa pelayanan BPJS kalah dibandingkan layanan swasta.
Program JKN melalui BPJS Kesehatan sejatinya telah menyediakan perlindungan menyeluruh bagi seluruh warga negara Indonesia. Namun, untuk memaksimalkan manfaatnya—termasuk dalam hal pembiayaan alat kesehatan dan tindakan medis penting seperti operasi—masyarakat perlu dibekali dengan pemahaman yang utuh. Edukasi dan transparansi informasi menjadi kunci utama agar setiap peserta dapat merasakan manfaat maksimal dari sistem jaminan sosial kesehatan yang dibangun dengan prinsip gotong royong ini.