JAKARTA - Musim panen kopi di Kecamatan Wonosalam, Kabupaten Jombang, Jawa Timur, menjadi berkah tersendiri bagi para petani. Berada di lereng kaki Gunung Anjasmoro, kawasan ini dikenal sebagai sentra penghasil kopi jenis robusta yang telah diwariskan turun-temurun sejak zaman kolonial Belanda. Tahun ini, panen kopi berlangsung lebih menggembirakan: hasil melimpah, dan harga jual pun cukup tinggi.
Kebahagiaan ini tampak dari wajah Asmat, petani kopi berusia 60 tahun asal Dusun Mendiro, Desa Panglungan. Ia menyambut panen raya kali ini dengan rasa syukur karena tanaman kopinya menunjukkan hasil yang lebih baik dari musim sebelumnya.
“Tahun kemarin buahnya tidak terlalu banyak, kira-kira hanya 1,5 ton, sedangkan panen tahun ini semua tanaman kopi yang saya tanam berbuah,” ujarnya saat ditemui di kebun kopinya.
Di atas lahan seluas 4 hektare miliknya, Asmat menanam dua jenis kopi: robusta dan excelsa. Namun, robusta menjadi varietas utama yang mendominasi areal tanam. Pohon-pohon kopi miliknya kini tengah dipenuhi oleh buah kopi matang berwarna merah cerah, atau biasa disebut cherry kopi, yang siap dipanen.
Komoditas Unggulan Sejak Zaman Belanda
Wilayah Desa Panglungan sudah lama dikenal sebagai kawasan penghasil kopi berkualitas. Sejak masa penjajahan Belanda, kopi robusta dari Wonosalam telah menjadi komoditas unggulan. Kopi ini dikenal karena cita rasanya yang kuat dan pahit dengan aroma khas menyerupai kacang.
Asmat mengaku bahwa panen saat ini baru dilakukan di sebagian lahannya. “Total lahan tanaman kopi yang saya miliki sekitar 4 hektare. Kali ini saya baru panen di lahan 1 hektare saja dengan jenis kopi robusta, sedangkan lainnya akan saya panen hari besoknya,” jelasnya.
Dengan hasil rata-rata 3 ton per hektare dan harga jual yang stabil, Asmat mengaku senang karena jerih payahnya selama ini tidak sia-sia.
Perawatan Optimal Lewat Pupuk Kompos
Kesuburan tanah dan produktivitas tanaman kopi, menurut Asmat, tidak lepas dari perawatan rutin yang dilakukannya. Ia memilih menggunakan pupuk kompos untuk memperkaya unsur hara tanah. Pupuk organik ini dinilai lebih aman dan berkelanjutan bagi pertumbuhan tanaman kopi.
“Tanaman juga memerlukan perawatan dengan melakukan pemupukan menggunakan pupuk kompos,” tuturnya.
Sesekali, ia juga mengombinasikan penggunaan pupuk kompos dengan pupuk kimia untuk mengatasi hama yang menyerang pohon kopi. Langkah ini dilakukan secara selektif agar tidak merusak keseimbangan tanah.
Harga Stabil, Pemasaran Mudah
Tak hanya produksi yang meningkat, para petani di Wonosalam juga dimanjakan dengan harga jual kopi yang cukup menguntungkan. Harga kopi gelondongan—kopi yang baru dipetik dari pohonnya—saat ini mencapai Rp 12.500 per kilogram. Nilai tersebut dinilai cukup baik untuk mendongkrak pendapatan para petani.
”Harga kopi gelondong yang baru dipetik dari pohonnya dihargai oleh para pengepul seharga Rp 12.500 per kilogram. Jadi keuntungan saya dari buah kopi yang saya jual, 1 hektar lahan kopi menghasilkan 3 ton, tinggal dikalikan Rp 12.500,” ungkap Asmat sembari tersenyum puas.
Ia juga mengaku tidak pernah kesulitan menjual hasil panennya. Banyak tengkulak atau pengepul yang datang langsung ke lokasi kebun untuk membeli kopi secara langsung dari para petani.
Potensi Ekonomi Kopi Wonosalam
Kopi Wonosalam bukan hanya menjadi sumber penghidupan utama warga, tetapi juga mulai mendapat perhatian dari pasar ekspor. Seiring meningkatnya minat terhadap kopi lokal berkualitas, potensi ekonomi kopi Wonosalam dinilai semakin menjanjikan.
Bukan hanya hasil panen dan cita rasa yang khas, aktivitas petik kopi juga menjadi daya tarik wisata tersendiri. Di sejumlah kawasan adat seperti Kampung Segunung, masyarakat menyambut panen kopi dengan tradisi "wiwit" atau upacara simbolis menyambut hasil bumi.
Tradisi ini menjadi bagian dari promosi wisata edukasi yang terintegrasi dengan pelestarian budaya dan penguatan sektor ekonomi lokal berbasis pertanian.
Harapan Petani dan Pemerintah Daerah
Dengan hasil panen yang terus meningkat dan harga yang stabil, petani kopi di Wonosalam berharap pemerintah daerah bisa memberikan dukungan lebih dalam bentuk pembinaan, akses permodalan, dan peningkatan infrastruktur penunjang distribusi hasil pertanian.
Dukungan ini diperlukan agar petani dapat terus menjaga kualitas hasil panen dan memperluas pasar, termasuk menjangkau konsumen ekspor secara langsung tanpa terlalu bergantung pada tengkulak.
Sementara itu, program pelatihan tentang pengolahan kopi pasca panen dan pengemasan juga dinilai penting agar kopi Wonosalam bisa bersaing di pasar kopi spesialti nasional maupun internasional.