JAKARTA - Di tengah perkembangan zaman yang serba digital, dunia pendidikan dihadapkan pada tantangan baru: keberadaan gadget dalam ruang kelas. Di Inggris, isu ini kian mendapat sorotan setelah sejumlah guru menyampaikan kekhawatiran mereka terhadap dampak negatif penggunaan perangkat elektronik pribadi seperti ponsel pintar dan pemutar musik digital selama kegiatan belajar-mengajar berlangsung.
Para pendidik menilai bahwa kehadiran gadget, yang semula dianggap sebagai alat bantu belajar potensial, justru kini menjadi pengganggu utama proses pembelajaran. Keluhan muncul dari berbagai sekolah di Inggris, terutama dari guru-guru yang merasa kesulitan mengatur kelas karena perhatian siswa mudah teralihkan oleh notifikasi media sosial, musik, atau game yang ada di perangkat mereka.
Salah satu guru sekolah menengah di London, yang tidak disebutkan namanya demi menjaga privasi, mengungkapkan, “Sulit meminta siswa untuk benar-benar fokus saat mereka menyimpan ponsel di bawah meja dan tetap mengaksesnya diam-diam. Konsentrasi mereka terbagi, dan itu mengganggu ritme kelas.”
- Baca Juga Wisata Pulau Eksotis Dekat Jakarta
Gadget, Gangguan Baru dalam Dunia Pendidikan
Dalam beberapa dekade terakhir, transformasi teknologi di bidang pendidikan memang berjalan sangat cepat. Dari penggunaan proyektor, papan interaktif, hingga aplikasi pembelajaran online, semua ini menjadi alat yang memperkaya metode pengajaran. Namun, berbeda dengan perangkat yang dikontrol guru, gadget pribadi milik siswa sering kali tidak digunakan untuk keperluan belajar.
Beberapa guru menyebut bahwa siswa sering menyembunyikan ponsel mereka di balik buku pelajaran atau di pangkuan mereka. Ada pula yang menggunakan earphone nirkabel untuk mendengarkan musik atau menonton video ketika kelas sedang berlangsung. Akibatnya, siswa menjadi tidak hanya sulit diajak berdiskusi tetapi juga tertinggal dalam materi.
“Gadget seharusnya mendukung pembelajaran, bukan malah menggantikannya dengan distraksi yang tidak relevan,” ujar salah satu kepala sekolah di wilayah Manchester. Ia menambahkan bahwa pihaknya kini tengah mempertimbangkan larangan membawa ponsel ke sekolah untuk jenjang pendidikan dasar dan menengah pertama.
Suasana Kelas yang Tak Lagi Nyaman
Tidak hanya berdampak pada fokus belajar, penggunaan gadget di ruang kelas juga mempengaruhi suasana umum kelas. Beberapa guru mengeluhkan bahwa nada dering, getaran pesan, atau sekadar suara notifikasi membuat kelas menjadi gaduh dan memecah konsentrasi kolektif.
Guru lain di Birmingham menceritakan pengalaman kurang menyenangkan ketika seorang siswa merekam kegiatan kelas tanpa izin lalu mengunggahnya ke media sosial. Peristiwa seperti ini menimbulkan persoalan baru terkait privasi dan etika penggunaan teknologi di lingkungan sekolah.
“Bukan hanya kami yang terganggu, tapi juga siswa lain. Mereka jadi sulit berkonsentrasi ketika teman sebangkunya malah menonton TikTok atau bermain game,” keluh guru bahasa Inggris di Leeds.
Kebijakan yang Masih Beragam
Di Inggris, belum ada regulasi nasional yang secara spesifik melarang penggunaan gadget di sekolah. Kebijakan tersebut umumnya diserahkan kepada masing-masing institusi pendidikan. Beberapa sekolah sudah mulai menerapkan aturan ketat, seperti mewajibkan siswa menyimpan ponsel di loker selama jam sekolah, sementara yang lain masih memberikan kelonggaran asalkan digunakan secara bijak.
Namun, polemik muncul saat pembatasan terlalu ketat juga dianggap melanggar hak siswa, terutama untuk keperluan komunikasi dengan orang tua. Karena itu, banyak sekolah memilih pendekatan kompromi: ponsel boleh dibawa, tetapi tidak boleh digunakan selama pelajaran berlangsung, kecuali untuk keperluan edukatif yang jelas dan dengan izin guru.
Kementerian Pendidikan Inggris sendiri pernah mengeluarkan saran agar sekolah meninjau ulang kebijakan mereka terhadap penggunaan gadget, terutama ponsel, karena bisa berdampak langsung pada capaian akademik dan kesehatan mental siswa.
Tantangan bagi Guru dan Orang Tua
Guru bukan satu-satunya pihak yang dibebani untuk menyikapi persoalan gadget. Orang tua juga memiliki peran besar dalam mengatur kebiasaan digital anak-anak mereka. Beberapa guru menilai bahwa kontrol dari rumah sangat penting karena budaya ketergantungan pada teknologi sudah terbentuk sebelum anak masuk kelas.
“Kadang siswa marah ketika diminta menyimpan ponsel, karena merasa diputus dari ‘dunia luar’ mereka. Ini menunjukkan betapa dalamnya keterikatan mereka terhadap gadget,” ujar guru matematika di Sheffield.
Psikolog anak di Inggris pun angkat bicara, menyatakan bahwa terlalu sering terpapar gadget tanpa pengawasan bisa memengaruhi konsentrasi, kecemasan sosial, dan bahkan kemampuan verbal siswa dalam jangka panjang.
Menuju Solusi yang Seimbang
Menanggapi isu ini, beberapa institusi pendidikan kini mulai melibatkan teknologi dalam konteks yang lebih terarah. Penggunaan tablet yang diprogram khusus untuk pembelajaran, aplikasi edukatif yang terintegrasi dengan kurikulum, serta pelatihan literasi digital menjadi bagian dari solusi.
Guru juga didorong untuk menggunakan pendekatan pembelajaran yang lebih interaktif dan relevan secara digital, sehingga siswa tidak merasa perlu mengalihkan perhatian ke perangkat pribadi mereka.
“Kalau teknologi menjadi bagian dari pelajaran, siswa justru akan lebih tertarik dan termotivasi. Tapi harus ada batas yang jelas antara belajar dan hiburan,” pungkas seorang kepala sekolah di Bristol.
Dengan meningkatnya keluhan guru dan kekhawatiran para pemerhati pendidikan, sudah saatnya sekolah-sekolah di Inggris mengevaluasi ulang peran gadget dalam ruang kelas. Bukannya menolak teknologi sepenuhnya, tetapi bagaimana menjadikannya alat yang efektif dan tidak mengganggu proses pembelajaran. Keseimbangan antara pemanfaatan digital dan kedisiplinan akademik menjadi kunci untuk menciptakan suasana belajar yang kondusif di era serba digital ini.