JAKARTA - Langkah penguatan tata kelola perusahaan efek terus diperketat Otoritas Jasa Keuangan (OJK) dengan terbitnya Peraturan OJK (POJK) Nomor 13 Tahun 2025. Aturan baru ini tidak hanya menyasar pengendalian internal dan perilaku perusahaan efek, namun juga memperluas pengawasan terhadap praktik promosi, termasuk keterlibatan influencer keuangan yang kian marak di industri pasar modal.
Plt. Kepala Departemen Literasi, Inklusi Keuangan dan Komunikasi OJK, M. Ismail Riyadi, menjelaskan bahwa regulasi baru ini merupakan penyegaran atas pengaturan sebelumnya. OJK memandang perlunya peningkatan pengawasan menyeluruh bagi Penjamin Emisi Efek (PEE) dan Perantara Pedagang Efek (PPE), termasuk juga Perusahaan Efek Daerah (PED) serta mitra pemasaran yang semakin berkembang.
“Ini termasuk Perusahaan Efek Daerah (PED) dan PPE yang merupakan Mitra Pemasaran secara lebih komprehensif,” jelas Ismail.
- Baca Juga Bisnis Rumahan Untung Besar, Modal Minim
Penerbitan POJK tersebut menurut Ismail sangat relevan seiring dengan pesatnya perubahan struktur kegiatan usaha di perusahaan efek serta dinamika industri sekuritas yang semakin kompleks.
Tidak hanya fokus pada pengendalian internal, peraturan ini mewajibkan perusahaan efek untuk melakukan uji tuntas terhadap calon emiten sebelum penawaran umum berlangsung, serta mengelola secara ketat potensi benturan kepentingan yang bisa muncul dalam aktivitas penjaminan emisi maupun perdagangan efek.
“POJK ini mengatur pengendalian internal dan perilaku PEE, termasuk kewajiban melakukan uji tuntas terhadap calon emiten yang akan melakukan penawaran umum serta pengelolaan potensi benturan kepentingan,” papar Ismail.
Di sisi lain, POJK juga mempertegas aspek tata kelola teknologi informasi. OJK menegaskan perusahaan efek wajib menerapkan manajemen risiko terkait penggunaan teknologi, termasuk pengawasan terhadap penyedia jasa teknologi pihak ketiga. Pengaturan ini juga menjangkau ketentuan bagi influencer atau pegiat media sosial yang menjalin kerja sama dengan perusahaan efek.
Dalam paparannya, Ismail menyebut penguatan pengawasan ini ditujukan untuk meningkatkan perlindungan investor. OJK menilai aspek integritas dalam proses penawaran umum hingga promosi di media sosial perlu ditata ulang agar investor mendapatkan akses informasi yang akurat dan bebas dari manipulasi pihak berkepentingan.
“POJK ini diharapkan dapat meningkatkan dan memperkuat aspek perlindungan investor di pasar modal dari aspek peningkatan kualitas emiten hingga mitigasi benturan kepentingan dalam penawaran umum,” ujar Ismail.
Ketua Dewan Komisioner OJK, Mahendra Siregar, menegaskan bahwa pengaturan terhadap promosi termasuk influencer bukan sekadar mengatur soal pemasaran. Lebih jauh, langkah ini ditujukan untuk memperbaiki sistem perlindungan konsumen agar kepercayaan publik terhadap pasar modal tetap terjaga, sekaligus mengantisipasi kerugian seperti yang sempat terjadi dalam kasus-kasus di masa lalu.
Mahendra menjelaskan, pengawasan terhadap transparansi peran influencer menjadi hal mendasar. Setiap individu yang berperan mempromosikan efek wajib menunjukkan identitas apakah mereka adalah profesional independen atau representasi dari kepentingan perusahaan efek tertentu.
“Ini berhubungan dengan transparansi influencer tersebut sebagai profesional atau sebagai pihak yang mewakili kepentingan tertentu,” tutur Mahendra.
Dengan kehadiran regulasi terbaru ini, OJK berharap pengawasan pasar modal bisa berjalan lebih ketat, serta ekosistem investasi yang lebih sehat dan berkeadilan bagi investor publik dapat tercipta.