HUKUM

Pendampingan Hukum Hak Asuh Anak oleh UPTD PPA Buleleng

Pendampingan Hukum Hak Asuh Anak oleh UPTD PPA Buleleng
Pendampingan Hukum Hak Asuh Anak oleh UPTD PPA Buleleng

JAKARTA - Sengketa hak asuh anak pasca perceraian kerap menjadi persoalan pelik yang tak hanya berdampak pada orang tua, namun lebih jauh memengaruhi kondisi psikologis anak. Dalam konteks ini, perlunya pendekatan hukum yang berpihak pada kepentingan terbaik anak menjadi hal yang tak bisa ditawar. Di sinilah peran konseling hukum menjadi krusial sebagai bagian dari perlindungan perempuan dan anak.

Sebagai bentuk tanggung jawab negara melalui instansi daerah, UPTD Perlindungan Perempuan dan Anak (PPA) di bawah Dinas P2KBP3A Kabupaten Buleleng hadir secara aktif dalam kegiatan konseling hukum yang khusus membahas persoalan hak asuh anak. Kegiatan tersebut menjadi salah satu bentuk konkret pendampingan hukum yang ditujukan bagi perempuan dan anak yang sedang menghadapi persoalan keluarga, terutama perebutan hak asuh setelah terjadinya perceraian.

Konseling hukum ini tidak hanya bertujuan memberikan pemahaman tentang prosedur dan hak-hak hukum, tetapi juga membuka ruang bagi para pihak untuk mendapatkan dukungan psikologis dan sosial. Dalam proses tersebut, UPTD PPA berperan penting mendampingi klien agar tetap tenang dan berpikir jernih ketika menjalani konsultasi hukum yang kerap kali menyangkut hal-hal sensitif dan emosional.

Dalam kegiatan tersebut, pihak UPTD PPA memastikan bahwa hak anak tetap menjadi fokus utama dalam setiap proses hukum yang dijalani. Hal ini sejalan dengan prinsip universal perlindungan anak, di mana kepentingan terbaik anak (the best interest of the child) harus ditempatkan di atas segala kepentingan orang tua maupun pihak lain.

Dengan memberikan pendampingan yang menyeluruh, UPTD PPA ingin menekankan bahwa penyelesaian konflik keluarga tidak seharusnya berujung pada perseteruan berkepanjangan yang justru memperburuk kondisi anak. Sebaliknya, penyelesaian secara bijak, berbasis hukum, dan menjunjung prinsip kemanusiaan harus menjadi jalan keluar utama.

Selain memberikan konseling secara hukum, kegiatan ini juga menjadi wadah edukasi yang sangat penting bagi masyarakat. Masih banyak pihak yang belum memahami secara utuh bahwa dalam setiap perkara perceraian, pengaturan hak asuh anak tidak semata-mata ditentukan oleh siapa yang lebih kuat secara ekonomi atau siapa yang lebih dominan secara emosional. Ada banyak aspek hukum, psikologis, dan sosial yang perlu dipertimbangkan sebelum keputusan pengasuhan dijatuhkan.

Pendekatan menyeluruh yang diterapkan oleh UPTD PPA mencerminkan bahwa perlindungan terhadap perempuan dan anak bukan hanya soal memberikan bantuan saat terjadi kekerasan, tetapi juga mencakup dukungan dalam situasi-situasi kompleks seperti perebutan hak asuh. Dalam kasus seperti ini, potensi terjadinya manipulasi, tekanan emosional, atau bahkan ketidakadilan hukum bisa terjadi bila tidak ada pendampingan yang profesional dan berpihak pada nilai keadilan.

Pentingnya peran lembaga seperti UPTD PPA semakin terasa karena tak semua individu yang mengalami perceraian memiliki pemahaman hukum yang baik. Banyak di antara mereka justru kebingungan menghadapi proses hukum, tidak tahu harus ke mana mencari bantuan, dan tak jarang mengalami tekanan mental luar biasa.

Dalam kegiatan konseling tersebut, UPTD PPA juga melakukan koordinasi dengan pihak-pihak terkait, termasuk aparat penegak hukum, pengacara, dan psikolog anak, agar pendekatan yang diberikan bersifat integratif. Sinergi ini diharapkan mampu membentuk mekanisme perlindungan yang tidak hanya reaktif, tetapi juga proaktif dalam mencegah dampak berkepanjangan dari konflik keluarga terhadap tumbuh kembang anak.

Harapannya, masyarakat bisa lebih terbuka untuk mencari bantuan ketika menghadapi persoalan hak asuh. Tidak perlu merasa malu atau takut karena negara melalui UPTD PPA hadir sebagai mitra perlindungan dan pendampingan yang profesional, empatik, dan berbasis hukum.

Selain itu, kegiatan ini juga menumbuhkan kesadaran baru tentang pentingnya edukasi hukum sejak dini bagi perempuan dan keluarga. Dengan pemahaman yang baik, perempuan bisa menjadi subjek aktif dalam memperjuangkan hak-haknya, termasuk dalam hal pengasuhan anak.

Di sisi lain, kehadiran UPTD PPA dalam proses konseling ini juga merupakan bentuk implementasi nyata dari mandat perlindungan terhadap kelompok rentan, sebagaimana diatur dalam peraturan perundang-undangan. Bukan hanya menjadi lembaga formal, tapi juga bagian dari garda terdepan dalam memastikan bahwa sistem hukum berjalan adil dan berpihak kepada mereka yang lemah secara sosial maupun ekonomi.

Dengan semakin banyaknya kasus perceraian yang melibatkan perebutan hak asuh, kegiatan seperti ini diharapkan menjadi model yang bisa diterapkan di wilayah lain. Pendekatan konseling hukum yang terpadu dengan pendampingan sosial dan psikologis akan semakin memperkuat sistem perlindungan terhadap perempuan dan anak.

Kegiatan konseling hukum terkait hak asuh anak yang dilaksanakan ini bukan sekadar formalitas. Ia adalah upaya konkret untuk mengurangi ketimpangan akses hukum, menegakkan keadilan dalam ruang domestik, serta memastikan bahwa hak-hak anak tetap dijaga, terlepas dari konflik yang dialami orang tuanya.

Rekomendasi

Index

Berita Lainnya

Index