JAKARTA - Upaya serius dalam membangun kekuatan sepak bola nasional kini semakin dititikberatkan pada pengembangan pelatih yang profesional, kompeten, dan berintegritas. Di tengah sorotan terhadap prestasi tim nasional dan pembinaan usia dini, Ketua Umum PSSI Erick Thohir menegaskan bahwa pilar utama yang perlu dibangun secara serius adalah ekosistem kepelatihan yang kuat.
Pernyataan ini disampaikan Erick dalam forum National Coach Conference 2025 yang digelar di Jakarta International Stadium (JIS). Acara berskala nasional ini melibatkan sekitar 300 pelatih dari berbagai penjuru Tanah Air dan bekerja sama dengan Kementerian Pemuda dan Olahraga (Kemenpora). Fokus utama konferensi adalah membentuk fondasi yang kokoh bagi para pelatih dalam rangka menciptakan sistem pembinaan pemain yang berkesinambungan.
Erick Thohir menyampaikan bahwa sepak bola Indonesia saat ini telah memasuki fase transformasi penting. Ia menyoroti berbagai kemajuan yang berhasil dicapai selama dua tahun terakhir, mulai dari peningkatan prestasi tim nasional, kelancaran program pemusatan latihan timnas putra dan putri, hingga tumbuhnya pengembangan sepak bola akar rumput (grassroot).
Dalam kerangka besar pembangunan ini, PSSI telah melakukan reformasi signifikan terhadap struktur organisasinya. Salah satu langkah strategis adalah perombakan statuta PSSI yang menekankan pentingnya melahirkan pemain dari akar rumput, bukan hanya mengandalkan segelintir klub besar di kota-kota besar. Strategi ini ditindaklanjuti dengan pembentukan kompetisi berjenjang mulai dari Liga 4 berbasis kota dan kabupaten, Liga 3 tingkat provinsi, hingga tingkat nasional dan liga profesional.
Dengan struktur kompetisi yang semakin luas, kebutuhan akan pelatih sepak bola berkualitas pun meningkat tajam. Indonesia saat ini memiliki lebih dari 12 ribu klub, namun jumlah pelatih aktif yang tersedia baru sekitar 15 ribu. Padahal, diperkirakan jumlah ideal yang dibutuhkan mencapai sekitar 36 ribu pelatih. Kesenjangan ini memperlihatkan betapa pentingnya membangun kapasitas pelatih secara masif dan berkelanjutan.
"Profesi pelatih sangat diperlukan. Ekosistem ini tengah kami bangun, dan pelatih juga perlu proses," ungkap Erick. Ia menggarisbawahi perlunya membuka akses pelatihan yang lebih luas serta mengurangi hambatan biaya bagi calon pelatih di seluruh Indonesia.
Sebagai bentuk nyata komitmen tersebut, PSSI memberikan dukungan dana sebesar Rp500 juta per tahun kepada Asosiasi Provinsi (Asprov) untuk mendukung program kepelatihan dan pembinaan di daerah. Erick berharap agar dana tersebut dimanfaatkan secara maksimal untuk mencetak lebih banyak pelatih bersertifikasi, yang tidak hanya kompeten di lapangan, tetapi juga menjunjung tinggi etika profesi.
Lebih dari sekadar penguatan teknis, Erick juga menekankan pentingnya membangun karakter dan integritas di lingkungan kepelatihan. Ia secara tegas menolak segala bentuk praktik “titipan” yang kerap mencederai prinsip meritokrasi dalam sepak bola. Menurutnya, semua anak dan pemain harus memiliki kesempatan yang sama untuk berkembang tanpa intervensi non-teknis.
“Junjung tinggi integritas. Beri kesempatan kepada semua anak atau pemain berkembang. Itu yang harus kita bangun. Jadi PSSI dan Asprov jangan akomodir pelatih titipan, dan pelatih jangan menerima pemain titipan,” tegas Erick.
Pernyataan tersebut menjadi sinyal kuat bahwa PSSI sedang membangun budaya baru yang bersih, transparan, dan adil dalam ekosistem sepak bola nasional. Erick berharap pelatih tidak hanya fokus pada strategi pertandingan, tetapi juga menjadi pendidik karakter bagi generasi pemain muda.
Forum seperti National Coach Conference menjadi momen penting untuk menyamakan persepsi dan menyusun rencana strategis jangka panjang dalam pengembangan pelatih. Pelibatan aktif pelatih dari berbagai latar belakang diharapkan mampu memperkaya wawasan dan membuka ruang kolaborasi antardaerah.
Komitmen Erick Thohir dan PSSI dalam membangun sistem kepelatihan yang kokoh bukan hanya untuk meningkatkan kualitas pemain dan prestasi nasional, tetapi juga untuk menciptakan perubahan budaya dalam dunia sepak bola. Dengan fondasi yang kuat, Indonesia diharapkan bisa bersaing di level internasional tidak hanya dari segi pemain, tapi juga kualitas pelatih yang diakui di dunia.
Langkah-langkah progresif ini merupakan bagian dari visi besar sepak bola Indonesia yang inklusif, kompetitif, dan berdaya saing tinggi. Saat ekosistem pelatih diperkuat, maka peluang melahirkan bintang-bintang lapangan hijau dari pelosok negeri akan semakin terbuka lebar. Dan dalam jangka panjang, ini akan menjadi investasi berharga bagi masa depan sepak bola Indonesia.