TRANSPORTASI

MTI Desak Reformasi Transportasi Laut Demi Keselamatan Pelayaran

MTI Desak Reformasi Transportasi Laut Demi Keselamatan Pelayaran
MTI Desak Reformasi Transportasi Laut Demi Keselamatan Pelayaran

JAKARTA - Di tengah lautan yang menjadi urat nadi konektivitas Indonesia sebagai negara kepulauan, rentetan kecelakaan laut yang terjadi dalam waktu singkat menguak luka lama yang belum kunjung sembuh: keselamatan pelayaran yang belum menjadi prioritas utama. Masyarakat Transportasi Indonesia (MTI) angkat suara, menyampaikan bahwa keselamatan bukan sekadar isu teknis, melainkan persoalan kemanusiaan yang menuntut reformasi menyeluruh.

Bukan kali pertama Indonesia menghadapi tragedi pelayaran. Kebakaran KM Barcelona V-A di Minahasa, kapal terbalik di perairan Sipora (Mentawai), dan tenggelamnya KMP Tunu Pratama Jaya di Selat Bali bukanlah insiden yang berdiri sendiri. Bagi MTI, kejadian-kejadian tersebut adalah refleksi dari kerentanan sistemik yang selama ini dibiarkan.

Ketua Forum Transportasi Maritim MTI, Hafida Fahmiasari, dengan tegas menyebut bahwa apa yang terjadi bukan karena absennya regulasi, melainkan karena lemahnya penerapan dan tidak adanya rasa tanggung jawab menyeluruh dari para pemangku kepentingan.

“Tragedi seperti ini terus berulang karena sistem tidak belajar, dan tidak ada efek jera bagi pelanggar keselamatan,” ujarnya.

Lebih lanjut, Hafida menegaskan bahwa keselamatan dalam pelayaran semestinya tidak tergantung pada teknologi canggih. Menurutnya, yang paling dibutuhkan adalah kesadaran bahwa setiap penumpang kapal memiliki hak asasi untuk selamat. “Bahwa setiap orang yang naik kapal berhak pulang dengan selamat. Bahwa nyawa tidak boleh menjadi harga yang kita anggap wajar demi konektivitas,” ungkapnya penuh penekanan.

Nada yang sama disampaikan Ketua Umum MTI, Tory Damantoro. Ia menegaskan bahwa keselamatan pelayaran merupakan sistem kolektif, yang hanya dapat berjalan efektif jika seluruh elemen dalam rantai perhubungan laut menjalankan peran masing-masing sesuai koridor hukum dan etika.

“Keselamatan adalah sebuah sistem yang baru akan berhasil jika semua komponen perhubungan laut melaksanakan tugas dan fungsi sesuai aturan yang sudah ditetapkan,” ujar Tory.

Data Komite Nasional Keselamatan Transportasi (KNKT) menyebutkan bahwa lebih dari 190 kecelakaan laut besar telah terjadi di Indonesia dalam rentang waktu satu dekade terakhir. Lebih dari 787 korban jiwa melayang dalam kejadian-kejadian itu. Angka tersebut bukan sekadar statistik, tetapi cerminan dari kegagalan berulang yang melibatkan banyak faktor.

Pola umum yang teridentifikasi dalam kasus-kasus tersebut meliputi kondisi kapal yang sudah uzur, kelebihan muatan, manifes penumpang yang tidak akurat, kurangnya perlengkapan keselamatan, lemahnya pelaksanaan prosedur standar operasional, serta pengawasan yang minim di titik keberangkatan.

Dalam tinjauan MTI, sejumlah masalah mendasar menghambat terciptanya ekosistem pelayaran yang aman. Fragmentasi pengawasan antara lembaga seperti Kementerian Perhubungan, Syahbandar, operator kapal, hingga pemerintah daerah menyebabkan standar keselamatan menjadi bias dan tidak konsisten. Selain itu, sistem inspeksi kapal penumpang berbasis risiko nyaris tak berjalan, dan sistem manifes maupun komunikasi darurat kerap tidak berfungsi optimal.

“MTI mengidentifikasi beberapa akar masalah utama, termasuk fragmentasi pengawasan antar lembaga, ketiadaan inspeksi berbasis risiko untuk kapal penumpang, tidak berfungsinya sistem manifes dan komunikasi darurat secara optimal, serta minimnya penegakan hukum terhadap pelanggaran keselamatan,” papar Tory.

Untuk menjawab tantangan ini, MTI mendorong pemerintah agar segera melaksanakan lima langkah strategis sebagai solusi mendesak. Pertama, melakukan audit teknis menyeluruh terhadap seluruh armada kapal penumpang, khususnya kapal tua. Kedua, digitalisasi manifes dan pelacakan kapal secara real-time guna meningkatkan transparansi dan keamanan perjalanan. Ketiga, peningkatan kualitas SDM awak kapal melalui pelatihan dan sertifikasi ulang yang berkelanjutan. Keempat, penerapan sanksi tegas dan konsisten terhadap pelanggaran keselamatan, tanpa kompromi. Dan kelima, reformasi sistem tarif dan subsidi agar operator memiliki kapasitas finansial untuk mematuhi standar keselamatan tanpa menurunkan kualitas layanan.

Selain itu, MTI juga menekankan pentingnya jaminan kelayakan kapal yang digunakan untuk pelayaran, serta pembentukan sistem penguatan kapasitas SDM dalam seluruh rantai pelayaran. Menurut mereka, regulasi yang ada sebenarnya sudah cukup lengkap, namun implementasinya sangat tertinggal.

Semua pihak diingatkan bahwa keselamatan laut bukanlah isu marjinal, melainkan prasyarat utama bagi Indonesia yang mengandalkan laut sebagai penghubung antar wilayah. “Konektivitas laut yang berkeselamatan adalah instrumen penting untuk merekatkan kesatuan negara kepulauan seperti Indonesia,” tegas Tory.

Pesan MTI menggema sebagai pengingat keras bagi negara yang terlahir dari ribuan pulau ini: laut bukan hanya jalan penghubung, tetapi juga saksi bisu atas bagaimana nyawa kerap kali dipertaruhkan demi mobilitas. Maka, sudah saatnya Indonesia menjadikan keselamatan pelayaran sebagai prioritas mutlak, bukan hanya respons sesaat atas tragedi.

Rekomendasi

Index

Berita Lainnya

Index