JAKARTA - Penerapan tarif pada ruas Tol Padang–Sicincin menuai beragam tanggapan dari masyarakat. Beberapa warga menganggap besaran biaya yang dikenakan terlalu tinggi dan berpotensi mengurangi minat penggunaan jalan bebas hambatan yang baru diresmikan itu. Sementara itu, PT Hutama Karya (Persero) memastikan bahwa besaran tarif tersebut telah melewati berbagai kajian dari instansi terkait, termasuk Badan Pengatur Jalan Tol (BPJT) dan Kementerian Pekerjaan Umum.
Halbert, seorang warga Kota Padang, Sumatera Barat, secara terbuka menyuarakan kekhawatirannya terhadap tarif yang berlaku di tol sepanjang 36 kilometer tersebut. Ia menilai bahwa nominal yang dipatok bisa menjadi penghambat bagi masyarakat umum yang ingin memanfaatkan jalur tersebut dalam aktivitas sehari-hari.
"Saya rasa tarif tol ini terlalu mahal, dan akan mempengaruhi minat masyarakat untuk melintasi tol ini," kata Halbert, mengacu pada isi Surat Keputusan Menteri Pekerjaan Umum bernomor 672/KPTS/M/2025 tentang Penetapan Golongan Jenis Kendaraan Bermotor dan Besaran Tarif Tol Padang–Pekanbaru Seksi Padang–Sicincin.
Ia pun berharap agar pemerintah bersama pemangku kepentingan terkait, seperti Kementerian Pekerjaan Umum dan BPJT serta PT Hutama Karya, dapat mempertimbangkan kembali kebijakan tarif tersebut. Menurutnya, keberadaan tol ini seharusnya mendorong kemajuan ekonomi di Sumatera Barat, bukan malah menjadi beban tambahan bagi masyarakat.
Tol Padang–Sicincin merupakan bagian dari megaproyek Jalan Tol Trans Sumatera yang menjadi infrastruktur vital untuk mempercepat konektivitas antarwilayah di Pulau Sumatera. Diharapkan dapat memangkas waktu tempuh dan mempermudah mobilitas logistik serta masyarakat, proyek ini membawa harapan besar, khususnya di Ranah Minang.
Namun, dengan ditetapkannya tarif yang dianggap tinggi oleh sebagian masyarakat, muncul pertanyaan mengenai efektivitas keberadaan tol jika nantinya sepi peminat. Apalagi, ini merupakan tol pertama yang hadir di wilayah Sumatera Barat.
PT Hutama Karya, sebagai pihak pengelola tol, menjelaskan bahwa proses penetapan tarif tidak dilakukan secara sepihak. Kepala Regional Sumatera Bagian Tengah PT Hutama Karya, Bromo Waluko Utomo, menyatakan bahwa semua sudah melalui prosedur dan kajian mendalam.
"Sebelum tarif Tol Padang–Sicincin ditetapkan, sudah ada kajian dari BPJT dan Kementerian Pekerjaan Umum," ujar Bromo Waluko Utomo saat memberikan keterangan di Kota Padang.
Ia menegaskan bahwa pemerintah pusat telah mempertimbangkan berbagai aspek sebelum mengeluarkan surat keputusan yang menetapkan besaran tarif tersebut. Dalam keputusan itu, disebutkan secara rinci tarif berdasarkan golongan kendaraan.
Untuk kendaraan Golongan I, yakni kendaraan pribadi seperti mobil sedan, jip, dan pick-up, tarif ditetapkan sebesar Rp50.500. Kendaraan Golongan II dan III, seperti truk kecil dan sedang, dikenakan tarif masing-masing sebesar Rp75.500. Sementara kendaraan Golongan IV dan V, yang mencakup truk besar dan angkutan berat, akan dikenakan tarif sebesar Rp100.500. Tarif ini berlaku baik untuk perjalanan dari Kota Padang menuju Kapalo Hilalang maupun sebaliknya.
Berdasarkan surat keputusan tersebut, masa berlaku tarif akan dimulai 14 hari sejak tanggal penetapan. Artinya, pengguna jalan tol akan mulai dikenakan tarif resmi per 30 Juli 2025.
Pihak Hutama Karya menyatakan bahwa sebelum pemberlakuan resmi dilakukan, mereka akan melaksanakan masa sosialisasi terlebih dahulu agar masyarakat mengetahui besaran tarif yang berlaku dan dapat menyesuaikan diri.
"Untuk tanggal pemberlakuan tarif akan ditentukan secepatnya setelah masa sosialisasi," ujar Bromo menambahkan.
Langkah sosialisasi ini dianggap penting guna memberikan edukasi kepada masyarakat sekaligus menyerap aspirasi publik sebelum keputusan final diberlakukan.
Namun demikian, suara dari masyarakat seperti Halbert menunjukkan bahwa komunikasi antara pemerintah dan masyarakat masih perlu diperkuat. Meskipun kajian teknis telah dilakukan oleh institusi resmi, pertimbangan sosial dan daya beli masyarakat juga perlu menjadi bagian dalam penetapan tarif.
Dalam konteks yang lebih luas, keberadaan jalan tol diharapkan dapat menjadi solusi atas permasalahan transportasi dan mempercepat pertumbuhan ekonomi daerah. Akan tetapi, efektivitas jalan tol tidak hanya bergantung pada kelengkapan infrastruktur, tetapi juga pada aksesibilitas ekonomi masyarakat terhadapnya.
Bila terlalu mahal, maka penggunaan jalan tol bisa terbatas hanya pada kalangan tertentu, dan ini bisa mengurangi manfaat dari investasi besar yang telah dilakukan.
Sejumlah pakar transportasi sebelumnya juga pernah mengingatkan bahwa tarif jalan tol perlu disesuaikan dengan kondisi ekonomi daerah masing-masing. Tarif yang terlalu tinggi dapat menyebabkan potensi underutilization (penggunaan di bawah kapasitas) dari infrastruktur yang telah dibangun dengan biaya besar.
Meski demikian, dari sisi perusahaan, Hutama Karya juga memiliki kewajiban untuk mengelola dan memelihara infrastruktur tol secara berkelanjutan. Biaya pemeliharaan, operasional, dan pengembalian investasi merupakan bagian yang tak bisa diabaikan dalam penghitungan tarif.
Kini, tinggal bagaimana pemerintah bersama operator jalan tol dapat mencari titik tengah antara kebutuhan bisnis dan daya jangkau publik. Karena pada akhirnya, tol ini bukan hanya soal infrastruktur, tetapi juga soal keadilan dan manfaat bagi semua pihak.