Batu Bara

Harga Batu Bara Mulai Naik Lagi

Harga Batu Bara Mulai Naik Lagi
Harga Batu Bara Mulai Naik Lagi

JAKARTA - Setelah sempat mengalami tekanan dalam beberapa waktu terakhir, pasar batu bara menunjukkan tanda-tanda pemulihan. Harga batu bara di ICE Newcastle untuk kontrak pengiriman bulan depan menembus angka US$113,1 per ton, naik 0,71% dibandingkan hari sebelumnya. Angka ini menandai level tertinggi dalam sepekan terakhir dan memberikan sinyal bahwa komoditas ini masih memiliki daya tarik di tengah dinamika global.

Kenaikan harga tersebut tidak berdiri sendiri. Data dari Bloomberg menunjukkan bahwa dalam tujuh hari perdagangan terakhir, batu bara menguat 0,45%. Dalam skala bulanan, batu bara mengalami kenaikan 2,75% secara point-to-point. Tren ini menjadi kabar baik bagi pelaku industri dan investor yang sempat melihat komoditas ini terseret oleh penurunan permintaan dari beberapa negara besar.

Faktor fundamental yang mendorong kenaikan harga ini antara lain berasal dari laporan terbaru International Energy Agency (IEA), yang menyatakan bahwa permintaan global batu bara berpotensi mencapai rekor tertinggi pada tahun 2025. IEA bahkan melakukan revisi atas proyeksi sebelumnya untuk 2024, menempatkan permintaan tahun tersebut di posisi tertinggi sepanjang masa.

Peningkatan kebutuhan batu bara bukan hanya terjadi di negara-negara berkembang, tetapi juga di negara maju seperti Amerika Serikat. Pemerintahan Presiden Donald Trump kembali menunjukkan dukungan terhadap penggunaan bahan bakar fosil ini seiring lonjakan permintaan listrik. Data dari IEA mencatat penggunaan batu bara di AS melonjak 12% pada paruh pertama tahun ini. Hal ini dipicu oleh kebutuhan energi yang meningkat secara signifikan.

Di sisi lain, Eropa yang mengandalkan energi angin menghadapi kendala dalam pasokan. Produksi energi angin di kawasan tersebut masih di bawah rata-rata tahunan, sehingga batu bara menjadi alternatif penting untuk menjaga stabilitas pasokan energi. India, sebagai salah satu konsumen energi terbesar dunia, juga diprediksi mencatat kenaikan permintaan batu bara sebesar 1,3% sepanjang tahun ini.

Namun demikian, meskipun terdapat momentum penguatan harga jangka pendek, secara keseluruhan tahun ini batu bara belum menunjukkan performa yang membanggakan. Secara year-to-date (ytd), harga batu bara masih mencatat penurunan sebesar 15%. Ini menjadi refleksi dari ketidakseimbangan antara pasokan dan permintaan di pasar global.

Pasokan yang melimpah, terutama dari China, menjadi salah satu penyebab utama tekanan harga. National Energy Administration (NEA) China diketahui tengah melakukan inspeksi selama sebulan penuh di beberapa wilayah penghasil batu bara utama seperti Shanxi, Mongolia Dalam, dan Shaanxi. Upaya ini disebut sebagai langkah pemerintah dalam meredam produksi berlebih yang dinilai menyebabkan distorsi di pasar domestik maupun global.

Pemberitahuan mengenai inspeksi ini pertama kali menyebar di media sosial Tiongkok sebelum kemudian dikonfirmasi oleh sumber yang memahami situasi. Penertiban tersebut menjadi sinyal serius bahwa otoritas Tiongkok tidak akan membiarkan pasar energi domestik terganggu oleh praktik eksploitasi yang berlebihan.

Sementara itu, dari sisi teknikal, prospek harga batu bara tampak masih cukup menjanjikan dalam jangka pendek. Indikator Relative Strength Index (RSI) tercatat berada di angka 55, mengindikasikan bahwa tren harga masih berada di zona bullish. Konfirmasi juga datang dari indikator Stochastic RSI yang berada di angka 47, menunjukkan momentum positif masih terbentuk meski belum terlalu kuat.

Selain itu, indikator Average True Range (ATR) selama 14 hari berada di angka 1,76, mencerminkan tingginya volatilitas harga. Pergerakan harga yang cepat menjadi pertanda bahwa pasar tengah mengalami transisi menuju arah tren yang lebih jelas.

Dalam skenario optimis, harga batu bara diperkirakan dapat menembus level resistance berikutnya di kisaran US$114 hingga US$115 per ton. Jika momentum berlanjut, target harga yang lebih tinggi bahkan diproyeksikan menyentuh US$123,1 per ton, yang merupakan level Moving Average (MA) 200 harian.

Namun, pelaku pasar juga perlu mewaspadai kemungkinan koreksi. Level support jangka pendek diprediksi berada pada rentang US$111 hingga US$110 per ton. Jika tekanan jual meningkat, maka target support ekstrem berada di US$107 per ton, yang menjauhi MA 100 harian.

Dengan adanya dinamika ini, pelaku industri dan investor di sektor energi harus terus mencermati perkembangan pasar batu bara, baik dari sisi fundamental maupun teknikal. Kenaikan permintaan global memang menjadi kabar positif, tetapi tantangan dari sisi pasokan, regulasi, dan transisi energi bersih tetap menjadi faktor utama yang memengaruhi pergerakan harga di masa depan.

Pemulihan harga batu bara memberikan ruang napas bagi produsen untuk melakukan efisiensi dan perencanaan bisnis yang lebih adaptif. Namun, keberlanjutan tren ini masih akan sangat dipengaruhi oleh arah kebijakan energi global dan stabilitas pasokan dari negara-negara kunci seperti China, India, dan Amerika Serikat.

Rekomendasi

Index

Berita Lainnya

Index