Kuliner

Chef Degan Bawa Kuliner Indonesia ke Michelin Jerman

Chef Degan Bawa Kuliner Indonesia ke Michelin Jerman
Chef Degan Bawa Kuliner Indonesia ke Michelin Jerman

JAKARTA - Di tengah dominasi rasa klasik Eropa dan Jepang di dapur-dapur elite dunia, Indonesia perlahan tetapi pasti mulai menunjukkan taringnya. Bukan lewat senjata atau politik, tetapi melalui diplomasi yang lebih halus dan menggoda: rasa. Aroma lengkuas, kunyit, serai, kemiri, dan cabai tak lagi hanya tercium di warung makan kaki lima atau restoran keluarga di Nusantara. Kini, aroma khas tersebut bersiap menyapa salah satu restoran paling prestisius di benua biru, Schwarzwaldstube, yang berada di Hotel Traube Tonbach, Black Forest, Jerman.

Restoran dengan tiga bintang Michelin ini akan mencatat sejarah baru dengan membiarkan dapurnya diambil alih sepenuhnya oleh tim koki asal Indonesia. Sebuah peristiwa langka, bahkan mungkin pertama kalinya dalam sejarah kuliner Eropa. Dipimpin oleh sosok kawakan, Chef Degan Septoadji, yang telah lebih dari empat dekade meniti jalan di panggung gastronomi dunia, Indonesia siap tampil bukan sebagai pendatang baru, tetapi sebagai pemilik warisan kuliner yang layak disejajarkan dengan dunia.

Chef Degan tidak bekerja sendirian. Ia didampingi dua nama lain yang tak kalah mumpuni: Setyo Widhyarto, Sous Chef Eksekutif Raffles Jakarta, dan Norman Ismail, seorang selebritas kuliner yang sudah lama dikenal publik lewat layar kaca. Kolaborasi mereka adalah hasil dari jejaring, kredibilitas, dan dedikasi yang terbangun selama lebih dari dua dekade.

“Perjalanan ini bukan kebetulan. Empat hari gala dinner dan kelas memasak yang akan digelar nanti adalah hasil dari jaringan dan kepercayaan yang dibangun selama lebih dari dua dekade,” ujar Nike Kurnia, Humas tim koki Indonesia.

Cerita di balik pencapaian ini memiliki akar yang panjang. Semuanya bermula dari perjumpaan pada awal era 1980-an, ketika Chef Degan muda mengikuti pendidikan vokasi (Ausbildung) di Hotel zur Pfalz, Kandel, Jerman. Di sana ia bertemu dengan Chef Henry Oskar Fried yang kini menjadi Asisten Direktur Kuliner di Hotel Traube Tonbach. Pertemanan lintas negara ini menjadi jembatan bagi misi budaya yang jauh lebih besar dari sekadar sajian di atas piring.

Pada 2007, Chef Degan pernah diundang untuk memasak di hotel tersebut. Namun, kesempatan menyentuh dapur Schwarzwaldstube baru terwujud setelah bertahun-tahun mempromosikan kuliner Indonesia di berbagai forum, termasuk melalui kursus memasak dari 2014 hingga 2017. Usaha konsisten ini akhirnya membuahkan kepercayaan yang besar. Untuk pertama kalinya, dapur restoran dengan reputasi internasional tersebut dibuka untuk eksperimen rasa dari dunia tropis.

“Untuk pertama kalinya, tim koki Indonesia dipercaya mengambil alih sepenuhnya dapur restoran tiga bintang Michelin di Jerman, yang selama ini dikenal sebagai benteng kuliner Eropa dan Jepang,” lanjut Nike Kurnia.

Hotel Traube Tonbach sendiri memiliki sejarah panjang sebagai ikon kemewahan Eropa. Berdiri sejak abad ke-18, hotel ini menyimpan warisan keluarga Finkbeiner yang telah bertahan lintas generasi. Sayangnya, pada satu titik, Schwarzwaldstube sempat dilalap api dalam kebakaran besar yang mengguncang publik Jerman. Tapi semangat membangun kembali tak padam. Kini, di gedung restoran yang baru dibangun, aroma Nusantara justru menjadi pembuka lembaran baru.

“Di gedung restoran baru yang dibangun setelah tragedi itu, aroma Indonesia menjadi yang pertama mengisi ruangnya. Bukan hanya bangunan yang kembali berdiri—tapi juga persahabatan, warisan, dan keyakinan akan kekuatan budaya,” ucap Nike.

Selama empat malam eksklusif, hanya 35 tamu yang dapat menikmati pengalaman kuliner ini tiap malam. Dengan harga 129 euro per orang, para tamu akan diajak menyusuri perjalanan rasa Indonesia melalui menu yang dirancang penuh pertimbangan budaya dan teknik.

Salah satunya adalah scallop panggang dengan asinan sayur. “Di sini kekayaan lautan dan daratan bersatu dalam rasa asam-manis yang menggoda lidah,” ungkap Chef Degan. Selain itu, soto ayam Lamongan yang harum dengan kunyit, serai, dan bawang goreng siap membangkitkan kenangan masa kecil para diaspora Indonesia.

Menu utama tak kalah memukau: ikan samjoripet, bebek bumbu Bali, rendang sapi, dan sayur lodeh. Tak lupa, sajian penutup seperti bubur ketan hitam, klepon, dan rujak buah tropis membawa penutup manis sekaligus memperkenalkan sensasi pedas-manis pada lidah para tamu Jerman. Seluruh sajian dipasangkan dengan pilihan wine lokal dari Jerman, menciptakan simfoni Timur dan Barat dalam harmoni yang elegan.

Bagi Chef Degan, pencapaian ini lebih dari sekadar memasak. Ini adalah diplomasi kuliner. “Kuliner Indonesia bukan cuma exotic dish di sudut buffet hotel, tapi layak menjadi bintang di panggung paling bergengsi dunia,” tegasnya.

Lebih dari sekadar menyajikan makanan, pengalaman ini menjadi bukti nyata bahwa budaya bisa menembus batas negara. Dari sepiring soto Lamongan hingga secuil klepon, Indonesia berbicara lewat rasa. Dalam setiap suapan, tersimpan kisah perjuangan, warisan leluhur, dan harapan untuk masa depan kuliner Indonesia di panggung dunia.

Rekomendasi

Index

Berita Lainnya

Index