Asuransi

Asuransi Indonesia Mulai Penuhi Modal Minimum, Capai 75 Persen

Asuransi Indonesia Mulai Penuhi Modal Minimum, Capai 75 Persen
Asuransi Indonesia Mulai Penuhi Modal Minimum, Capai 75 Persen

JAKARTA - Transformasi sektor asuransi terus berjalan. Per Juni 2025, lebih dari separuh perusahaan asuransi dan reasuransi di Indonesia telah menunjukkan kemajuan signifikan dalam memenuhi persyaratan ekuitas minimum yang ditetapkan Otoritas Jasa Keuangan (OJK). Dari total 144 perusahaan, sebanyak 108 perusahaan atau sekitar 75 persen telah berhasil memenuhi batas ekuitas yang diwajibkan untuk tahun 2026.

Data ini menandai pencapaian penting dalam upaya memperkuat ketahanan industri perasuransian nasional. Persyaratan ekuitas minimum yang dicanangkan OJK merupakan bagian dari strategi jangka panjang untuk meningkatkan daya saing, transparansi, serta perlindungan terhadap pemegang polis.

Menurut Kepala Eksekutif Pengawas Perasuransian, Penjaminan, dan Dana Pensiun OJK, Ogi Prastomiyono, otoritas akan terus memantau dan memastikan seluruh perusahaan yang belum memenuhi kewajiban tersebut menjalankan rencana aksi (action plan) secara progresif dan bertanggung jawab.

“OJK pun akan terus melakukan langkah-langkah yang diperlukan berdasarkan progress action plan pemenuhan kewajiban ekuitas minimum,” ujar Ogi.

Langkah-langkah tersebut, lanjut Ogi, bisa mencakup berbagai strategi, mulai dari penambahan modal oleh pemegang saham, masuknya investor strategis baik lokal maupun asing yang kredibel, hingga dorongan untuk melakukan konsolidasi perusahaan. Dalam kasus tertentu, pengembalian izin usaha juga menjadi opsi terakhir jika perusahaan tidak mampu memenuhi ketentuan yang berlaku.

Selain fokus pada pemenuhan ekuitas, OJK juga tengah memperketat pengawasan terhadap praktik keperantaraan di bidang asuransi. Salah satu sasaran utama adalah kegiatan pialang dan agen yang tidak sesuai dengan regulasi atau beroperasi tanpa izin resmi.

“OJK juga akan melakukan penertiban kegiatan keperantaraan di bidang perasuransian yang tidak sesuai dengan jenis usaha, termasuk pialang dan agen asuransi,” tegas Ogi.

Langkah pengawasan ini tidak hanya sebatas administratif. OJK bahkan telah menyiapkan penegakan hukum pidana terhadap pelaku usaha pialang asuransi ilegal—yakni mereka yang beroperasi tanpa memiliki izin resmi. Sanksi administratif juga diberikan kepada perusahaan asuransi yang kedapatan bekerja sama dengan pialang tanpa legalitas yang sah.

“Penegakan hukum pidana dilakukan kepada perusahaan yang menyelenggarakan usaha pialang asuransi tanpa izin (ilegal) serta sanksi administratif kepada perusahaan asuransi yang bekerja sama dengan perusahaan pialang ilegal tersebut,” terang Ogi.

Tidak berhenti di situ, OJK juga menemukan praktik agen asuransi dari beberapa perusahaan yang ternyata beroperasi menyerupai pialang, suatu bentuk pelanggaran struktur kelembagaan yang cukup serius. Penindakan terhadap agen-agen ini pun menjadi bagian dari upaya menertibkan sistem pemasaran dan distribusi produk asuransi di Indonesia.

“Penindakan juga dilakukan terhadap agen-agen dari beberapa perusahaan yang beroperasi layaknya pialang,” ujarnya.

Sementara itu, isu penggelapan premi yang dilakukan oleh pialang resmi juga masuk dalam radar pengawasan OJK. Lembaga ini telah melaksanakan penegakan hukum atas kasus-kasus tersebut guna menjaga integritas industri asuransi serta memastikan perlindungan maksimal bagi para pemegang polis.

Di sisi lain, OJK terus melakukan pengawasan khusus terhadap sejumlah perusahaan asuransi dan reasuransi yang saat ini masih menghadapi tantangan keuangan. Sampai dengan 30 Juli 2025, tercatat ada enam perusahaan yang berada dalam pengawasan khusus. Melalui pengawasan ini, OJK berharap agar perusahaan-perusahaan tersebut dapat segera melakukan pembenahan kondisi finansial mereka.

“Melakukan berbagai upaya mendorong penyelesaian permasalahan pada Lembaga Jasa Keuangan (LJK) melalui pengawasan khusus yang sampai dengan 30 Juli 2025 dilakukan terhadap 6 perusahaan asuransi dan reasuransi dengan harapan perusahaan dapat memperbaiki kondisi keuangannya untuk kepentingan pemegang polis,” ungkap Ogi.

Langkah-langkah strategis OJK ini secara keseluruhan menunjukkan keseriusan pemerintah dalam menciptakan industri asuransi yang sehat dan profesional. Penegakan hukum, reformasi struktur permodalan, serta pengawasan ketat terhadap pelaku industri menjadi fondasi untuk membangun kepercayaan masyarakat terhadap sektor ini.

Pemenuhan ekuitas minimum bukan sekadar target angka, melainkan langkah penting untuk meningkatkan kredibilitas perusahaan asuransi dalam menjamin risiko nasabah. Dengan hanya tersisa 25 persen perusahaan yang belum memenuhi persyaratan, waktu tersisa hingga 2026 akan menjadi masa krusial untuk menyelesaikan seluruh rencana aksi yang telah ditetapkan masing-masing perusahaan.

OJK menegaskan bahwa pendekatan yang digunakan tidak semata represif, melainkan kolaboratif. Otoritas akan terus mendampingi perusahaan dalam proses transformasi ini agar hasilnya bukan hanya memenuhi syarat regulasi, tetapi juga menghasilkan perusahaan yang sehat secara fundamental dan siap bersaing di pasar terbuka.

Dengan beragam instrumen pengawasan dan pembinaan yang telah digulirkan, OJK optimistis bahwa industri asuransi Indonesia akan semakin solid dan terstandarisasi, memberikan perlindungan terbaik kepada masyarakat sekaligus berkontribusi positif terhadap stabilitas sektor keuangan nasional.

Rekomendasi

Index

Berita Lainnya

Index