Batu Bara

HBA Batu Bara September Naik, Pemerintah Rilis Harga Baru

HBA Batu Bara September Naik, Pemerintah Rilis Harga Baru
HBA Batu Bara September Naik, Pemerintah Rilis Harga Baru

JAKARTA - Perubahan harga komoditas energi dan mineral kembali menjadi perhatian utama di awal bulan. Pemerintah melalui Kementerian Energi dan Sumber Daya Mineral (ESDM) resmi menetapkan Harga Batu Bara Acuan (HBA) dan Harga Mineral Logam Acuan (HMA) untuk periode pertama September 2025. Kebijakan ini ditetapkan dalam Keputusan Menteri (Kepmen) ESDM Nomor 299.K/MB.01/MEM.B/2025, yang menjadi acuan penting bagi pelaku usaha di sektor pertambangan.

Penetapan Harga Batu Bara Acuan

Dalam regulasi tersebut, pemerintah menegaskan penetapan HBA sebagai rujukan penjualan batu bara di pasar domestik maupun ekspor. Penentuan harga dilakukan berdasarkan tingkat nilai kalori yang dihasilkan, yang dihitung dalam satuan kcal/kg GAR (Gross Air Received).

Aturan tersebut menyebutkan: “Menetapkan Harga Batu Bara Acuan yang selanjutnya disebut HBA untuk Periode Pertama Bulan September Tahun 2025 dengan besaran tercantum dalam Lampiran II yang merupakan bagian tidak terpisahkan dari Keputusan Menteri ini.”

Penetapan harga ini bersifat dinamis, menyesuaikan kondisi pasar global dan kebutuhan industri dalam negeri. Tidak hanya untuk produsen, HBA juga berfungsi sebagai pedoman bagi pembeli dan pemangku kepentingan lain yang bergerak di sektor energi.

Rincian Harga Batu Bara Acuan

Untuk periode pertama September 2025, HBA ditetapkan dalam empat kategori berdasarkan nilai kalori:

-HBA (kalori 6.322 kcal/kg GAR): USD105,33 per ton, naik dari USD100,69 per ton pada periode kedua Agustus.

-HBA I (kalori 5.300 kcal/kg GAR): USD66,50 per ton, turun dari USD67,20 per ton pada periode sebelumnya.

-HBA II (kalori 4.100 kcal/kg GAR): USD42,30 per ton, turun dari USD43,70 per ton.

-HBA III (kalori 3.400 kcal/kg GAR): USD32,32 per ton, turun dari USD33,48 per ton.

Kenaikan harga terjadi pada kategori batu bara dengan nilai kalori tertinggi, sedangkan tiga kategori lainnya justru mengalami penurunan. Perbedaan tren ini mencerminkan dinamika permintaan global, di mana batu bara berkalori tinggi banyak dibutuhkan industri besar seperti pembangkit listrik tenaga uap (PLTU).

Harga Mineral Logam Acuan

Selain batu bara, Kementerian ESDM juga mengumumkan Harga Mineral Logam Acuan (HMA) untuk periode yang sama. Kebijakan ini juga tertuang dalam Kepmen yang serupa, dan berfungsi sebagai pedoman resmi harga mineral di pasar.

Aturan tersebut menyebutkan: “Menetapkan Harga Mineral Logam Acuan yang selanjutnya disebut HMA untuk Periode Pertama Bulan September Tahun 2025 dengan besaran tercantum dalam Lampiran I yang merupakan bagian tidak terpisahkan dari Keputusan Menteri ini.”

Berikut daftar HMA terbaru:

-Nikel: USD14.899,64/dmt

-Kobalt: USD32.894,29/dmt

-Timbal: USD1.947,32/dmt

-Seng: USD2.792,86/dmt

-Aluminium: USD2.592,50/dmt

-Tembaga: USD9.632,93/dmt

-Emas (mineral ikutan): USD3.353,76/Troy Ounce

-Perak (mineral ikutan): USD37,91/Troy Ounce

-Ingot Timah Pb 300: USD/dmt

-Mangan: USD3,28/dmt

-Bijih Besi Laterit/Hematit/Magnetit: USD1,47/dmt

-Bijih Krom: USD6,37/dmt

-Konsentrat Titanium: USD9,42/dmt

Penetapan harga ini memperlihatkan fluktuasi yang beragam di berbagai komoditas. Nikel dan tembaga misalnya, tetap berada di level tinggi karena tingginya permintaan global terkait kebutuhan industri kendaraan listrik dan teknologi hijau.

Dampak terhadap Industri

Perubahan harga batu bara dan mineral logam acuan memiliki implikasi besar bagi sektor industri, baik di dalam negeri maupun global. Bagi perusahaan tambang, HBA dan HMA menjadi dasar perhitungan kontrak penjualan, royalti, hingga proyeksi keuntungan.

Di sisi lain, kenaikan harga batu bara berkalori tinggi berpotensi meningkatkan biaya operasional pembangkit listrik yang masih bergantung pada energi fosil tersebut. Sementara penurunan pada kategori kalori rendah bisa menjadi peluang bagi industri yang memanfaatkan jenis batu bara tersebut.

Untuk sektor mineral, harga nikel yang masih tinggi mendukung pertumbuhan industri baterai listrik. Hal ini sekaligus memberi dorongan bagi Indonesia, yang tengah mengembangkan hilirisasi nikel sebagai bagian dari strategi ekonomi jangka panjang.

Batu Bara dan Mineral dalam Konteks Global

Harga energi dan mineral selalu dipengaruhi oleh faktor eksternal, termasuk kebijakan negara produsen utama, ketegangan geopolitik, serta fluktuasi ekonomi global. Dalam beberapa tahun terakhir, transisi energi juga menjadi faktor penting yang memengaruhi permintaan.

Batu bara, meski mulai ditinggalkan di banyak negara maju karena isu lingkungan, tetap menjadi sumber energi utama di berbagai negara berkembang. Permintaan tinggi pada batu bara berkalori besar menandakan masih adanya kebutuhan yang sulit digantikan dalam waktu dekat.

Sementara itu, mineral logam seperti nikel, tembaga, dan kobalt justru semakin diburu karena menjadi bahan baku utama dalam teknologi energi baru terbarukan (EBT), terutama baterai kendaraan listrik dan panel surya.

Konsistensi Pemerintah dalam Penetapan Harga

Kementerian ESDM secara rutin menetapkan harga acuan batu bara dan mineral logam untuk memastikan kepastian usaha dan mendorong transparansi dalam perdagangan. Kepmen terbaru ini menegaskan komitmen pemerintah menjaga keseimbangan antara kepentingan industri, penerimaan negara, serta daya saing komoditas Indonesia di pasar internasional.

Bagi investor, kejelasan harga acuan memberi gambaran jelas mengenai tren pasar dan potensi keuntungan. Bagi masyarakat, kebijakan ini juga berimbas secara tidak langsung melalui harga energi, listrik, hingga produk turunan mineral yang digunakan sehari-hari.

Awal September ditandai dengan kebijakan penting dari Kementerian ESDM yang menetapkan harga acuan batu bara dan mineral logam. Batu bara berkalori tinggi mengalami kenaikan harga, sementara tiga kategori lain turun. Untuk mineral, harga nikel, tembaga, dan emas tetap menunjukkan posisi kuat di pasar global.

Penetapan ini bukan sekadar angka, melainkan cerminan dinamika energi dan mineral dunia yang terus berubah. Bagi Indonesia, kebijakan ini menjadi bagian dari strategi besar dalam menjaga stabilitas energi, mendorong hilirisasi mineral, dan meningkatkan daya saing di pasar internasional.

Rekomendasi

Index

Berita Lainnya

Index