JAKARTA – Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) terus mengusut kasus dugaan korupsi pengadaan lahan proyek strategis nasional, Jalan Tol Trans Sumatra (JTTS), yang melibatkan PT Hutama Karya (Persero). Dalam lanjutan proses penyidikan, tim penyidik KPK menjadwalkan pemeriksaan terhadap M. Luthflil Chakim, mantan Sekretaris Dewan Komisaris PT Hutama Karya periode 2018–2019.
Pemeriksaan terhadap Luthflil dilakukan sebagai saksi untuk memperdalam informasi seputar mekanisme dan alur transaksi pengadaan lahan yang diduga merugikan keuangan negara hingga belasan miliar rupiah. Pemeriksaan berlangsung di Gedung Merah Putih KPK.
“Pemeriksaan dilakukan di Gedung Merah Putih KPK,” ujar Juru Bicara KPK, Budi Prasetyo, dalam keterangan tertulis.
Meskipun belum dijelaskan secara rinci mengenai materi yang akan didalami, KPK memastikan bahwa setiap pemeriksaan saksi memiliki peran penting dalam mengungkap konstruksi perkara secara menyeluruh. Informasi yang diperoleh dari saksi diharapkan memperjelas keterlibatan pihak-pihak yang selama ini berperan dalam transaksi lahan bermasalah tersebut.
Dugaan Korupsi Libatkan Transaksi Lahan di Kalianda
Kasus korupsi ini bermula dari pengadaan lahan di wilayah Kalianda, Lampung Selatan yang dilakukan oleh PT Hutama Karya untuk kepentingan pembangunan Jalan Tol Trans Sumatra periode 2018–2020. Lahan yang semula milik petani dijual ke PT Sanitarindo Tangsel Jaya (STJ), sebelum akhirnya dialihkan ke PT Hutama Karya.
Namun, hasil penyelidikan KPK mengindikasikan bahwa proses tersebut sarat dengan penyimpangan. Petani hanya menerima uang muka sebesar 5% hingga 20% dari nilai kesepakatan yang dijanjikan, dan sejak 2019 hingga kini belum menerima pelunasan. Dana awal yang digunakan untuk pembayaran uang muka tersebut diduga berasal dari aliran dana hasil korupsi.
Sebagai bagian dari langkah pengembalian kerugian negara (asset recovery), KPK melakukan penyitaan atas 65 bidang tanah yang tersebar di wilayah tersebut. Proses penyitaan dilakukan pada April 2025 dan berlanjut hingga pertengahan bulan yang sama.
"Tanah tersebut kami sita karena diduga dibeli menggunakan dana yang berasal dari tindak pidana korupsi, sehingga menjadi bagian dari barang bukti yang harus diamankan," jelas Budi Prasetyo.
Tiga Tersangka, Satu Korporasi Diseret
Dalam pengembangan perkara ini, KPK telah menetapkan tiga tersangka individu dan satu tersangka korporasi, yaitu:
-Bintang Perbowo, mantan Direktur Utama PT Hutama Karya
-M. Rizal Sutjipto, mantan Kepala Divisi Pengembangan Bisnis Jalan Tol PT Hutama Karya
-Iskandar Zulkarnaen, Komisaris PT Sanitarindo Tangsel Jaya (STJ)
Namun, karena Iskandar Zulkarnaen telah meninggal dunia di tengah proses hukum, KPK mengambil langkah lanjutan dengan menetapkan PT STJ sebagai tersangka korporasi.
Selain itu, tim penyidik juga melakukan penggeledahan di dua lokasi strategis, yaitu kantor pusat PT Hutama Karya dan kantor anak perusahaannya, HK Realtindo. Dari penggeledahan tersebut, KPK berhasil mengamankan berbagai dokumen penting yang diduga terkait proses pengadaan lahan secara tidak sah.
"Dokumen yang kami temukan memuat sejumlah item pengadaan yang kuat dugaan dilakukan secara melawan hukum," terang juru bicara KPK tersebut.
Penyitaan Tanah Bernilai Ratusan Miliar
Langkah penyidikan diperkuat dengan penyitaan 54 bidang tanah milik almarhum Iskandar Zulkarnaen yang nilainya ditaksir mencapai Rp150 miliar. Ini menunjukkan besarnya nilai aset yang terlibat dalam kasus ini serta pentingnya proses asset recovery untuk mengembalikan kerugian negara.
KPK bekerja sama dengan Badan Pengawasan Keuangan dan Pembangunan (BPKP) untuk melakukan audit kerugian keuangan negara secara menyeluruh. Perhitungan ini diperlukan guna memperjelas dampak kerugian riil negara akibat praktik korupsi yang terjadi dalam pengadaan lahan strategis tersebut.
Dengan upaya penyidikan yang terus dilakukan, KPK menunjukkan komitmennya dalam membongkar praktik korupsi di sektor infrastruktur strategis. Pengadaan lahan untuk proyek Jalan Tol Trans Sumatra yang semula ditujukan untuk mempercepat konektivitas nasional, justru dijadikan celah untuk memperkaya pihak-pihak tertentu secara ilegal. Pemeriksaan terhadap saksi kunci seperti M. Luthflil Chakim diharapkan dapat membuka tabir lebih jauh mengenai peran masing-masing pihak dalam skandal korupsi ini.