JAKARTA - Kejadian runtuhnya jembatan penghubung Kabupaten Lahat dan Muara Enim pada Minggu malam, 29 Juni 2025, menjadi alarm keras atas lemahnya pengawasan kendaraan angkutan berat di Sumatera Selatan. Insiden yang terjadi sekitar pukul 23.14 WIB ini langsung mendapat sorotan publik, mengingat jembatan tersebut merupakan salah satu jalur vital distribusi logistik dan mobilitas warga antar kabupaten.
Dugaan sementara menyebutkan bahwa kendaraan pengangkut batu bara dengan spesifikasi over dimension over loading (ODOL) menjadi penyebab utama keruntuhan. Kendaraan-kendaraan berat tersebut diketahui melintas dalam waktu bersamaan, menimbulkan beban berlebih yang tidak mampu ditanggung oleh konstruksi jembatan.
Keesokan harinya, Senin 30 JUNI 2025, pejabat daerah langsung turun ke lapangan untuk meninjau lokasi kejadian. Peninjauan dilakukan guna melakukan asesmen awal terhadap penyebab insiden, kerugian material, serta langkah penanganan cepat demi menjamin aksesibilitas wilayah yang terdampak.
Jembatan Strategis, Tapi Rentan
Jembatan yang ambruk itu merupakan jalur penghubung strategis antar kabupaten di Provinsi Sumatera Selatan. Setiap harinya, ratusan kendaraan, termasuk truk logistik dan angkutan hasil tambang seperti batu bara, melintasi jembatan tersebut.
Namun ironisnya, intensitas lalu lintas yang tinggi tersebut tidak diiringi dengan pengawasan ketat terhadap beban kendaraan. Banyak kendaraan, terutama angkutan tambang, yang diduga sering melebihi batas tonase yang diperbolehkan. Situasi ini mengindikasikan lemahnya penegakan hukum terkait regulasi lalu lintas jalan dan angkutan barang.
Warga sekitar pun sudah sejak lama menyuarakan kekhawatiran mereka atas kondisi jembatan yang sering dilalui truk-truk berukuran besar dan bermuatan berlebih. Beberapa laporan warga sebelumnya sempat mencatat adanya getaran abnormal dan keretakan kecil pada badan jembatan, namun belum ada penanganan konkret yang dilakukan secara menyeluruh.
ODOL Kembali Makan Korban Infrastruktur
Over Dimension Over Loading (ODOL) atau kendaraan yang kelebihan muatan dan ukuran, selama ini menjadi momok tersendiri dalam dunia transportasi darat. Kendaraan jenis ini tidak hanya membahayakan pengguna jalan lainnya, tetapi juga mengancam umur pakai infrastruktur seperti jalan dan jembatan.
Dalam kasus di Lahat-Muara Enim, ODOL kembali menjadi tersangka utama yang meruntuhkan struktur jembatan. Ketika truk bermuatan batu bara yang melebihi batas normal melintas secara bersamaan, tekanan besar diberikan pada struktur jembatan, yang akhirnya menyebabkan runtuhnya sebagian konstruksi.
Fenomena ODOL sebenarnya bukan hal baru di Indonesia, terutama di wilayah-wilayah yang menjadi pusat distribusi sumber daya alam seperti tambang. Namun, minimnya pengawasan dan lemahnya sanksi terhadap pelanggar membuat praktik ini terus berulang.
Akses Warga Lumpuh, Distribusi Terganggu
Akibat ambruknya jembatan ini, akses darat antara Kabupaten Lahat dan Muara Enim langsung terputus. Warga yang hendak bepergian ke tempat kerja, pasar, atau sekolah terpaksa mencari jalur alternatif yang jaraknya lebih jauh dan kondisi jalannya tidak selalu layak. Dampaknya bukan hanya pada aktivitas warga, tetapi juga pada distribusi logistik dan hasil tambang yang kini terhambat.
Beberapa kendaraan bahkan dilaporkan harus memutar sejauh 40–60 kilometer untuk mencapai tujuan yang seharusnya hanya berjarak puluhan menit. Hal ini memicu keluhan dari para sopir angkutan dan perusahaan jasa logistik, karena waktu tempuh dan biaya operasional menjadi berlipat ganda.
Respons Cepat Pemerintah Daerah
Sebagai bentuk tanggung jawab dan kepedulian, pejabat dari pemerintah daerah langsung melakukan peninjauan ke lokasi kejadian pada Senin, 30 Juni 2025. Peninjauan ini bertujuan untuk mengumpulkan data lapangan serta memastikan bahwa proses evakuasi dan penanganan awal kerusakan dapat segera dilakukan.
Selain itu, pemerintah juga melakukan koordinasi lintas dinas untuk mengidentifikasi jalur alternatif yang dapat digunakan sementara waktu, serta menyusun rencana perbaikan jembatan dalam waktu sesingkat mungkin.
Namun, publik mendesak agar kejadian ini tidak hanya berakhir pada penanganan darurat, melainkan dilanjutkan dengan evaluasi menyeluruh terhadap tata kelola angkutan berat, khususnya yang beroperasi di jalur umum dan melewati infrastruktur publik yang rentan.
Kebutuhan Akan Pengawasan dan Penegakan Regulasi
Peristiwa ini menjadi momentum bagi pemerintah, baik pusat maupun daerah, untuk kembali memperkuat regulasi tentang ODOL. UU Lalu Lintas dan Angkutan Jalan sebenarnya sudah mengatur batas maksimal muatan kendaraan dan dimensi fisik yang diperbolehkan. Namun di lapangan, pelanggaran masih marak terjadi, dan penindakan masih minim.
Pakar transportasi dan teknik sipil telah berulang kali mengingatkan bahwa toleransi terhadap kendaraan ODOL hanya akan mempercepat kerusakan infrastruktur. Bila tidak segera ditindak, kasus serupa dikhawatirkan akan terus terulang di wilayah lain.
Masyarakat Harapkan Perbaikan Menyeluruh
Warga terdampak berharap pemerintah tidak hanya memperbaiki jembatan yang ambruk, tetapi juga melakukan peninjauan ulang terhadap seluruh infrastruktur di jalur padat angkutan. Selain itu, perlu ada pemisahan jalur antara kendaraan berat dan kendaraan umum untuk mengurangi risiko kecelakaan dan kerusakan.
“Kami minta jangan cuma diperbaiki terus didiamkan lagi. Harus ada pengawasan. Kalau masih dibiarkan, bisa kejadian lagi,” ujar Rudi, warga sekitar lokasi kejadian.
Tragedi yang Tidak Boleh Terulang
Ambruknya jembatan penghubung Lahat–Muara Enim merupakan tragedi yang seharusnya dapat dicegah. Peristiwa ini menunjukkan bahwa toleransi terhadap praktik ODOL hanya akan menghasilkan kerugian yang lebih besar, baik secara ekonomi, sosial, maupun keselamatan publik.
Sudah waktunya pemerintah bertindak tegas. Penertiban ODOL tidak bisa ditunda, pengawasan terhadap infrastruktur harus diperkuat, dan kebijakan pemeliharaan jembatan harus dilakukan secara berkala dan menyeluruh.
Jangan sampai nyawa melayang atau akses masyarakat lumpuh total, hanya karena kelalaian dalam mengawasi truk bermuatan batu bara.