MeTik PenTing Kemenkes: Edukasi Cegah Stunting Lewat Telur Itik

Kamis, 10 Juli 2025 | 09:17:58 WIB
MeTik PenTing Kemenkes: Edukasi Cegah Stunting Lewat Telur Itik

JAKARTA - Di tengah upaya nasional memerangi stunting, sebuah pendekatan unik dan berbasis lokal muncul dari Kalimantan Selatan. Program bertajuk “MeTik PenTing” (Menu Telur Itik Penting Cegah Stunting) yang diinisiasi oleh mahasiswa Rekognisi Pembelajaran Lampau (RPL) dari Politeknik Kesehatan Kementerian Kesehatan (Poltekkes Kemenkes) Banjarmasin, hadir sebagai bentuk konkret dalam menyasar akar permasalahan stunting dari perspektif gizi keluarga.

Program yang digelar di wilayah Hulu Sungai Selatan ini menekankan pentingnya pemberdayaan masyarakat, khususnya para ibu, melalui edukasi dan praktik langsung pemanfaatan pangan lokal dalam menu harian balita. Fokus utamanya ialah pengenalan telur itik sebagai sumber protein hewani yang tinggi gizi dan terjangkau.

Salah satu penggagas program dari Kelompok 3 RPL Poltekkes Kemenkes Banjarmasin, Mahmudah, menyampaikan bahwa edukasi ini tak hanya berisi teori, tetapi dilengkapi praktik yang relevan bagi ibu-ibu rumah tangga. Mereka diajak menyaksikan langsung proses pengolahan MP-ASI (Makanan Pendamping ASI) berbahan dasar telur itik, yang dipandu oleh rekan timnya, Ibda Linah Alf Ridha.

“Telur itik dipilih karena merupakan sumber protein hewani lokal yang bergizi tinggi dan mudah diakses,” ujar Mahmudah. Menurutnya, keberadaan telur itik di banyak wilayah pedesaan menjadi nilai tambah tersendiri, karena masyarakat tidak perlu bergantung pada bahan makanan impor atau mahal untuk mencukupi kebutuhan gizi anak-anak mereka.

Dalam kegiatan tersebut, para peserta yang terdiri dari kader Posyandu, anggota PKK, ibu hamil, dan ibu balita, mendapat penjelasan tentang nilai gizi telur itik, sekaligus diajarkan bagaimana teknik pengolahan yang aman dan tepat bagi bayi dan balita. Pelatihan dilakukan secara interaktif, agar para peserta benar-benar memahami penerapan di kehidupan sehari-hari.

Yang menarik dari kegiatan ini adalah penyampaian informasi gizi dilakukan dengan pendekatan kontekstual, menggunakan bahasa yang mudah dimengerti dan disesuaikan dengan kondisi sosial-budaya masyarakat lokal. Ini dilakukan agar edukasi benar-benar membekas dan bisa diaplikasikan dengan mudah di rumah masing-masing.

Selain mengedukasi soal kandungan protein, lemak baik, serta mikronutrien dalam telur itik, tim mahasiswa juga mengangkat pentingnya diversifikasi menu MP-ASI agar anak tidak mudah bosan. Resep sederhana seperti tim telur itik dengan sayur lokal diajarkan kepada para ibu, disertai penjelasan mengenai pentingnya tekstur makanan sesuai usia.

Melalui “MeTik PenTing”, mahasiswa RPL Poltekkes Kemenkes Banjarmasin berharap dapat menumbuhkan kesadaran kolektif tentang pentingnya pemenuhan gizi anak sejak dini. Stunting tidak hanya masalah angka atau statistik, tapi menyangkut kualitas generasi mendatang. Dalam konteks ini, intervensi berbasis pangan lokal menjadi strategi yang murah, berkelanjutan, dan berdampak nyata.

Inisiatif ini juga menegaskan bahwa penanggulangan stunting tak selalu memerlukan program berskala besar dengan anggaran tinggi. Cukup dengan kolaborasi yang baik antara komunitas, tenaga pendidik, dan dukungan pemerintah, solusi-solusi praktis bisa dilahirkan dari potensi yang ada di sekitar.

Sebagaimana diketahui, telur itik mengandung protein berkualitas tinggi, serta vitamin A, B12, dan mineral penting seperti zat besi dan selenium. Dengan teknik memasak yang tepat, kandungan tersebut dapat dipertahankan dan dikonsumsi secara aman oleh anak-anak usia dini.

Penggunaan telur itik juga memberikan alternatif sumber protein selain ayam, yang sering kali harganya fluktuatif atau ketersediaannya terbatas di desa-desa terpencil. Selain itu, dari segi budaya, konsumsi telur itik sudah cukup dikenal di banyak wilayah Kalimantan dan sebagian besar Indonesia, sehingga penerimaannya dalam menu keluarga relatif mudah.

Kelompok 3 RPL HSS yang menginisiasi kegiatan ini beranggotakan sebelas mahasiswa: Ibda Linah Alf Ridha, Mahmudah, Rahmi, Rinawati, Riska, Yunita, Rizki Amalia, Rusda Mariati, Sylvina Wulandari, Wenny Mai Ridatillah, dan Yuliana. Mereka bekerja sama dengan para dosen pembimbing serta pihak desa untuk menyukseskan kegiatan ini.

Diharapkan, program serupa dapat direplikasi di wilayah-wilayah lain, terutama yang masih masuk kategori daerah dengan prevalensi stunting tinggi. Pemberdayaan lokal dengan pendekatan berbasis edukasi gizi dan pangan seperti ini terbukti lebih mudah diterima masyarakat karena menyentuh langsung pada kebiasaan dan kebutuhan sehari-hari.

Lebih jauh, pendekatan “MeTik PenTing” menunjukkan bagaimana keterlibatan mahasiswa dan institusi pendidikan kesehatan mampu memberikan dampak positif langsung ke masyarakat. Mereka tidak hanya menjadi penyampai informasi, tetapi juga fasilitator perubahan perilaku menuju kehidupan yang lebih sehat dan sejahtera.

Dengan menjadikan telur itik sebagai simbol sederhana dari gizi berkualitas, “MeTik PenTing” bukan hanya kampanye makanan sehat, tapi juga gerakan sosial kecil yang menyasar akar persoalan stunting: ketidaktahuan dan ketidakterjangkauan gizi seimbang.

Terkini