JAKARTA - Usulan untuk membuka jalur alternatif pelaksanaan ibadah umrah dan haji melalui transportasi laut mulai mendapatkan perhatian dari berbagai kalangan, termasuk dunia usaha travel haji dan umrah di Indonesia. Menteri Agama, Nasaruddin Umar, mengemukakan gagasan inovatif ini sebagai langkah memperluas pilihan dan memperlancar akses bagi jamaah yang hendak menunaikan rukun Islam kelima dan ibadah umrah. Namun, meskipun mendapat dukungan, wacana tersebut juga memunculkan berbagai pertimbangan dan tantangan teknis yang harus diantisipasi.
Wawan Suhada, Ketua Umum Kebersamaan Pengusaha Travel Haji Umrah (Bersathu), menyatakan bahwa secara prinsip, ide melaksanakan umrah dan haji lewat jalur laut layak untuk dicoba. "Pada prinsipnya, usulan umrah dan haji lewat jalur laut patut dicoba, tapi tidak boleh dipaksakan," ujarnya kepada Jawa Pos pada Rabu 10 JULI 2025.
Memahami Konteks Usulan Jalur Laut untuk Umrah dan Haji
Indonesia sebagai negara kepulauan dengan jumlah penduduk muslim terbesar di dunia, menghadapi berbagai tantangan dalam penyelenggaraan umrah dan haji. Selama ini, transportasi udara menjadi moda utama untuk mengangkut jamaah ke Tanah Suci. Namun, berbagai kendala seperti keterbatasan kuota penerbangan, fluktuasi biaya tiket, dan kemacetan bandara mendorong pemerintah dan pelaku usaha untuk mencari alternatif.
Jalur laut pun muncul sebagai opsi yang menarik untuk diperhitungkan, mengingat Indonesia memiliki infrastruktur pelabuhan yang tersebar di berbagai wilayah. Konsep ini bertujuan memberikan pilihan transportasi yang lebih fleksibel sekaligus mengurangi beban angkutan udara.
Dukungan dari Kalangan Travel: Antusiasme Bersama dan Kewaspadaan
Kalangan pelaku travel umrah dan haji menyambut baik wacana jalur laut, melihat potensi baru untuk memperluas layanan dan menjangkau lebih banyak calon jamaah. Dukungan ini juga mencerminkan keinginan agar proses keberangkatan menjadi lebih nyaman dan efisien.
Namun, dukungan tersebut disertai dengan catatan penting. Wawan Suhada mengingatkan bahwa pelaksanaan umrah dan haji lewat jalur laut tidak bisa dilakukan secara tergesa-gesa tanpa kajian mendalam dan kesiapan infrastruktur yang memadai. Aspek keselamatan, kenyamanan, serta kepatuhan terhadap protokol kesehatan dan aturan internasional harus menjadi prioritas utama.
Tantangan Teknis dan Logistik dalam Implementasi Jalur Laut
Mewujudkan umrah dan haji lewat jalur laut bukan tanpa tantangan. Pertama, waktu perjalanan yang jauh lebih lama dibandingkan dengan transportasi udara berpotensi memengaruhi stamina dan kondisi fisik jamaah, terutama bagi lansia dan mereka yang memiliki kondisi kesehatan rentan.
Kedua, kesiapan fasilitas pelabuhan yang tidak hanya mendukung keberangkatan, tetapi juga keberlangsungan perjalanan di kapal. Kapal yang digunakan harus memenuhi standar keselamatan, kenyamanan, serta kapasitas yang sesuai dengan jumlah jamaah.
Ketiga, koordinasi dengan pihak Arab Saudi untuk memastikan prosedur imigrasi, karantina, dan protokol kesehatan tetap berjalan lancar dan tidak menjadi hambatan birokrasi. Proses ini memerlukan kerja sama erat lintas negara yang kuat dan terintegrasi.
Potensi Manfaat dan Dampak Positif Jalur Laut
Meski penuh tantangan, jika dirancang dan dijalankan dengan baik, jalur laut dapat membawa sejumlah manfaat. Salah satunya adalah membuka peluang ekonomi baru, khususnya bagi industri pelayaran dan pelabuhan domestik. Selain itu, metode ini dapat mengurangi ketergantungan pada moda udara yang rentan terhadap gangguan cuaca dan penyesuaian jadwal.
Jalur laut juga memungkinkan pengelolaan logistik dan bagasi yang lebih fleksibel. Dengan waktu tempuh yang lebih panjang, jamaah bisa membawa lebih banyak perlengkapan ibadah tanpa khawatir berat bagasi. Aspek ini dapat meningkatkan kenyamanan selama menjalani ibadah.
Studi dan Uji Coba Sebagai Langkah Awal
Mengingat kompleksitas dan risiko yang ada, diperlukan studi kelayakan yang komprehensif serta uji coba terbatas sebagai langkah awal. Kementerian Agama bersama stakeholder terkait harus melakukan riset mendalam yang melibatkan aspek teknis, sosial, dan budaya.
Dalam uji coba ini, evaluasi ketat terhadap jalur perjalanan, armada kapal, protokol kesehatan, dan respons jamaah sangat penting untuk memastikan semua aspek terpenuhi sebelum program ini diperluas.
Respons Pemerintah dan Harapan ke Depan
Menteri Agama Nasaruddin Umar telah membuka ruang diskusi dan kajian terkait wacana ini. Pemerintah juga didorong untuk berkolaborasi dengan pihak terkait, termasuk asosiasi travel, operator pelayaran, dan otoritas Arab Saudi, guna memastikan kelancaran pelaksanaan umrah dan haji lewat jalur laut.
Harapan besar disematkan pada inovasi ini agar semakin banyak umat muslim Indonesia yang dapat menunaikan ibadah dengan lebih mudah, aman, dan nyaman. Keberhasilan konsep ini juga dapat menjadi contoh bagi negara-negara lain dengan kondisi geografis serupa.
Usulan pelaksanaan umrah dan haji melalui jalur laut, yang digagas oleh Menteri Agama Nasaruddin Umar, menghadirkan angin segar sekaligus tantangan tersendiri bagi penyelenggaraan ibadah di Indonesia. Dukungan dari kalangan travel, yang diwakili oleh Ketua Umum Kebersamaan Pengusaha Travel Haji Umrah (Bersathu) Wawan Suhada, menegaskan bahwa gagasan ini layak untuk dicoba, dengan catatan tidak boleh dipaksakan dan harus didukung kajian matang serta kesiapan teknis.
Mewujudkan ide ini memerlukan sinergi lintas sektor, kesiapan infrastruktur yang memadai, dan kepatuhan terhadap regulasi internasional. Jika berhasil, jalur laut bukan hanya membuka alternatif transportasi, tetapi juga memperluas akses ibadah bagi jamaah sekaligus memberikan dampak positif bagi ekonomi nasional.