JAKARTA - Di sepanjang pesisir selatan Kabupaten Lebak, Banten, laut yang biasanya menjadi sumber kehidupan kini justru menjadi tantangan besar. Gelombang tinggi dan cuaca buruk yang menerjang wilayah ini dalam beberapa hari terakhir memaksa para nelayan menggulung jaring dan menambatkan perahu mereka. Di tengah keheningan dermaga yang biasanya sibuk, cerita tentang ketangguhan para nelayan pun muncul, dibarengi dengan kepedulian pemerintah setempat.
Fenomena alam ini tidak datang secara tiba-tiba. Badan Meteorologi, Klimatologi, dan Geofisika (BMKG) sebelumnya telah mengeluarkan peringatan potensi gelombang tinggi di perairan selatan Banten, dengan ketinggian ombak mencapai 2,5 hingga 4 meter. Kondisi ini sangat berbahaya bagi perahu nelayan kecil yang mendominasi armada tangkap di wilayah tersebut.
Seiring larangan sementara untuk melaut, roda perekonomian keluarga nelayan pun melambat. Dalam kondisi normal, hasil tangkapan ikan dari laut selatan menjadi tumpuan penghasilan harian. Namun saat cuaca ekstrem berlangsung, mereka kehilangan mata pencaharian secara tiba-tiba.
Dinas Perikanan Lebak Bergerak Cepat
Melihat situasi yang kian sulit, Dinas Perikanan Kabupaten Lebak langsung mengambil langkah tanggap. Kepala Dinas Perikanan menyarankan agar para nelayan terdampak segera mengajukan permohonan bantuan sosial, khususnya dalam bentuk sembako, sebagai bentuk intervensi darurat.
"Kami memahami kondisi nelayan yang tidak bisa melaut akibat cuaca buruk dan gelombang tinggi. Oleh karena itu, kami meminta mereka segera mengajukan permohonan bantuan sembako ke dinas agar bisa kami tindak lanjuti secepatnya," demikian pernyataan dari pihak Dinas Perikanan Kabupaten Lebak.
Seruan ini menjadi angin segar bagi nelayan yang terpaksa menganggur sementara waktu. Bantuan sembako dinilai penting untuk meringankan beban kebutuhan pokok keluarga selama masa tidak melaut berlangsung.
Wajah Nelayan di Tengah Krisis Alam
Sumarno (48), salah satu nelayan asal Desa Cihara, mengaku sudah hampir lima hari tidak melaut. Ia menyebut bahwa ombak tinggi mulai terlihat sejak awal pekan, dan semakin parah dalam dua hari terakhir.
"Biasanya kami berangkat malam dan pulang pagi dengan hasil tangkapan untuk dijual di pasar. Tapi sekarang, laut tidak bersahabat. Kami takut memaksakan diri," ujar Sumarno.
Kondisi ini tak hanya berdampak pada pemasukan Sumarno, tapi juga pada warung dan pengepul ikan di pesisir yang ikut lesu karena rantai distribusi terputus. Kehidupan ekonomi komunitas pesisir yang saling terkait pun terguncang.
Program Bantuan Harus Tepat Sasaran
Dinas Perikanan berharap nelayan dapat segera memanfaatkan fasilitas permohonan bantuan dengan menghubungi kelompok usaha bersama (KUB) atau perwakilan desa. Data dari tiap desa pesisir akan dijadikan acuan penyaluran agar tepat sasaran dan tidak menimbulkan kecemburuan sosial.
Dinas juga akan berkoordinasi dengan Dinas Sosial dan BPBD untuk penyaluran bantuan yang lebih luas, jika situasi cuaca ekstrem berlangsung lebih lama dari prediksi BMKG.
"Kita prioritaskan nelayan yang benar-benar tidak memiliki sumber penghasilan lain, serta yang memiliki tanggungan keluarga," tegas perwakilan Dinas Perikanan.
Ancaman Krisis Pangan Skala Kecil
Kondisi ini, jika berlangsung lebih lama, berpotensi memicu krisis pangan skala kecil di tingkat rumah tangga pesisir. Sebab, sebagian besar nelayan menggantungkan pengeluaran harian dari hasil penjualan tangkapan ikan.
Sebagian warga memang memiliki kebun atau ladang kecil, namun tidak cukup untuk memenuhi kebutuhan pangan harian jika mata pencaharian utama terganggu. Oleh karena itu, program bantuan pangan tidak hanya mendesak, tetapi bersifat vital.
Pemerintah daerah pun diminta bergerak lebih cepat dan proaktif menyalurkan bantuan ke titik-titik terdampak sebelum kondisi memburuk.
BMKG Imbau Waspada, Cuaca Ekstrem Masih Berlanjut
BMKG masih memantau pola tekanan rendah di wilayah Samudera Hindia yang berpotensi memperpanjang masa gelombang tinggi di wilayah selatan Banten. Nelayan diminta untuk terus mengikuti informasi prakiraan cuaca melalui kanal resmi BMKG.
Selain gelombang tinggi, angin kencang juga menjadi faktor risiko tinggi bagi pelayaran kapal nelayan kecil. Pemerintah daerah terus berkoordinasi dengan pos pengawasan perairan dan relawan nelayan untuk menyebarkan informasi aktual secara cepat dan merata.
Potensi Solusi Jangka Menengah: Asuransi Nelayan dan Diversifikasi Usaha
Kondisi ini sekaligus membuka diskusi penting soal perlindungan jangka menengah bagi nelayan. Program asuransi nelayan dan diversifikasi usaha menjadi opsi yang mulai dilirik, agar nelayan memiliki daya tahan ekonomi saat cuaca ekstrem datang sewaktu-waktu.
"Jika nelayan punya tabungan atau usaha alternatif seperti pengolahan ikan asin, budi daya rumput laut, atau bahkan warung kecil, maka tekanan ekonomi saat tidak bisa melaut tidak terlalu berat," ungkap seorang aktivis pemberdayaan pesisir di Lebak.
Meski demikian, implementasi program semacam itu membutuhkan perencanaan dan pendampingan yang serius, agar tidak berakhir sebatas wacana atau program seremonial.
Cuaca buruk dan gelombang tinggi di Lebak Selatan bukan hanya soal tantangan alam, tetapi juga soal ketahanan sosial dan ekonomi komunitas pesisir. Di tengah keterbatasan melaut, kepedulian dari pemerintah daerah menjadi sangat berarti. Ajakan Dinas Perikanan kepada nelayan untuk mengajukan permohonan bantuan sembako adalah bentuk nyata perhatian pemerintah terhadap kelompok rentan.
Namun, upaya ini juga perlu diiringi strategi jangka menengah dan panjang agar nelayan tidak terus menjadi korban pertama setiap kali bencana hidrometeorologi datang. Kini, tidak hanya kekuatan laut yang diuji, tetapi juga kepekaan sosial dan ketahanan komunitas nelayan menghadapi masa-masa sulit.