Kemenkumham Jateng Gandeng DJKI dan WAMI Edukasi Pelaku Usaha Hiburan

Sabtu, 12 Juli 2025 | 11:18:18 WIB
Kemenkumham Jateng Gandeng DJKI dan WAMI Edukasi Pelaku Usaha Hiburan

JAKARTA - Kesadaran akan pentingnya hak cipta dan sistem pengelolaan royalti menjadi sorotan utama Kantor Wilayah Kementerian Hukum dan HAM (Kemenkumham) Jawa Tengah. Dalam upaya memperkuat pemahaman para pelaku usaha hiburan mengenai perlindungan hak kekayaan intelektual, Kemenkumham Jateng berinisiatif menyelenggarakan kegiatan edukatif yang melibatkan Direktorat Jenderal Kekayaan Intelektual (DJKI) dan Wahana Musik Indonesia (WAMI).

Kegiatan ini difokuskan pada peningkatan kesadaran serta pemahaman mengenai hak cipta dan tata kelola royalti atas karya musik, khususnya bagi para pemilik usaha yang memanfaatkan musik sebagai bagian dari layanan hiburan mereka. Langkah ini dinilai penting untuk memastikan terciptanya sistem yang adil, tidak hanya bagi para pelaku industri hiburan tetapi juga bagi para pencipta lagu dan musisi yang menggantungkan hidup dari hasil karya mereka.

Royalti Musik dan Keadilan bagi Pencipta

Sebagaimana diketahui, musik merupakan bagian integral dari banyak sektor usaha hiburan seperti kafe, restoran, karaoke, hotel, bioskop, dan pusat perbelanjaan. Namun dalam praktiknya, tidak semua pelaku usaha memahami bahwa penggunaan karya musik tanpa izin dan tanpa membayar royalti dapat melanggar hukum, serta merugikan pencipta lagu maupun pemegang hak cipta.

Dalam forum tersebut, DJKI sebagai lembaga yang menaungi perlindungan kekayaan intelektual di Indonesia, menekankan bahwa sistem royalti bukan sekadar kewajiban legal, melainkan bentuk penghargaan atas kerja kreatif seniman. Kegiatan ini sekaligus menjadi ruang dialog antara pemerintah, pengelola hak, dan pelaku usaha agar sistem pemungutan dan distribusi royalti berjalan transparan dan akuntabel.

"Seluruh pelaku usaha yang menggunakan musik dalam bisnisnya wajib memahami regulasi terkait hak cipta. Musik bukanlah produk gratis yang bisa digunakan tanpa izin, melainkan hasil kreativitas yang memiliki nilai ekonomi," demikian disampaikan oleh perwakilan DJKI dalam sesi pemaparan.

WAMI Hadirkan Mekanisme Transparan

Sebagai salah satu lembaga manajemen kolektif nasional di bidang musik, Wahana Musik Indonesia (WAMI) turut menjelaskan tentang sistem pemungutan dan distribusi royalti. WAMI memiliki tugas untuk mewakili para pencipta dan pemegang hak atas karya musik dalam menarik royalti dari pihak-pihak yang memanfaatkannya secara komersial.

Melalui platform digital yang telah dikembangkan, WAMI memastikan bahwa setiap pemutaran musik di ruang publik dapat tercatat dan didistribusikan secara adil kepada pemilik hak. Sistem ini menggunakan teknologi pelacakan yang mampu mencatat frekuensi pemutaran lagu secara akurat, baik melalui media digital, radio, maupun tempat usaha.

“Edukasi seperti ini menjadi sangat penting agar para pelaku usaha hiburan tidak terjebak pada praktik yang melanggar hukum tanpa disadari. Kami ingin mereka paham bahwa membayar royalti bukan beban, tetapi kontribusi untuk menjaga industri musik tetap hidup,” ujar perwakilan WAMI dalam sesi diskusi.

Langkah Progresif Kemenkumham Jateng

Kemenkumham Jawa Tengah menunjukkan komitmennya dalam mendorong budaya sadar hukum di kalangan dunia usaha. Melalui sosialisasi ini, mereka berharap agar para pelaku usaha tidak hanya mematuhi regulasi, tetapi juga menjadi bagian dari ekosistem yang mendukung keberlanjutan ekonomi kreatif nasional.

Kepala Kantor Wilayah Kemenkumham Jateng menyatakan bahwa kegiatan ini merupakan bagian dari misi pemerintah untuk memperkuat perlindungan hak kekayaan intelektual (HKI) di level daerah. Terlebih, musik menjadi salah satu sektor dengan potensi ekonomi tinggi yang memerlukan perlindungan hukum secara optimal.

"Kami ingin menjembatani pelaku usaha dan pemegang hak cipta agar tidak ada lagi praktik penggunaan musik tanpa izin. Ini bukan sekadar penegakan hukum, tetapi membangun ekosistem yang saling mendukung," tuturnya.

Dukungan untuk UMKM dan Pelaku Lokal

Salah satu topik penting yang dibahas dalam pertemuan ini adalah perlunya pendekatan persuasif terhadap pelaku usaha mikro, kecil, dan menengah (UMKM) yang masih banyak belum memahami soal kewajiban royalti. Untuk itu, edukasi dilakukan tidak dalam bentuk penindakan langsung, melainkan pembinaan berkelanjutan melalui program kolaboratif antara pemerintah, DJKI, dan WAMI.

Dalam sesi tanya jawab, sejumlah pelaku usaha mengungkapkan kebingungan mengenai prosedur pembayaran royalti dan bagaimana mengetahui lagu-lagu mana saja yang dilindungi hak cipta. WAMI menjawab bahwa pihaknya menyediakan daftar lagu yang masuk dalam katalog dan bisa diakses oleh pelaku usaha. Selain itu, simulasi penghitungan royalti juga dapat dilakukan berdasarkan tipe usaha dan durasi penggunaan musik.

“UMKM jangan takut untuk patuh hukum. Kami siap mendampingi agar proses ini tidak menjadi hambatan, tetapi justru membuka peluang kerja sama yang lebih sehat antara pemilik usaha dan pelaku industri musik,” ujar narasumber dari DJKI.

Mendorong Budaya Apresiasi Karya Musik

Kegiatan edukatif ini tidak hanya sebatas kampanye hukum, tetapi juga membawa semangat baru untuk membangun budaya apresiatif terhadap karya cipta musik di Tanah Air. Di tengah pesatnya konsumsi musik secara digital dan komersial, penting untuk memastikan bahwa hak para pencipta lagu dihormati dan dilindungi secara adil.

Langkah kolaboratif antara Kemenkumham Jateng, DJKI, dan WAMI diharapkan menjadi contoh bagi wilayah lain dalam mengelola isu royalti secara berkelanjutan dan konstruktif. Jika ekosistem ini terus diperkuat, Indonesia dapat melahirkan industri musik yang bukan hanya produktif tetapi juga berkeadilan.
Dengan menyentuh langsung para pelaku usaha hiburan, kegiatan ini menjadi tonggak penting dalam penguatan literasi hak cipta di Indonesia. Royalti musik bukan semata-mata persoalan hukum, tetapi bentuk keadilan bagi para seniman yang telah menciptakan karya bernilai. Ke depan, harapannya tak hanya pelaku usaha besar, namun seluruh lapisan masyarakat turut membangun budaya menghargai karya intelektual sebagai bagian dari etika berbisnis yang berkelanjutan.

Terkini