KPR Tetap Tumbuh, Saatnya Perkuat Daya Beli Rakyat

Senin, 21 Juli 2025 | 10:03:34 WIB
KPR Tetap Tumbuh, Saatnya Perkuat Daya Beli Rakyat

JAKARTA - Meski rumah masih menjadi kebutuhan primer bagi banyak masyarakat Indonesia, tren pembiayaan Kredit Pemilikan Rumah (KPR) menunjukkan sinyal perlambatan. Tekanan terhadap daya beli masyarakat yang belum sepenuhnya pulih menjadi salah satu faktor utama yang menghambat pertumbuhan kredit perumahan. Kondisi ini mengindikasikan tantangan yang lebih besar dalam sektor properti, yang selama ini menjadi motor penting dalam mendorong pertumbuhan kredit konsumsi di Tanah Air.

Perkembangan terbaru menunjukkan bahwa KPR, yang sebelumnya sempat mencatat tren pertumbuhan positif selama dua tahun terakhir, kini mulai kehilangan momentumnya. Kinerja sektor ini tidak lagi sekencang periode sebelumnya. Meskipun sektor perbankan tetap aktif menyalurkan kredit, peningkatan signifikan dalam penyaluran KPR tidak sejalan dengan kondisi aktual permintaan masyarakat.

Data dari Bank Indonesia menunjukkan bahwa kredit KPR hanya mencatat pertumbuhan sebesar 8 persen secara tahunan. Nilai kredit KPR tercatat sebesar Rp810,1 triliun, naik dari posisi Rp785,9 triliun pada periode yang sama tahun sebelumnya. Meskipun secara nominal terjadi kenaikan, pertumbuhan tersebut dinilai lebih lambat dibandingkan dengan capaian di tahun-tahun sebelumnya.

Fakta ini menyoroti kenyataan bahwa meski industri perbankan memiliki kapasitas penyaluran yang cukup, realisasi kredit sangat tergantung pada daya beli masyarakat yang menjadi penerima manfaat. Dalam kondisi ekonomi yang masih berproses menuju pemulihan pasca-tekanan global, banyak calon debitur menunda keputusan besar seperti membeli rumah karena keterbatasan dana dan ketidakpastian kondisi keuangan pribadi.

Di sisi lain, sektor properti juga tengah berjuang untuk bangkit di tengah tingginya suku bunga acuan yang belum menunjukkan tanda-tanda penurunan signifikan. Sejumlah pengembang bahkan menahan peluncuran proyek baru karena kekhawatiran terhadap daya serap pasar yang masih rendah. Hal ini menimbulkan efek domino terhadap permintaan KPR, karena sedikitnya proyek baru mengurangi opsi pembelian bagi konsumen.

Pelambatan ini juga tak lepas dari perubahan preferensi dan pola konsumsi masyarakat. Di tengah tekanan ekonomi dan kebutuhan hidup yang makin kompleks, sebagian masyarakat lebih memilih untuk mengalokasikan dana ke pos kebutuhan harian atau tabungan jangka pendek dibandingkan mengambil komitmen kredit jangka panjang seperti KPR.

Sementara itu, bank-bank penyalur KPR tetap berupaya mendorong pertumbuhan dengan berbagai strategi, mulai dari penyesuaian bunga, program subsidi bunga, hingga kemudahan proses pengajuan. Namun, keberhasilan strategi tersebut tetap sangat bergantung pada keyakinan konsumen dan persepsi mereka terhadap kondisi keuangan saat ini dan masa depan.

Di tengah kondisi ini, para pelaku industri perumahan dan perbankan tentu dihadapkan pada tantangan ganda. Di satu sisi, mereka perlu terus menjaga pertumbuhan kredit agar tetap sehat. Di sisi lain, mereka juga perlu membaca ulang dinamika daya beli konsumen serta menciptakan model pembiayaan yang lebih adaptif dengan kondisi ekonomi masyarakat.

Pemerintah sendiri telah berupaya merespons kondisi ini dengan berbagai kebijakan stimulus, seperti insentif Pajak Pertambahan Nilai Ditanggung Pemerintah (PPN DTP) untuk pembelian rumah serta dukungan terhadap pembiayaan FLPP (Fasilitas Likuiditas Pembiayaan Perumahan) bagi masyarakat berpenghasilan rendah. Namun, efektivitas kebijakan ini tetap perlu ditinjau dari sisi implementasi dan keberterimaan di lapangan.

Sementara itu, para analis menilai bahwa untuk memulihkan kembali gairah di sektor KPR, dibutuhkan kombinasi kebijakan fiskal dan moneter yang tepat, termasuk kemungkinan penyesuaian suku bunga yang lebih ramah terhadap sektor perumahan. Selain itu, insentif khusus untuk rumah pertama dan dukungan pembiayaan berbasis teknologi (seperti digital mortgage) bisa menjadi solusi jangka menengah.

Di masa mendatang, sektor properti diperkirakan tetap akan menjadi bagian penting dari pertumbuhan ekonomi nasional. Namun, keberhasilan sektor ini tidak bisa dilepaskan dari kemampuan masyarakat untuk memiliki akses terhadap pembiayaan yang terjangkau. Oleh karena itu, penguatan daya beli dan stabilitas harga menjadi kunci utama untuk mendorong kembali pertumbuhan KPR secara berkelanjutan.

Dengan menurunnya kecepatan pertumbuhan KPR, industri perumahan dan perbankan perlu merumuskan ulang strategi agar tidak hanya bergantung pada model pembiayaan konvensional. Inovasi dalam penyaluran kredit serta pendekatan yang lebih inklusif dan responsif terhadap kebutuhan masyarakat menjadi hal yang semakin penting untuk diwujudkan.

Terkini