Perkuat Perbankan Nasional, BI Hadapi Gejolak Global

Senin, 21 Juli 2025 | 09:28:46 WIB
Perkuat Perbankan Nasional, BI Hadapi Gejolak Global

JAKARTA - Di tengah guncangan ekonomi global yang belum mereda, sektor perbankan nasional terus menjadi ujung tombak stabilitas dan pertumbuhan ekonomi dalam negeri. Ketika tantangan datang dari berbagai arah mulai dari geopolitik, inflasi global, hingga volatilitas pasar keuangan Bank Indonesia (BI) tak tinggal diam. Institusi keuangan negara ini menyiapkan strategi komprehensif agar industri perbankan tetap solid, adaptif, dan mampu menjadi motor penggerak ekonomi nasional.

Direktur Departemen Kebijakan Makroprudensial Bank Indonesia, Bambang Arianto, memaparkan bahwa BI saat ini memfokuskan kebijakan pada tiga sektor utama: fungsi intermediasi perbankan, ketahanan atau resiliensi sektor keuangan, dan penguatan inklusi keuangan. Ketiga pilar ini diharapkan mampu menjaga kestabilan sistem keuangan sekaligus memperluas akses dan pemerataan pertumbuhan ekonomi.

Bambang menjelaskan, dari sisi intermediasi, penyaluran kredit dari penghimpunan Dana Pihak Ketiga (DPK) menjadi titik krusial. Namun, situasi saat ini menunjukkan adanya hambatan di sisi permintaan dan penawaran. Di satu sisi, korporasi masih bersikap hati-hati karena situasi global dan meningkatnya risiko politik membuat tingkat kepercayaan menurun.

“Dari sisi korporasi, dengan situasi global dan ketidakpastian yang semakin tinggi, korporasi masih cenderung wait and see. Risiko politik naik, kepercayaan diri (confidence) mereka melemah,” jelas Bambang Arianto dalam sesi pemaparan kepada media.

Di sisi lain, sektor rumah tangga juga mengalami tekanan, khususnya di kalangan menengah ke bawah. Meski ekspektasi pendapatan rumah tangga masih relatif baik, perlambatan pertumbuhan DPK kelompok ini mencerminkan bahwa dana simpanan banyak dialihkan untuk konsumsi harian, bukan untuk ditabung atau diinvestasikan. Hal ini secara langsung menghambat permintaan kredit, terutama dalam bentuk kredit modal kerja dan konsumsi. Sementara itu, kredit investasi masih menunjukkan kinerja yang cukup stabil.

Dari sisi penawaran, bank-bank di Indonesia juga mengalami perlambatan dalam menyalurkan kredit. Perlambatan terjadi di semua kelompok bank, baik yang dimiliki negara (BUMN), bank swasta nasional (BUSN), kantor cabang bank asing (KCPA), maupun bank pembangunan daerah (BPD). Meskipun sempat terdorong oleh belanja pemerintah, pertumbuhan DPK secara umum masih menunjukkan tren melambat.

“Juli DPK naik karena ada kenaikan belanja pemerintah. Sebanyak 70–80 persen pertumbuhan DPK disumbang dari adanya spending pemerintah,” kata Bambang.

Namun, kenaikan ini tidak berlangsung konsisten. Penempatan dana masyarakat mulai beralih ke instrumen investasi lain seperti Surat Berharga Negara (SBN) dan tabungan emas yang dinilai memberikan imbal hasil lebih menarik. Akibatnya, bank bersaing ketat dalam menarik dana simpanan, yang mendorong naiknya suku bunga deposito dan menekan margin perbankan.

Meski menghadapi tekanan, ketahanan sektor keuangan masih relatif aman. Rasio kecukupan modal (CAR) tetap tinggi di angka 26,78 persen. Rasio likuiditas terhadap DPK (AL/DPK) juga tercatat sebesar 27 persen, sementara rasio kredit bermasalah (NPL) masih rendah di angka 2,29 persen. Ini menunjukkan bahwa sektor perbankan masih memiliki ruang untuk mendorong kredit lebih jauh, bahkan diproyeksikan akan tumbuh antara 8 hingga 11 persen pada tahun 2025.

Sementara itu, aspek ketiga yang menjadi perhatian utama Bank Indonesia adalah inklusi keuangan, khususnya dalam penyaluran kredit kepada sektor Usaha Mikro, Kecil, dan Menengah (UMKM). Meski masa restrukturisasi kredit akibat pandemi telah usai, pertumbuhan kredit UMKM masih terbilang lemah.

Pertumbuhan kredit untuk UMKM pada pertengahan 2025 hanya sebesar 2,18 persen. Tingginya risiko kredit di segmen ini membuat bank menjadi lebih berhati-hati. Namun demikian, program Kredit Usaha Rakyat (KUR) berhasil menjadi tumpuan utama dalam mendongkrak kredit UMKM.

“Alhamdulillah KUR bisa berjalan baik. KUR ini jadi penopang kredit untuk UMKM,” ujar Bambang.

Per Juni 2025, realisasi KUR telah mencapai Rp 131,84 triliun dan disalurkan kepada lebih dari 2,3 juta debitur. Menariknya, meski menjangkau kalangan usaha kecil, rasio kredit bermasalah (NPL) KUR hanya sebesar 2,38 persen, lebih rendah dibandingkan rata-rata NPL kredit UMKM lainnya.

Bank Indonesia sendiri telah menyiapkan berbagai kebijakan makroprudensial yang bersifat akomodatif guna mendukung ketahanan sistem keuangan dan memperluas kapasitas pembiayaan. Salah satunya adalah penguatan Kebijakan Insentif Likuiditas Makroprudensial (KLM), di mana maksimum insentif ditingkatkan dari 4 persen menjadi 5 persen dari DPK sejak April 2025.

“KLM Giro Wajib Minimum yang dikelola bank bisa lebih rendah jika bank memenuhi kriteria Bank Indonesia, terutama terkait penyaluran kredit,” jelas Bambang.

Dampaknya langsung terasa di sektor perumahan, dengan peningkatan kredit sebesar Rp 23,2 triliun menjadi Rp 103,65 triliun. Total pemanfaatan insentif KLM telah mencapai Rp 776 triliun, atau sekitar 4,79 persen dari batas maksimum.

Selain itu, Bank Indonesia juga menurunkan Rasio Penyangga Likuiditas Makroprudensial (PLM) masing-masing sebesar 1 persen untuk bank konvensional dan syariah. Kebijakan ini diperkirakan dapat menambah kapasitas pembiayaan hingga Rp 78,45 triliun. Langkah berikutnya, BI meningkatkan batas Rasio Pendanaan Luar Negeri Bank dari 30 persen menjadi 35 persen dari modal bank, yang memungkinkan bank mencari pendanaan alternatif di luar DPK.

Bambang menegaskan bahwa stabilitas sektor keuangan adalah hasil kerja kolektif dari berbagai lembaga: Bank Indonesia, Kementerian Keuangan, Otoritas Jasa Keuangan (OJK), dan Lembaga Penjamin Simpanan (LPS) melalui Komite Stabilitas Sistem Keuangan (KSSK). Dengan sinergi yang kuat, BI yakin bahwa sektor perbankan Indonesia tetap mampu berkontribusi dalam memperkuat ekonomi nasional, bahkan di tengah dinamika global yang penuh tantangan.

Terkini

Tablet Samsung Murah Mulai Rp1 Jutaan

Senin, 21 Juli 2025 | 15:49:36 WIB

Xiaomi 15, Flagship Terjangkau 2025

Senin, 21 Juli 2025 | 15:52:52 WIB