JAKARTA - Transformasi pola konsumsi masyarakat di era digital menjadi salah satu pendorong utama pertumbuhan ekonomi Indonesia. Di tengah ketidakpastian global, Badan Pusat Statistik (BPS) mencatat pertumbuhan ekonomi nasional mencapai 5,12 persen, didukung oleh kuatnya belanja online dan pergeseran gaya hidup generasi muda.
Kepala BPS Amalia Adininggar menjelaskan bahwa kondisi perekonomian Indonesia yang mampu tumbuh secara stabil menunjukkan ketangguhan terhadap tekanan eksternal. Ia menekankan bahwa salah satu elemen vital yang mendorong pertumbuhan ini adalah pola konsumsi yang mulai berubah secara signifikan.
“Contoh, sekarang kalau orang mau belanja, biasanya mereka malas belanja ke supermarket. Lebih banyak belanja online,” ujar Amalia dalam sebuah wawancara.
Perubahan ini tidak hanya mencerminkan efisiensi dan kemajuan teknologi dalam perilaku konsumen, tetapi juga menunjukkan preferensi generasi muda dalam mengelola keuangannya. Mereka lebih memilih berbelanja secara daring daripada harus membeli aset besar seperti kendaraan bermotor.
“Daya belanja masyarakat dan generasi muda lebih senang belanja online, daripada harus menguras uangnya untuk membeli motor dan mobil,” kata Amalia.
Hal ini, menurutnya, menjadi indikasi bahwa indikator-indikator lama seperti penjualan motor dan mobil tidak lagi bisa dijadikan sebagai tolok ukur utama dalam melihat kondisi konsumsi masyarakat.
“Jadi ada pergeseran pola belanja dan pola hidup dari masyarakat. Sehingga, indikator penjualan motor atau mobil tidak bisa dijadikan indikator sebagai leading indicator yang mencerminkan konsumsi masyarakat,” tegasnya.
Lebih lanjut, selain pola konsumsi yang berubah, BPS juga mencatat bahwa pertumbuhan ekonomi Indonesia banyak ditopang oleh peningkatan aktivitas industri, terutama di kawasan ekonomi khusus (KEK). Sektor industri pengolahan yang berkembang di kawasan ini menjadi penyumbang penting dalam menjaga momentum pertumbuhan.
“Kawasan industri ini tumbuh menguat,” jelas Amalia.
Pertumbuhan industri pengolahan di KEK menunjukkan bahwa sektor riil terus menggeliat dan memberikan dampak positif terhadap perekonomian nasional. Aktivitas industri yang meningkat menandakan mulai pulihnya produktivitas dalam negeri dan naiknya permintaan, baik dari dalam maupun luar negeri.
Di sisi lain, faktor musiman seperti libur panjang Lebaran dan Iduladha juga memberikan kontribusi terhadap laju pertumbuhan ekonomi pada triwulan kedua. Libur nasional dan cuti bersama yang cukup panjang dimanfaatkan oleh masyarakat untuk melakukan mobilitas, perjalanan wisata, dan konsumsi di berbagai daerah.
“Libur Lebarannya itu jatuh di bulan April yang sudah masuk triwulan kedua. Di triwulan kedua pada awal April adalah libur panjang,” ujar Amalia.
Ia menambahkan bahwa momentum libur panjang turut mendorong peningkatan mobilitas masyarakat, termasuk wisatawan Nusantara maupun pemudik yang melakukan perjalanan ke kampung halaman. Hal ini berdampak pada peningkatan aktivitas ekonomi di berbagai sektor, seperti transportasi, akomodasi, makanan dan minuman, hingga pariwisata lokal.
“Dalam kondisi libur panjang itu, wisatawan Nusantara atau pemudik naik cukup tinggi. Ditambah lagi, terdapat libur panjang di akhir pekan,” paparnya.
Faktor-faktor ini menciptakan dorongan positif terhadap belanja konsumen dan memberikan stimulus jangka pendek bagi sektor-sektor terkait. Mobilitas masyarakat yang meningkat terbukti mampu menghidupkan ekonomi daerah, khususnya pada sektor UMKM yang menjadi tulang punggung ekonomi nasional.
“Kalau total libur dan cuti bersama di triwulan kedua itu ada 40 hari, mampu mendorong mobilitas masyarakat,” lanjutnya.
Berdasarkan data yang dipaparkan BPS, terlihat bahwa strategi konsumsi masyarakat kini semakin dinamis, tidak lagi terpaku pada konsumsi barang mewah atau aset besar, melainkan lebih menekankan pada efisiensi, kenyamanan, dan gaya hidup digital. Hal ini menjadi tantangan sekaligus peluang bagi pemerintah dan pelaku usaha dalam membaca arah tren ekonomi di masa depan.
Di sisi lain, meskipun konsumsi digital meningkat, pemerintah tetap perlu waspada terhadap tekanan eksternal yang mungkin berdampak pada ekspor dan inflasi. Namun dengan dorongan dari sisi domestik, terutama konsumsi rumah tangga dan aktivitas sektor industri, perekonomian Indonesia dipandang masih berada dalam jalur yang solid.
Dengan capaian pertumbuhan 5,12 persen, Indonesia berhasil menunjukkan ketangguhan ekonominya di tengah gejolak global. Dukungan dari kebiasaan belanja online, geliat industri, dan tingginya mobilitas saat momen liburan menjadi bukti bahwa berbagai elemen dalam negeri bisa bersinergi menopang perekonomian nasional.
Ke depan, BPS menilai penting untuk terus memantau tren konsumsi dan mobilitas masyarakat, serta mendorong pemerintah agar tetap responsif terhadap perubahan gaya hidup generasi muda. Perubahan pola konsumsi digital dan peningkatan peran sektor industri bisa menjadi pondasi penting untuk menjaga pertumbuhan ekonomi yang berkelanjutan.