JAKARTA - Prospek cerah menyelimuti kinerja keuangan emiten sektor properti pada tahun 2025. Optimisme ini muncul di tengah keberlanjutan insentif pajak untuk pembelian rumah dari pemerintah, yang dinilai akan menjadi katalis utama penopang penjualan properti sepanjang tahun. Kondisi ini mendorong para analis untuk mempertahankan pandangan positif terhadap sektor properti, terutama bagi emiten yang fokus pada pengembangan hunian dengan harga entry-level di kisaran Rp1 miliar hingga Rp5 miliar.
BRI Danareksa Sekuritas, dalam laporannya, secara resmi mempertahankan rekomendasi “overweight” untuk saham-saham sektor properti. Ini mencerminkan pandangan bahwa valuasi saham properti masih menarik dan memiliki potensi pertumbuhan yang lebih tinggi dibanding sektor lain di pasar saham nasional.
“Kami melihat bahwa permintaan terhadap rumah di segmen menengah tetap tinggi, terutama karena insentif fiskal dari pemerintah yang diperpanjang. Hal ini mendorong minat beli yang kuat dari masyarakat kelas menengah,” ujar tim riset BRI Danareksa Sekuritas.
Insentif Pajak Mendorong Penjualan
Pemerintah diketahui memperpanjang program insentif Pajak Pertambahan Nilai Ditanggung Pemerintah (PPN DTP) untuk pembelian rumah tapak maupun rumah susun. Insentif ini memberikan potongan PPN sebesar 11 persen untuk rumah dengan nilai maksimal Rp5 miliar, di mana PPN ditanggung penuh oleh pemerintah hingga batas tertentu. Kebijakan ini ditujukan untuk mendorong pertumbuhan sektor properti sekaligus menggerakkan ekonomi nasional melalui multiplier effect yang ditimbulkan sektor ini.
Pengembang properti menyambut baik kebijakan ini. Banyak dari mereka menyesuaikan strategi pemasaran dan pengembangan proyek dengan menargetkan segmen rumah tapak di harga menengah. Pasar menilai bahwa rentang harga Rp1–5 miliar adalah titik manis (sweet spot) yang paling diminati masyarakat urban, baik untuk kebutuhan hunian maupun investasi jangka panjang.
Saham Properti Masih Menarik
BRI Danareksa Sekuritas secara khusus merekomendasikan dua saham emiten properti untuk dibeli, yakni PT Ciputra Development Tbk (CTRA) dan PT Surya Semesta Internusa Tbk (SSIA).
CTRA, emiten properti besar yang dikenal dengan pengembangan kota mandiri dan proyek residensial skala besar, diberi target harga Rp1.600 per saham. Emiten ini dinilai memiliki portofolio proyek yang kuat dan tersebar di berbagai wilayah Indonesia, yang memberi keuntungan diversifikasi dan stabilitas penjualan.
“CTRA memiliki rekam jejak penjualan yang konsisten dan pengelolaan keuangan yang sehat. Proyek-proyeknya menyasar pasar menengah dan menengah atas, yang cenderung lebih resilien terhadap gejolak ekonomi,” demikian penjelasan BRI Danareksa dalam laporan risetnya.
Sementara itu, SSIA mendapat rekomendasi beli dengan target harga Rp1.300 per saham. Emiten ini dikenal sebagai pengembang kawasan industri, namun juga memiliki portofolio properti residensial dan komersial yang mulai menunjukkan peningkatan kontribusi terhadap total pendapatan perusahaan.
SSIA diprediksi akan mendapatkan momentum pertumbuhan dari pemulihan sektor industri dan meningkatnya minat perusahaan multinasional untuk membangun basis produksi di Indonesia sebagai bagian dari diversifikasi rantai pasok global pascapandemi.
Momentum Pertumbuhan dan Strategi Emiten
Sepanjang kuartal I 2025, beberapa emiten properti telah mencatatkan pertumbuhan pendapatan yang menjanjikan, dengan lonjakan penjualan pra-penyerahan (pre-sales) atau marketing sales sebagai indikator utama. Hal ini mencerminkan adanya permintaan aktual dari konsumen, bukan hanya spekulatif.
Tren pembelian rumah oleh generasi milenial dan Gen Z yang mulai memasuki usia produktif dan mapan secara finansial juga disebut sebagai faktor pendorong permintaan. Di sisi lain, tingkat suku bunga acuan yang masih relatif stabil membuat pembiayaan KPR tetap terjangkau bagi masyarakat luas.
Banyak pengembang besar menyesuaikan strategi dengan meluncurkan proyek baru yang berorientasi pada efisiensi ruang, lokasi strategis, serta kemudahan akses transportasi publik. Integrasi hunian dengan konsep green living dan smart home juga semakin populer untuk menarik segmen pembeli muda.
Risiko Tetap Perlu Diwaspadai
Meski prospek sektor properti terbilang cerah, para analis tetap mengingatkan sejumlah risiko yang patut diwaspadai investor dan pelaku industri. Di antaranya adalah potensi perlambatan ekonomi global, fluktuasi suku bunga acuan, serta ketidakpastian politik menjelang tahun pemilu.
Selain itu, risiko inflasi yang tinggi bisa berdampak terhadap daya beli masyarakat dan menyebabkan pembatalan pembelian unit properti. Kenaikan harga material konstruksi juga bisa menekan margin pengembang jika tidak dikelola secara efisien.
Namun demikian, dukungan pemerintah dalam bentuk stimulus fiskal dan kebijakan pro-investasi diyakini akan menjadi bantalan kuat untuk menahan tekanan eksternal tersebut.
Investasi Properti Kembali Bergairah
Analis pasar modal menilai bahwa 2025 akan menjadi tahun pemulihan bagi sektor properti yang sempat tertekan akibat pandemi dan perlambatan global. Dengan dorongan kuat dari sisi permintaan, stabilitas harga bahan bangunan, serta insentif pemerintah, pasar properti diyakini kembali menjadi lahan yang menarik bagi investor ritel maupun institusional.
“Saham-saham properti saat ini masih diperdagangkan di bawah valuasi historisnya. Ini membuka ruang yang cukup besar bagi investor untuk mendapatkan capital gain seiring dengan pemulihan kinerja perusahaan,” terang analis pasar dari sebuah perusahaan sekuritas nasional.
Dengan fundamental yang menguat, dukungan insentif pemerintah, dan strategi ekspansi yang agresif dari para pengembang, sektor properti Indonesia diprediksi akan tetap solid sepanjang 2025. Saham PT Ciputra Development Tbk (CTRA) dan PT Surya Semesta Internusa Tbk (SSIA) menjadi pilihan utama karena daya tarik fundamental, posisi pasar yang strategis, serta ekspektasi pertumbuhan penjualan yang menjanjikan.
Bagi investor, ini merupakan momentum yang tepat untuk mulai mencermati kembali sektor properti sebagai bagian dari diversifikasi portofolio, sembari tetap memperhatikan dinamika makroekonomi dan risiko eksternal yang berkembang.