BCA

Cek Kurs BCA Nilai Tukar Rupiah Melemah ke Rp16.301, Tekanan Global dan Penguatan Dolar AS Jadi Pemicu

Cek Kurs BCA Nilai Tukar Rupiah Melemah ke Rp16.301, Tekanan Global dan Penguatan Dolar AS Jadi Pemicu
Cek Kurs BCA Nilai Tukar Rupiah Melemah ke Rp16.301, Tekanan Global dan Penguatan Dolar AS Jadi Pemicu

JAKARTA - Nilai tukar rupiah kembali menunjukkan pelemahan terhadap dolar Amerika Serikat (AS) pada Rabu, 28 Mei 2025. Berdasarkan data yang dihimpun dari Bloomberg, rupiah dibuka melemah 0,09% atau turun 14,5 poin ke level Rp16.301 per dolar AS pada pukul 10.30 WIB. Ini menandai kelanjutan tren depresiasi mata uang Garuda yang telah berlangsung dalam beberapa pekan terakhir.

Pelemahan rupiah ini terjadi seiring dengan menguatnya indeks dolar AS yang tercatat naik sebesar 0,3% ke posisi 99,81. Tidak hanya rupiah, sejumlah mata uang utama di kawasan Asia juga mengalami tekanan serupa. Di antaranya, dolar Hong Kong melemah 0,01%, dolar Singapura turun 0,06%, peso Filipina terkoreksi 0,12%, yuan China melemah 0,09%, serta rupee India yang mengalami pelemahan cukup tajam sebesar 0,3%.

Tekanan Eksternal Picu Depresiasi

Analis ekonomi dan pasar keuangan menyebutkan bahwa pelemahan rupiah tidak dapat dilepaskan dari penguatan dolar AS di tengah meningkatnya sentimen risk-off investor global. Hal ini dipicu oleh ketidakpastian arah kebijakan suku bunga The Federal Reserve (The Fed), inflasi yang masih tinggi di AS, serta ketegangan geopolitik di beberapa wilayah.

"Penguatan dolar AS saat ini lebih didorong oleh ekspektasi pasar terhadap kelanjutan kebijakan moneter yang ketat oleh The Fed. Inflasi di AS memang menunjukkan pelambatan, namun masih di atas target bank sentral, sehingga investor masih bersikap hati-hati," ujar seorang analis senior pasar valuta asing di Jakarta.

Selain itu, kekhawatiran pasar terhadap potensi perlambatan ekonomi global juga turut memengaruhi pergerakan modal dari negara-negara berkembang ke instrumen investasi yang lebih aman, seperti dolar AS dan obligasi pemerintah AS. Aliran modal keluar (capital outflow) ini memberi tekanan tambahan terhadap mata uang negara berkembang, termasuk rupiah.

Situasi Domestik Juga Berperan

Tak hanya faktor eksternal, kondisi dalam negeri turut memperburuk tekanan terhadap rupiah. Ketidakpastian politik menjelang tahun pemilu, serta perlambatan pertumbuhan ekonomi pada kuartal pertama 2025, membuat investor ragu menempatkan dananya di Indonesia dalam jangka pendek.

“Investor asing masih menahan diri untuk masuk ke pasar dalam negeri karena ingin melihat arah kebijakan fiskal dan moneter pemerintah selanjutnya. Selain itu, neraca perdagangan yang mencatatkan surplus tipis juga belum mampu menjadi penyangga yang kuat bagi nilai tukar,” ungkap ekonom dari sebuah lembaga riset ekonomi terkemuka di Jakarta.

Badan Pusat Statistik (BPS) sebelumnya mencatat pertumbuhan ekonomi Indonesia hanya sebesar 4,8% year-on-year pada kuartal I 2025, di bawah ekspektasi pasar yang memperkirakan di atas 5%. Kondisi ini memperlihatkan bahwa momentum pemulihan ekonomi masih rapuh dan rentan terhadap tekanan eksternal.

Perbandingan Regional

Mata uang negara-negara Asia lainnya juga mencatatkan pelemahan terhadap dolar AS pada hari ini. Dolar Singapura turun 0,06% ke posisi SGD1,3640 per USD, sementara yuan China juga melemah 0,09% seiring dengan data ekonomi Tiongkok yang menunjukkan perlambatan aktivitas industri.

Peso Filipina dan rupee India juga tidak mampu bertahan dari tekanan greenback. Rupee India bahkan menjadi salah satu mata uang yang mencatatkan pelemahan terdalam di kawasan, yakni sebesar 0,3%. Hal ini menegaskan bahwa tekanan terhadap mata uang negara berkembang bukan hanya dialami oleh Indonesia, melainkan bersifat regional.

Langkah Bank Indonesia Dinantikan

Pasar kini menanti langkah-langkah strategis dari Bank Indonesia (BI) untuk menjaga stabilitas nilai tukar dan memperkuat cadangan devisa. Sejauh ini, BI disebut-sebut masih melakukan intervensi di pasar valas dan pasar Surat Berharga Negara (SBN) untuk mengurangi volatilitas nilai tukar rupiah.

"Intervensi Bank Indonesia tetap diperlukan untuk menghindari volatilitas yang berlebihan, meski dalam jangka panjang fundamental ekonomi yang sehat lebih menentukan arah nilai tukar," jelas analis pasar uang dari sebuah sekuritas di Jakarta.

Bank Indonesia sendiri telah menegaskan bahwa mereka akan tetap berada di pasar dan memastikan kecukupan likuiditas valas guna menjaga stabilitas moneter dan sistem keuangan. Strategi triple intervention—yakni intervensi di pasar spot, Domestic Non-Deliverable Forward (DNDF), dan pembelian obligasi di pasar sekunder—masih menjadi andalan dalam menjaga stabilitas.

Prospek Jangka Pendek

Dengan situasi global yang masih diliputi ketidakpastian dan tensi geopolitik yang belum mereda, tekanan terhadap rupiah diperkirakan masih akan berlanjut dalam beberapa waktu ke depan. Pergerakan nilai tukar rupiah akan sangat bergantung pada data ekonomi Amerika Serikat, arah kebijakan The Fed, serta respons dari Bank Indonesia dan pemerintah dalam menjaga kepercayaan investor.

“Kalau penguatan dolar AS terus berlanjut dan ketegangan geopolitik tidak reda, maka potensi rupiah menembus Rp16.400 sangat terbuka. Namun, jika ada sinyal dovish dari The Fed atau data inflasi AS melemah, rupiah bisa berbalik menguat,” tambah analis pasar tersebut.

Pelemahan rupiah ke level Rp16.301 pada Rabu 28 MEI 2025 mencerminkan tekanan ganda dari faktor eksternal dan internal yang masih membayangi perekonomian nasional. Penguatan dolar AS akibat ekspektasi kebijakan suku bunga The Fed serta capital outflow dari negara berkembang menjadi pemicu utama tekanan terhadap nilai tukar rupiah.

Dukungan dari Bank Indonesia dalam bentuk intervensi pasar serta langkah pemerintah untuk memperkuat fundamental ekonomi domestik menjadi kunci dalam menjaga stabilitas nilai tukar dalam jangka menengah dan panjang. Masyarakat dan pelaku pasar diharapkan tetap tenang, sambil mencermati perkembangan global dan arah kebijakan moneter selanjutnya.

Dengan langkah antisipatif yang tepat, diharapkan tekanan terhadap nilai tukar dapat diredam dan kepercayaan pasar terhadap perekonomian nasional tetap terjaga.

Rekomendasi

Index

Berita Lainnya

Index