JAKARTA — Maskapai nasional PT Garuda Indonesia (Persero) Tbk (GIAA) kembali menjadi sorotan setelah muncul kabar mengenai potensi suntikan dana segar dari Lembaga Pengelola Dana Negara, Danantara, senilai USD500 juta atau sekitar Rp8,15 triliun (dengan asumsi kurs Rp16.292 per USD). Pendanaan besar ini dinilai sebagai langkah strategis dalam upaya memperbaiki kondisi keuangan Garuda yang masih rapuh pasca-pandemi.
Informasi mengenai penjajakan pendanaan ini pertama kali dilaporkan oleh Bloomberg berdasarkan keterangan dari sejumlah sumber yang mengetahui rencana tersebut. Suntikan dana tersebut disebut akan dilakukan dalam dua tahap, dengan tahap awal kemungkinan besar terealisasi pada Juni atau Juli tahun ini.
Dukungan untuk Citilink, Perluas Armada dan Pulihkan Operasi
- Baca Juga Promo Garuda Indonesia 600 Ribu Kursi
Salah satu fokus utama dari alokasi dana tersebut adalah untuk memperkuat operasional Citilink, anak perusahaan Garuda Indonesia yang bergerak di segmen penerbangan berbiaya rendah. Dana itu disebut-sebut akan digunakan untuk mengoperasikan kembali lebih dari selusin pesawat Citilink yang selama ini masih dalam kondisi grounded karena keterbatasan biaya operasional.
“Sebagian dana yang direncanakan akan masuk ke Citilink bertujuan mendukung pemulihan layanan dan kapasitas armada, yang selama ini belum berfungsi optimal karena kendala pendanaan,” ujar sumber Bloomberg yang tak disebutkan namanya.
Langkah ini dipandang sebagai bagian penting dalam restrukturisasi Garuda, mengingat Citilink memiliki pangsa pasar signifikan di penerbangan domestik dan regional yang kini mulai menggeliat kembali.
Rencana Perombakan Struktur dan Potensi Alih Kepemilikan
Di tengah upaya pendanaan ini, pemerintah juga disebut sedang mempertimbangkan rencana strategis lain yang tak kalah penting, yakni pemindahan kendali Citilink ke PT Pertamina. Meski masih dalam tahap diskusi awal, opsi ini dinilai bisa menjadi bagian dari konsolidasi bisnis penerbangan nasional yang lebih terintegrasi.
PT Pertamina, melalui keterangan resmi, menyampaikan bahwa memang sempat ada wacana di Kementerian BUMN untuk menggabungkan Pelita Air dan Citilink, namun hingga kini belum ada keputusan final. “Kementerian BUMN sempat memiliki wacana untuk menggabungkan Pelita Air dan Citilink, tapi hingga kini belum ada perkembangan lebih lanjut,” jelas perwakilan Pertamina.
Sementara itu, pihak Garuda Indonesia tidak memberikan komentar langsung terkait wacana suntikan dana dari Danantara. Namun, perusahaan sebelumnya menyatakan bahwa, “Aksi korporasi ini sepenuhnya berada di tangan para pemegang saham dan pemangku kepentingan terkait.”
Garuda Masih Dibayangi Kerugian dan Tumpukan Utang
Meski sempat mencatatkan laba dalam dua tahun berturut-turut pasca pandemi, Garuda kembali menderita kerugian bersih pada tahun lalu. Per Desember 2024, maskapai ini memiliki utang sekitar USD1,4 miliar, jumlah yang melebihi total asetnya. Hal ini menjadi tantangan besar bagi manajemen baru di bawah kepemimpinan Wamildan Tsani Panjaitan, yang ditunjuk sebagai direktur utama pada November lalu.
Wamildan kini tengah fokus menjalankan misi pemulihan keuangan perusahaan sekaligus memperluas jaringan penerbangan internasional Garuda. Restrukturisasi menyeluruh pun menjadi kebutuhan mendesak demi memastikan keberlanjutan operasional perusahaan pelat merah ini.
Dukungan Langsung dari Pemerintah, Saham GIAA Terpantau Menguat
Situasi Garuda Indonesia juga mendapat perhatian langsung dari Presiden Republik Indonesia Prabowo Subianto. Dalam langkah strategis restrukturisasi BUMN, pemerintah telah memindahkan kepemilikan mayoritas saham Garuda sebesar 65 persen ke Danantara, menjadikannya bagian dari strategi nasional untuk mengonsolidasikan pengelolaan perusahaan negara yang lebih efisien dan profesional.
Kabar tentang potensi suntikan dana dari Danantara ini turut mendorong kinerja saham GIAA di bursa. Meski masih tercatat di papan pemantauan khusus, saham GIAA mengalami kenaikan 3,39 persen ke Rp61 per unit dan telah menguat 56,41 persen dalam sebulan terakhir, dipicu oleh sentimen positif seputar masuknya Danantara dan potensi restrukturisasi besar.
Masa Depan Garuda Masih Bergantung pada Investasi Strategis
Dengan kondisi keuangan yang masih dalam tahap pemulihan dan kebutuhan restrukturisasi menyeluruh, nasib Garuda Indonesia sangat bergantung pada realisasi investasi strategis dari lembaga seperti Danantara. Selain itu, penguatan lini anak usaha seperti Citilink serta kemungkinan konsolidasi dengan perusahaan lain di bawah BUMN bisa membuka peluang bagi terbentuknya ekosistem penerbangan nasional yang lebih sehat dan kompetitif.
Jika suntikan dana sebesar Rp8,15 triliun tersebut benar-benar terealisasi, maka hal ini akan menjadi tonggak penting dalam upaya penyelamatan dan revitalisasi Garuda Indonesia sebagai maskapai kebanggaan nasional di tengah persaingan ketat industri penerbangan global.