JAKARTA - Anggota Dewan Perwakilan Rakyat Daerah (DPRD) Provinsi Maluku, Alhidayat Wajo, menyuarakan pandangan strategis terkait sektor pertambangan di wilayahnya. Dalam pernyataan yang disampaikan pada Rabu 04 JUNI 2025, ia menegaskan bahwa potensi sumber daya alam yang dimiliki Maluku, terutama dari sektor pertambangan, sangat menjanjikan dan dapat menjadi penggerak utama pertumbuhan ekonomi daerah jika dikelola secara optimal.
Menurut Alhidayat, Provinsi Maluku memiliki berbagai kekayaan alam yang belum sepenuhnya diberdayakan, termasuk potensi tambang marmer di Kabupaten Seram Bagian Barat dan cadangan gas alam yang cukup besar di wilayah Seti, Kabupaten Maluku Tengah. Namun sayangnya, kekayaan ini masih lebih banyak dimanfaatkan oleh pihak luar melalui ekspor bahan mentah, tanpa adanya proses pengolahan di dalam daerah sendiri.
“Kondisi ini merugikan daerah karena tidak memberikan kontribusi optimal terhadap pendapatan asli daerah (PAD) dan kesejahteraan masyarakat sekitar lokasi tambang,” ujar Alhidayat.
Seruan Percepatan Hilirisasi Industri Tambang
Dalam pernyataannya, Alhidayat menekankan urgensi percepatan hilirisasi industri tambang di Maluku. Hilirisasi merupakan proses strategis dalam industri, di mana bahan mentah diolah menjadi produk setengah jadi atau jadi, sehingga memiliki nilai tambah yang lebih tinggi. Jika diterapkan, hilirisasi tidak hanya meningkatkan pendapatan daerah, tetapi juga menciptakan peluang kerja dan memberdayakan masyarakat lokal secara lebih luas.
“Sudah saatnya kita tidak hanya jadi penonton di daerah sendiri. Maluku punya potensi besar, tapi kalau bahan mentah terus dikirim ke luar tanpa pengolahan di sini, yang untung bukan kita,” tegasnya.
Ia juga menyebutkan bahwa selama ini banyak hasil tambang seperti marmer dan gas alam dari Maluku yang langsung diekspor ke luar negeri atau ke daerah lain tanpa melalui proses pemurnian, pemotongan, atau pengolahan lanjutan yang seharusnya bisa dilakukan di dalam provinsi.
Potensi Marmer dan Gas Alam Perlu Didukung Infrastruktur
Maluku dikenal memiliki batu marmer berkualitas tinggi, khususnya di wilayah Seram Bagian Barat. Batu alam ini memiliki pasar besar baik di dalam negeri maupun ekspor, namun hingga saat ini belum ada fasilitas industri pemrosesan marmer berskala besar yang dibangun di kawasan tersebut.
Hal yang sama berlaku untuk potensi gas alam yang berada di kawasan Seti, Maluku Tengah. Sumber daya gas tersebut dapat diolah menjadi energi untuk kebutuhan rumah tangga maupun industri. Namun menurut Alhidayat, tantangan terbesar saat ini adalah minimnya infrastruktur pendukung seperti jalan, pelabuhan, serta fasilitas penyimpanan dan pengolahan.
Ia menilai bahwa pemerintah pusat dan pemerintah provinsi perlu duduk bersama untuk menyusun roadmap pengembangan sektor pertambangan yang mengedepankan hilirisasi dan berorientasi pada manfaat langsung bagi masyarakat setempat.
Sumbangsih terhadap Peningkatan PAD
Salah satu kritik utama yang disampaikan Alhidayat adalah minimnya kontribusi sektor pertambangan terhadap Pendapatan Asli Daerah (PAD). Ia menilai bahwa dengan potensi sebesar itu, seharusnya pertambangan bisa menjadi salah satu sektor penyumbang terbesar PAD Maluku, namun kenyataannya masih jauh dari harapan.
“Kita punya emas, gas, marmer, tapi PAD kita tetap rendah. Ini karena tidak ada pengolahan di dalam daerah. Semua nilai tambah dibawa keluar,” katanya dengan nada prihatin.
Menurutnya, pengolahan hasil tambang di daerah sendiri akan menciptakan ekosistem ekonomi baru, termasuk tumbuhnya industri pendukung, jasa logistik, transportasi, dan UMKM lokal yang bisa mengisi kebutuhan operasional industri.
Perlu Kemitraan dengan Investor dan Proteksi terhadap Lingkungan
Meski mendorong pengembangan sektor tambang, Alhidayat mengingatkan pentingnya aspek lingkungan. Ia menegaskan bahwa pertambangan harus dilakukan secara bertanggung jawab dan berkelanjutan.
Ia juga mendorong pemerintah daerah untuk menjalin kemitraan strategis dengan investor yang memiliki komitmen terhadap pembangunan lokal, termasuk dalam hal penyerapan tenaga kerja dari masyarakat sekitar dan pembangunan fasilitas pengolahan di wilayah Maluku.
“Kita terbuka untuk investor, tapi jangan sampai masyarakat hanya jadi penonton. Harus ada alih teknologi, pembukaan lapangan kerja, dan peningkatan kapasitas SDM lokal,” ujar Alhidayat.
Rekomendasi dan Langkah Strategis ke Depan
Melihat pentingnya isu ini, Alhidayat mengusulkan beberapa langkah konkret yang perlu segera diambil oleh pemerintah daerah dan pusat, di antaranya:
Menyusun kebijakan daerah yang mendukung hilirisasi di sektor pertambangan melalui insentif dan kemudahan investasi.
Pembangunan infrastruktur dasar seperti jalan pengangkut hasil tambang, pelabuhan logistik, dan fasilitas penyimpanan.
Pendirian pusat pelatihan kejuruan (vocational center) untuk menyiapkan tenaga kerja lokal yang siap masuk ke industri tambang dan pengolahan.
Audit reguler terhadap izin usaha pertambangan untuk memastikan kegiatan eksplorasi dan eksploitasi sesuai dengan ketentuan hukum dan prinsip keberlanjutan lingkungan.
Pembentukan badan pengelola hasil tambang daerah untuk memastikan distribusi manfaat ekonomi yang adil dan transparan.
Pernyataan Alhidayat Wajo merupakan refleksi dari harapan banyak pihak di Maluku terhadap pengelolaan sumber daya alam yang lebih adil, berkelanjutan, dan berorientasi pada kesejahteraan masyarakat lokal. Dengan potensi tambang yang melimpah, Maluku seharusnya bisa menjadi salah satu motor ekonomi regional di Indonesia Timur.
Namun, tanpa komitmen politik yang kuat, kebijakan yang berpihak pada hilirisasi, dan sinergi antarpemangku kepentingan, potensi itu bisa terus terbuang. Saatnya Maluku bertransformasi dari wilayah penghasil bahan mentah menjadi pusat pengolahan dan distribusi hasil tambang bernilai tinggi.
“Kita tidak ingin lagi sekadar mengantar bahan mentah keluar pulau. Kita ingin lihat pabrik-pabrik berdiri di sini, dan masyarakat kita yang bekerja di dalamnya,” tutup Alhidayat.