Kuliner

Mie Jebew, Tren Pedas Gen Z Bikin Cuan

Mie Jebew, Tren Pedas Gen Z Bikin Cuan
Mie Jebew, Tren Pedas Gen Z Bikin Cuan

JAKARTA - Ketika bicara soal inovasi kuliner yang lahir dari kreativitas akar rumput, tak bisa dipungkiri bahwa mie jebew muncul sebagai fenomena baru yang mencuri perhatian publik. Dibuat dari bahan sederhana, ditawarkan dengan harga bersahabat, dan dikemas dalam sensasi pedas ekstrem, mie jebew tak hanya memanjakan lidah generasi muda, tetapi juga membuka peluang usaha menjanjikan bagi pelaku UMKM di berbagai daerah.

Dalam waktu singkat, mie jebew sukses mendobrak ekspektasi pasar. Bukan lewat iklan atau promosi berbiaya tinggi, tapi melalui viralitas organik yang tumbuh di TikTok. Lebih dari lima juta tayangan dengan tagar #MieJebew menunjukkan daya magnet sajian ini. Kombinasi antara tekstur mie kenyal, kuah cabai super kental, dan sensasi menggigit yang dijanjikan nama “jebew” — berasal dari bahasa Sunda yang berarti “mengagetkan” — menjadikannya ikon baru dalam dunia street food kekinian.

Viral dari Warung ke Platform Digital

Mie jebew sejatinya bukanlah produk perusahaan besar yang dirancang oleh tim pemasaran atau koki profesional. Sajian ini lahir dari eksperimen sederhana pedagang warung mie di Garut. Resep dasarnya kemudian menyebar lewat platform berbagi resep seperti Cookpad dan cepat diadopsi oleh pedagang kaki lima di berbagai kota besar, dari Bandung hingga Yogyakarta.

Dengan harga jual antara Rp5.000 hingga Rp7.000 per porsi, mie jebew cepat menjadi favorit pelajar dan mahasiswa. Tak hanya karena sensasi rasa pedas yang unik, tetapi juga karena ramah di kantong dan mudah ditemukan di sekitar kampus maupun kawasan kos-kosan.

Berbagai portal resep makanan seperti Resep Nasional dan ResepDapur pun menempatkan mie jebew dalam daftar "street food paling dicari 2025", menjadikannya sorotan kuliner yang patut diperhitungkan.

Resep Mudah, Modal Minim, Untung Maksimal

Salah satu alasan utama mengapa mie jebew begitu cepat berkembang sebagai produk UMKM adalah karena kemudahan proses pembuatan dan bahan yang terjangkau. Cukup bermodalkan mie kering atau mie instan tanpa bumbu, chili oil, cabai bubuk, bawang putih, dan bumbu dapur lainnya, siapa pun bisa membuat mie jebew dalam waktu kurang dari 10 menit.

Berikut bahan dasar mie jebew:

1 bungkus mie keriting kering atau mie instan tanpa bumbu

3–4 sdm chili oil rumahan

1 sdm cabai bubuk Korea atau rawit giling

2 siung bawang putih cincang

1 sdt kecap asin dan 1 sdt saus tiram

½ sdt gula pasir dan sedikit lada bubuk

Topping: telur rebus, pangsit goreng, sawi, bawang goreng

Langkah pembuatannya:

Rebus mie selama dua menit, lalu tiriskan

Tumis bawang putih hingga harum

Tambahkan chili oil, bubuk cabai, saus tiram, kecap asin, gula, dan lada

Masukkan mie dan aduk hingga merata

Sajikan dengan topping favorit

Dengan modal bahan yang sederhana dan proses cepat, keuntungan yang diperoleh para penjual pun cukup menjanjikan. Tak heran jika banyak UMKM mulai menjadikan mie jebew sebagai menu utama maupun pelengkap usaha mereka.

Tantangan Pedas di Balik Popularitas

Meski digemari banyak kalangan, mie jebew tetap memiliki tantangan tersendiri. Tingkat kepedasannya yang ekstrem menjadi daya tarik, tapi juga menjadi kendala bagi konsumen dengan masalah lambung atau yang tidak terbiasa mengonsumsi makanan pedas. Ditambah lagi, penggunaan mie instan dan sodium tinggi perlu diwaspadai jika dikonsumsi terlalu sering.

Namun, keterbatasan ini justru menjadi celah inovasi. Beberapa pelaku usaha mulai bereksperimen dengan versi mie jebew rendah sodium atau dengan varian level pedas yang lebih bersahabat. Inovasi ini bukan hanya memperluas pasar, tapi juga menunjukkan adaptabilitas produk yang awalnya sederhana.

Potensi Ekspansi Lewat Strategi Digital

Menariknya, tren mie jebew tidak berhenti di meja warung. Banyak pelaku usaha yang sudah mulai menjajaki bentuk frozen food untuk distribusi luar kota. Strategi pemasaran melalui media sosial dan kolaborasi dengan platform pesan-antar makanan semakin memperluas jangkauan bisnis ini.

“Sekarang banyak yang pesan lewat online setelah lihat video challenge. Jadi pasarnya nggak cuma di sekitar warung, tapi bisa kirim ke luar kota juga,” ujar Rani (27), penjual mie jebew di kawasan kampus Bandung.

Rani menambahkan, keberhasilan mie jebew tak hanya terletak pada rasa, tetapi juga pada kreativitas penjual dalam menarik perhatian konsumen. “Modalnya kecil, masaknya gampang, dan cepat balik modal. Tantangannya cuma satu: bikin pembeli penasaran terus. Kalau nggak kreatif, nanti mereka bosan,” jelasnya.

Menghadapi Persaingan Street Food Kekinian

Dalam dunia kuliner viral, tren bergerak cepat. Setelah fase viral, biasanya muncul kejenuhan. Mie jebew harus siap bersaing dengan tren lain seperti mie nyemek, seblak, atau bakso mercon yang sama-sama mengandalkan kekuatan rasa pedas.

Oleh karena itu, inovasi dalam varian rasa — seperti mie jebew creamy, mie jebew keju, atau mie jebew vegan — bisa menjadi senjata untuk mempertahankan relevansi. Selain itu, tampilan kemasan yang menarik dan penggunaan media sosial secara konsisten juga akan menjadi faktor penentu keberlangsungan tren ini.

Bukan Sekadar Makanan, Tapi Gerakan

Lebih dari sekadar tren sesaat, mie jebew telah menjadi simbol kekuatan ekonomi mikro. Dari warung kecil di Garut, kini menjadi inspirasi bisnis skala nasional. Dengan dukungan media sosial, kreativitas generasi muda, dan semangat UMKM, mie jebew membuktikan bahwa dari satu mangkuk makanan sederhana pun, bisa lahir peluang besar.

Jika dikelola dengan inovatif, mie jebew bukan hanya akan dikenang sebagai ikon kuliner 2025, tapi juga sebagai tonggak kebangkitan wirausaha muda Indonesia di bidang kuliner jalanan.

Rekomendasi

Index

Berita Lainnya

Index